Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mutiara Itu, Ibuku

22 Desember 2024   14:24 Diperbarui: 22 Desember 2024   14:24 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.cnnindonesia.com/

Usai istirahat sejenak dari menghadiri mejelisan di mesjid. Aku kembali ke tikar rotan warisan ibu, melanjutkan sisa lipatan yang belum selesai, sore tadi.

Dan terngiang kembali wajah ibu yang penuh ketidakmegertian: bagaimana aku memperoleh keterampilan seorang perempuan yang seharusnya, perempuan yang benar, terutama setelah aku berkeluarga dan menjadi istri dari seorang suami. Saat beliau, pertamakalinya memanggil dan mengajakku menemaninya melipat pakaian bapak, diwaktu itu.

Aku tidak pernah melihat langsung, bagaimana ibuku menjadi istri bagi bapakku. Hanya ketika, seminggu sebelum kepergiannya yang tak disangka-sangka, aku sedang menikmati libur lebaran ke kampung halaman. Aku mendengar banyak cerita tante, saudari dari bapakku.

"Rumahmu ini, selalu nampak tertutup, setiap bapakmu pagi-pagi sudah pergi ke sekolah untuk mengajar. Ibumu mengantarnya ke depan halaman, dan mencium tangan bapakmu, ketika sedang di atas motor hondanya dan hendak berangkat. Setelah itu Ia bergegas masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumahnya. Dan pintu itu sangat jarang terbuka, bahkan tidak terbuka kecuali jika hanya ayahmu yang mengetuknya. Atau ibumu sendiri yang membuka ketika mendengar suara motor honda bapakmu sudah tiba di halaman rumah", cerita tante yang  rumahnya bersebelahan langsung dengan rumah ibu.

Hidangan opor ayam yang dihidangkan dalam suasana lebaran ketika itu, terasa makin nikmat, sambil bercengkrama. Dan sambil lalu mendengarkan cerita tante tentang ibu, yang aku sendiri banyak tidak mengetahuinya. Tetapi tenteku ini, bercerita mengenai ibuku, seolah-olah sedang menyampaikan kabar penting, kepadaku.

"Rumahmu itu selalu berbau harum" kata tente lagi.

Aku menyadarinya, ketika aku melihat sendiri koleksi botol-botol parfum tanpa alkohol yang ada di meja rias ibuku, jika sedang mengunjunginya. Aku hanya merasa ibuku seorang yang menyukai pengharum untuk ruangan kamarnya dan tubuhnya. Namun jika kuteliti, merek-merek itu sebagian besar bukan untuk perempuan, namun untuk selera kaum adam. Apakah mungkin untuk ayahku?

"Saya sering merasa ibumu itu memperlakukan bapakmu seperti seorang anak kecil. Mungkin kamu tidak percaya kalau bapakmu itu biasa dan sering dimandi sama ibu kalau sore-sore", kata tante sambil tertawa geli, sepertinya ia banyak mengetahui "rahasia" ibuku.

"Ibumu sebenarnya sangat pintar memasak jenis masakan kampung kita, tetapi setalah menikah dengan bapakmu, dia hanya pintar masak sayur bening dan nasi goreng putih gula merah dan opor ayam seperti ini, sesuai kesukaan bapakmu. Ibumu sebenarnya kalau mengikuti selerahnya sendiri, dia bisa masak masakan yang lebih enak dan sayuran enak. Namun kelihatannya dia memasak makanan dan minuman hanya sesaui selera bapakmu saja. Ia tidak memasak sesuai selerahnya sendiri. Dan itu sejak kakak pertamamu lahir sampai kamu semua sudah berkeluarga seperti sekarang ini", kata tante dengan wajah masam sedikit mengangkat bahu.

"Biasanya, bapakmu sepulang dari sekolah jam 12 siang, mungkin setelah makan siang bersama dan bapakmu isterahat sebentar ditemani ibumu, biasanya mereka berangkat ke kebun yang ada di sebelah sana itu", tante menunjuk ke arah timur.

Bapakku memang memilki sepetak kebun yang agak luas, mungkin ukuran 1 hektar. Tempatnya sekitar 1 kilometer dari rumah kami. Untuk sampai ke sana kita melewati jembatan yang tua, karena harus melintasi sebuah sungai. Lokasinya persis di kaki sebuah bukit kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun