Malam itu, setelah mandi dan beristirahat sebentar, mereka memutuskan untuk keluar sebentar mencari makan di angkringan dekat gang. Suasana malam Yogya terasa lebih damai di area itu. Â
Mereka duduk di bangku kayu sambil menikmati nasi kucing, sate usus, dan teh hangat. Mardi menatap Samad dengan seringai kecil. "Jadi, gimana insting jalan-jalanmu tadi?" tanyanya dengan nada menggoda. Â
Samad terkekeh sambil menyeruput teh. "Ternyata instingku nggak sepenuhnya salah, kan? Kita tetap dapat kamar, dan murah pula."Â Â
"Tapi kalau nggak ada Pak Tarjo, kita pasti tidur di stasiun," balas Mardi. Â
Samad hanya tersenyum. "Ya, dia kayak penyelamat kita malam ini."Â Â
---
Pagi harinya, sebelum mereka melanjutkan perjalanan, pemilik rumah mendekati mereka. Wajahnya tampak heran. "Maaf, Mas, boleh saya tanya sesuatu?"Â Â
"Tentu, Bu. Kenapa?" jawab Mardi. Â
"Semalam, kalian bilang diantar sama Pak Tarjo, ya?"Â Â
"Iya, Bu. Kenapa?"Â Â
Pemilik rumah itu menarik napas panjang sebelum menjawab. "Pak Tarjo itu... sebenarnya sudah meninggal lima tahun lalu. Dia dulu tukang becak yang sering antar tamu ke sini, tapi suatu malam dia kecelakaan di dekat stasiun."Â Â