Kalimat itu seperti petir yang menyambar dalam benak Aditya. ***Apa caraku?*** Pertanyaan itu terus mengiang dalam pikirannya, berputar-putar seolah-olah ingin memberinya jawaban yang belum ditemukan. Â
Ia melangkah lebih jauh, tetapi kalimat itu tak juga pergi. Ia merasa seperti terjebak dalam sebuah pencarian yang tak jelas arahnya. Apa yang selama ini ia cari? Apa yang sebenarnya ia inginkan dari perjalanan ini? Aditya memandangi orang-orang yang sibuk beraktivitas di sekitarnya---pedagang, pejalan kaki, wisatawan, semua memiliki cara mereka sendiri dalam menjalani hidup, dalam menggambarkan dunia mereka. Dan dia? Apa yang membedakan dirinya? Â
Pertanyaan itu menjadi bayangan yang terus mengikutinya sepanjang hari, seperti sebuah lukisan yang belum selesai, penuh ruang kosong yang menunggu untuk diisi. Â
---
Sebelum meninggalkan losmen, Asep menghampirinya. "Mas, kalau ke Bandung, kabari. Kita ngopi, ngobrol musik."Â Â
Claire memberikan buku catatannya. "This might help you write your own story," katanya sambil tersenyum. Â
Kenji dan Aiko melambaikan tangan. "Sampai jumpa!"Â Â
Aditya tersenyum dan melangkah ke luar. Yogyakarta telah memberinya lebih dari sekadar kenangan. Ia membawa pulang pelajaran: bahwa hidup adalah perjalanan yang diwarnai pertemuan, kehilangan, dan keberanian untuk terus melangkah. Â
Di dalam kereta menuju Jakarta, Aditya memandang jendela dengan perasaan berbeda. Ia tahu, dunia ini masih menyimpan banyak cerita untuk ditemukan. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI