Dengan demikian secara hukum keberadaan KKAI merupakan Organisasi Profesi Advokat yang memiliki Fungsi Regulator sebagai wadah dari Organisasi Profesi Advokat sah berdasarkan ketentuan UU Advokat. Oleh karena itu menurut ketentuan pasal 34 Undang-Undang Advokat berbunyi : " Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru sebagai pelaksana Undang-Undang ini ". Ketentuan tersebut telah menegaskan sebelum kepengurusan, tugas dan fungsi KKAI dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Advokat belum dapat diwujudkan, maka untuk sementara waktu pelaksanaan yang mengatur Advokat dilaksanakan oleh Organisasi Profesi Advokat anggota tetap KKAI 8 (delapan) organisasi profesi Advokat dan Organisasi Profesi Advokat anggota tidak tetap KKAI antara lain PERADI, KAI, FERARI dan Organisasi Profesi Advokat yang lainnya.OA sebagai pelaksana Undang-Undang Advokat memiliki kewenangan antara lain menetapkan:
- Menyelenggarakan Ujian Advokat.
- Menyelenggarakan Pendidikan khusus Advokat.
- Mengangkat Advokat.
- Mengajukan sumpah Aglvokat melalui Pengadilan Tinggi setempat.
- Menerbitkan Kartu Advokat.
- Menetapkan Kantot Advokat sebagai pelaksana magang calon Advokat.
Â
Kode Etik Advokat Indonesia Lumpuh (8)
Â
Dengan adanya kenyataan dimana KKAI hingga saat ini belum pernah membentuk Dewan Kehormatan Bersama, akibat hukumnya Kodifikasi yang mengatur tentang Kode Etik Advokat Indonesia tidak dapat dilaksanakan sehingga sampai saat ini pelanggaran-pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh para advokat yang diadili oleh Dewan Kehormatan Advokat yang diselenggarakan oleh Organisasi Profesi Advokat (Baca, PERADI, KAI, FERARI, HAPI, IKADIN, dll) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Seorang advokat yang dijatuhi hukuman oleh Dewan Kehormatan Advokat dalam proses sidang peradilan kode etik tidak memiliki dampak hukum apapun ( Penegak hukum lainnya seperti Hakim-Jaksa-Polisi ) tidak mengakui secara hukum bahwa atas putusan kode etik yang dijatuhkan oleh peradilan kode etik mengikat dan memiliki kekuatan hukum. Seorang advokat yang dipecat sebagai advokat oleh peradilan kode etik tidak berlaku, artinya seorang advokat yang dipecat tetap saja dapat menjalankan profesinya sebagai advokat.
Jika KKAI bersama seluruh Organisasi Profesi Advokat menjalankan perannya sebagai regulator dalam menjalankan perintah UU Advokat, satu diantaranya adalah fungsi KKAI dalam membentuk Dewan Kehormatan Bersama maka Kode Etik Advokat secara hukum dapat ditegakkan dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena akan diikuti oleh para penegak hukum lainnya (Jaksa-Hakim-Polisi). Bila Kode Etik Advokat dapat ditegakkan oleh KKAI melalui pembentukan Dewan Kehormatan Bersama maka masyarakat pada umumnya akan menerima efek positifnya, karena dengan demikian para advokat akan sangat berhati-hati dalam melakukan pembelaan terhadap kliennya yang mencari keadilan melalui bantuan advokat. Jika Kode Etik Advokat Indonesia yang sudah terkodifikasi dan telah diberlakukan oleh pembentuk UU Advokat berlaku secara mutatis mutandis sebagai undang-undang ditegakkan maka jaminan perlindungan bagi para pencari keadilan yang menggunakan jasa advokat akan semakin berkualitas. Sebaliknya masyarakat pencari keadilan (justitiable) sulit mendapatkan jaminan perlindungan menggunakan jasa advokat jika Peradilan atas Kode Etik dimandulkan seperti pada saat ini.
Semoga melalui Peradilan Mahkamah Konstitusi RI dapat membantu mencerahkan bagaimana perlindungan para pencari keadilan dapat dipikirkan secara masak-masak dengan menata kembali keberadaan Organisasi Profesi Advokat ditegakkan kembali sebagaimana perintah pembentuk UU Advokat. Menurut pendapat Ahli, jika pekerjaan advokat dalam mendampingi kepentingan kliennya tidak diimbangi secara berimbang dengan memberlakukan secara ketat Kode Etik Advokat melalui Peradilan Kode Etik Advokat, maka potensi menyalahgunakan kekuasaan oleh seorang advokat dalam menjalankan profesinya sulit terbendung dan pada akhirnya para pencari keadilan akan sangat dirugikan. Dalam keadaan seperti itu di Indonesia sulit sekali bahkan nyaris tidak ada advokat yang bermental negarawan, kalaupun ada barangkali sangat langka di dapatkan.
KKAI Sebagai Institusi Organisasi Profesi Advokat (9)
KKAI merupakan Institusi Organisasi Profesi Advokat, dibentuk berdasarkan pasal 22 ayat (3) ketentuan Kode Etik Advokat dan didirikan berdasarkan pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor :18 tahun 2003, disahkan di dalam pasal 33 Undang-Undang Advokat dapat mewakili beberapa organisasi profesi Advokat seperti: IKADIN; AAI; IPHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM; dan APSI; disebut sebagai lembaga negara atau badan negara. UUD 1945 telah mengatur adanya badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, hal tersebut secara tektual telah dirumuskan dalam rumusan pasal 24 ayat (3) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut :
"Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang".
KKAI merupakan badan lain berbentuk Konfederasi sebagai telah dibentuk berdasarkan Konstitusi yang dijabarkan di dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat sebagai peraturan pelaksana yang mengatur menganai Advokat diatur dalam pasal 34 Undang-Undang Advokat. Dengan demikian sekali terbentuk KKAI sebagai Lembaga Negara mewakili Organisasi Profesi Advokat bertindak sebagai Induk Organisasi Profesi Advokat Indonesia. KKAI sebagai Organ Negara diatur lebih lanjut di dalam pasal 38 ayat (1) berikut penjelasannya di dalam Undang- Undang No. 48 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi :