“Engg... anu.. nama saya... umur... lagi ada problem sama kerjaan... bla.. bla...” Teman saya mulai curhat.
“Eh, untung gue belum jadi diramal. Bisa ketauan rahasia gue..” Saya berbisik pada teman disebelah saya. Kami terkikik.
Curhatan teman selesai. Si penjaga berkomat-kamit melafalkan sesuatu dalam bahasa Tiongkok. Tangannya menggenggam tabung bambu berisi bilah-bilah bambu tipis beraksara Cina. Mengocok-kocok tabung tersebut hingga salah satu bilah bambu mencelat keluar. Si penjaga membawa bilah bambu itu pada rak berisi lembaran-lembaran kertas beraksara Tionghoa. Ia mencocokkan tulisan pada bilah bambu dan amplop-amplop kertas yang berjajar pada rak. Setelah mendapatkan kartu yang pas ia menarik secarik kertas yang ada di dalam amplop. Secarik kertas bertulisan Melayu.
CIAM SI No. 31
Naga dan macan berjumpa di dalam hutan. Walaupun tidak membahayakan tapi pasti ragu.
Kini sebaiknya tenang saja di dalam rumah hingga datangnya suasana yang tentram.
Teman yang diramal mengangguk senang. ”Cocok kok ramalannya..”
Ia tersenyum puas sambil menyelipkan selembar limapuluhribuan pada kotak uang yang nongkrong di meja.
”Eh lu kok gak ikut sembahyang?” Saya bertanya pada teman saya yang berperawakan Cina.
”Lagi dapet.” Ia menjawab cepat.
”Emang kalo lagi dapet gak boleh ya?” Saya sempat merasa berdosa. Mengingat saya pun tengah dalam kondisi yang tak suci.