Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mutiara Itu, Ibuku

22 Desember 2024   14:24 Diperbarui: 22 Desember 2024   14:24 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.cnnindonesia.com/

Ada sesuatu di hatiku yang tidak nyaman. Sekilas rasa gelisah menggores di dalam dada. Aku menghela nafas dalam-dalam, perlahan tapi panjang.

Tiba-tiba ibu duduk dari pembaringannya dan menunjuk mukenah putih bersulam benang abu-abu yang tergantung di dinding kamarnya, "Ambilkan mukenah itu", katanya lirih.

Mukaneh itu beliau kenakan ketika sholat Id di lapangan waktu pagi pada hari raya waktu itu.

Aku mengambil dan memberikan mukenahnya. Ibu begeser dan berdiri di sisi ranjangnya, lalu Ia mengenakan mukenah putih itu. Dan berbaring kembali seperti sedang ingin tidur beristerahat.

Namun ia bagun kembali, meminta air putih yang ada disamping ranjang. Ibu meneguknya tiga kali, kemudian berbaring lagi seperti semula.

Aku mengira ibu akan sholat, padahal memang waktu dhuhur masih setengah jam lagi. Kakak keduaku menuju ke ruang tengah. Anak-anak sudah bercengkrama di sana.

"Ingat, jangan lupa beritahu kakamu untuk datang besok, ya nak. Ibu mau tidur dulu, jangan ada yang bagunkan, nanti setelah azan dhuhur", kata ibu sambil membalik badan menghadap kiblat. Telapak tangan kanannya diletakkan di bawah pipi kanannya , seolah menjadi batal kepala. Matanya terpejam, ringan.

Aku merapikan kamar ibu tanpa suara, lalu melanggkah meninggalkan ibu yang kelihatannya langsung terlelap. Perlahan aku menarik rapat pintu kamar itu.

Perasaan asing tiba-tiba menyergap di hati ketika kamar itu telah kututup. Ibuku terlelap dalam tidurnya sendirian di dalam kamar. Perasaan ini, tidak biasa.

Benar saja, setengah jam berlalu. Setelah aku siapkan masakan lebaran sisa pagi tadi di meja makan untuk santap siang sebentar bersama-sama, dan suaran azan dhuhur barus saja selesai. Aku melangkah ke kamar ibu untuk membangunkannya.

Perlahan daun pintu kamarnya aku dorong, mendekati ibu yang nampak sedang sangat lelap. Hanya bibirnya kelihatan sedang tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun