Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bocah Misterius

6 Agustus 2019   13:11 Diperbarui: 6 Agustus 2019   17:47 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tokoh Pablo, sebagai karyawan tingkat atas tentu lebih berkelas.  Sebagai orang kepercayaan, dirinya diberikan mobil yang tidak terlalu mewah oleh bosnya. Mobil sedan hitam dengan bonyok pada bagian bemper depan dan mesin AC yang rusak, serta lampu sein yang kadang-kadang tidak menyala.

Dalam keadaan sendeng dia memaksakan diri untuk mengemudi, dengan bayangan panu di lengan pria botak yang membuatnya tertawa sendiri, juga bokong besar barista wanita yang membuat gugur air liurnya. Dia jalankan mobilnya perlahan, maju, mundur tersendat penuh keraguan.

Setelah keluar dari jalanan yang agak sempit itu, dia langsung tancap gas saat ban mobilnya baru menyentuh aspal jalan raya. Dia lebih mirip orang gila ketimbang orang mabuk. Dia berteriak-teriak tidak jelas di dalam mobilnya yang pengap.

Kegilaan berlanjut ketika kecepatan mobilnya telah melebihi 100 kilometer perjam. Dengan sekehendak hati dia menggiring laju kuda besinya ke kiri dan ke kanan. Karena jalanan memang sudah sangat sepi saat jarum pendek jam menyentuh angka satu dinihari.

Tapi beberapa menit kemudian dia mendadak hening dan diam. Mobilnya berhenti. Wajahnya berkeringat dan pucat. Matanya terbelalak. Saat itu ia merasa seperti telah menabrak sesuatu.

"Barusan tadi apa?"

Dadanya berdegup kencang. Seolah ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam tubuhnya. Kemudian dia memutuskan untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. Dengan mata yang sayu dia memandang sekitar, menemukan batangan kayu sebesar lengan yang telah patah. Pablo lega, menghela nafas. Sebetulnya dia terlalu takut apabila tanpa sengaja menabrak makhluk hidup seperti kucing. Apalagi kalau kucingnya betina dan masih menyusui empat ekor anak yang lebih kecil dari ibu jari kakinya.

Namun dia langsung jatuh terduduk saat menemukan tubuh seorang bocah laki-laki yang  kiranya berusia sepuluh tahunan, sedang terkapar bersimbah darah tepat satu meter di belakang lintasan mobilnya. Tubuhnya gemetar, mulutnya komat-kamit seperti membaca seribu doa dalam satu menit. Pablo mundur dengan menendang-nendangkan kakinya ke aspal yang dialiri oleh darah segar bocah itu.

"Tidak ada saksi. Tidak ada yang melihat." Ia melihat sekeliling dengan debar di jantung yang jauh lebih intens. "Tenang, tenang." Ia melongok ke atas dan menjerit sebentar saat melihat wajah Obama yang terpampang pada sebuah mural.

"Oh! Kau membuat saya semakin takut." Suaranya getir, samar dengan bibir yang masih bergetar. Ia semakin gugup.

Pukul satu dinihari lewat sebelas. Suasana jalan Boulevard 10 baginya semakin mencekam dan megerikan. Darah bocah laki-laki itu terus mengalir dan seperti mengarah padanya. Dia pun segera beranjak dan kembali masuk ke dalam mobil sambil  berbicara pada dirinya sendiri dengan mengulangi kalimat yang sama, "Aku tidak sengaja. Tidak ada saksi. Tidak ada yang melihat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun