Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Adat sebagai Konstruksi Jati Diri Bangsa

16 Januari 2022   16:13 Diperbarui: 16 Januari 2022   16:26 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebudayaan Sebagai Jatidiri Bangsa Melalui Konstrusi Hukum

 

Kedudukan hukum adat sebagai materi ialah untuk memberikan bahan dalam rangka pembangunan hukum nasional di Indonesia. Sebab hukum adat sebagai bagian dari Hukum Positif memerlukan pembinaan yang perlu diarahkan kepada kesatuan bangsa dan perkembangan pembangunan. 

Walau bagaimanapun hukum adat merupakan hukum yang hidup di tengah masyarakat adat. Sebagai hukum maka hukum adat merupakan aturan yang sesuai dengan pandangan hidup, cita-cita dan kesadaran hukum rakyat sebagai salah satu sumber yang penting dalam rangka memperoleh bahan-bahan untuk pembangunan hukum nasional yang baru.

Sedangkan hubungan hukum adat dengan perundang-undangan ialah memastikan bahwa pembangunan hukum nasional tidak mengabaikan kesadaran hukum rakyat, tetapi justru menjamin untuk timbul, tumbuh serta berkembangnya hukum kebiasaan, terutama yang akan dilakukan pembuatan melalui peraturan perundangan - undangan. Melalui pendekatan yang demikian maka adat, tradisi, kebudayaan, dan kebiasaan yang hidup ditengah-tengah masyarakat bisa menjelma menjadi kepribadian nasional sekaligus jatidiri bangsa Indonesia. 

Sehingga dapat diproyeksikan bahwa perkembangan hukum positif di Indonesia tidak dilepaskan dari peranan hukum adat dalam memberikan nilai - nilai serta pandangan - pandangan maupun cita-cita masyarakat terhadap pembangunan hukum nasional, dimana hukum adat tersebut diserap ke dalam peraturan perundang - undangan agar menjadi sumber hukum.

Pendapat ini sejalan dengan pandangan W. Levensbergen yang menilai bahwa hukum adalah peraturan yang mengatur perbuatan manusia di dalam masyarakat. Sedangkan Prof. Mr. E. K. Meyers menganggap bahwa hukum adalah semua peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia. Oleh sebab itu, kebudayaan bukan saja menjadi sumber hukum materiil tetapi bisa menjadi hukum itu sendiri, hukum adat. 

Sumber hukum materiil merupakan sumber yang menjelaskan dari mana suatu materi hukum diambil. Sehingga menjadi faktor yang membantu menentukan isi atau materi hukum, misalnya agama, kesusilaan, kehendak Tuhan, akal budi, hubungan sosial, dan sebagainya. Sumber hukum materiil dapat ditinjau dari berbagai sudut, seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum. 

Berbeda dengan pendapat seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) yang akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Artinya, Kebiasaan (costum) sebagai suatu perbuatan manusia yang dilakukan secara berulang-ulang mengenai hal yang sama apabila diterima masyarakat secara luas dan merasa wajib, maka kebiasaan itu dipandang sebagai hukum tidak tertulis, bahkan bisa menjadi hukum formal.

Perbedaan sudut pandang antara hukum adat, adat, masyarakat adat, dan bahkan budaya kerapkali memberikan interpretasi ilmiah tetapi tidak operasional dalam upaya mengkonstruksi kebudayaan dan adat kebiasaan dimasyarakat untuk menjadi suatu hukum yang hidup, dinamis dan interpretative. Tulisan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan perspektif baru dalam pendekatan budaya sebagai sumber hukum bahkan untuk menjadi hukum itu sendiri.

Masyarakat adat adalah kesatuan masyarakat yang tetap dan teratur dimana anggota - anggotanya bukan saja terikat pada tempat kediaman suatu daerah tertentu, baik dalam kaitan duniawi sebagai tempat kehidupan maupun dalam kaitan rohani sebagai tempat pemujaan terhadap roh-roh leluhur (teritorial). Masyarakat adat terikat pula dengan hubungan keturunan dalam ikatan pertalian darah dan atau kekerabatan dari satu leluhur, baik secara tidak langsung karena pertalian perkawinan atau pertalian adat (genealogis). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun