Berdasarkan penelitian ilmiah, etika terbagi menjadi dua jenis. Berikut jenis-jenis etika yang diakui oleh para peneliti di bidangnya.
- Â Etika filosofis
Etika filosofis muncul dari pemikiran manusia yang mencari sumber-sumber moral kehidupan manusia. Pencarian sumber kemudian dipindahkan ke kehidupan sosial.
Sifat etika filosofis adalah sebagai berikut:
- Empiris
Etika empiris berarti memasuki cabang filsafat yang mengkaji terutama tingkah laku dan hukum-hukum yang berlaku khusus di tengah-tengah masyarakat. Di bidang ini, Hukum Masyarakat yang berlaku diperiksa secara khusus.- Tidak empiris
Etika bersifat non-empiris dalam etika filosofis karena bidang itu berusaha melampaui hal-hal yang konkrit. Pencariannya tampaknya mengeksplorasi segala sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang nyata. Misalnya, meneliti alasan mengapa seseorang harus ditolak jika dia hamil di luar nikah, dll.
Â
- Etika Teologis
Jenis etika lainnya adalah etika teologis. Etika ini pada hakekatnya merupakan kajian terhadap unsur-unsur etika itu sendiri sampai masyarakat memahaminya.Etika teologis adalah contoh nyata dalam kekristenan. Dalam agama ini, etika muncul dari asumsi tentang Tuhan atau ketuhanan. Etika berdasarkan kepemimpinan Kristen mengacu pada pemeriksaan standar moral yang berasal dari kitab suci yang diyakini berasal langsung dari Tuhan atau ketuhanan.
Kedua etika di atas memancing perdebatan antara ahli etika filosofis dan teologis. Ada tiga debat terkenal di dunia yaitu sebagai berikut. - Revisionisme
Revisionisme yang terkenal itu didasarkan pada pernyataan Agustinus bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi atau mengoreksi dan memperbaiki etika filsafat. - Perpaduan
Pembahasan kedua dikenal dengan istilah sintetik. Jawaban di Zaman Sintesis berasal dari pernyataan Thomas Aquinas (1225-1274). Dia menyatakan bahwa etika teologis dan filosofis adalah hasil sintesis dari suatu entitas yang ingin mempertahankan identitasnya sendiri. - Â Diaparalelisme
Jawaban berikutnya tentang etika datang dari F.E.D. Oleh Schleiermacher (1768-1834). Dia menyebut fenomena paralel etika teologis dan filosofis. Keduanya diumpamakan sebagai sepasang rel kereta api, saling memberi kekuatan untuk memperlancar kehidupan manusia dengan mencari kenyamanan hidup bersama.