Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keterangan Ahli Tentang Frasa Organisasi Advokat dalam Perspektif UU Advokat No.18.Tahun.2003

4 Desember 2018   15:24 Diperbarui: 4 Desember 2018   15:38 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterangan Ahli disampaikan berdasarkan pendekatan historis, sosiologis dan juridis. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat meluruskan sejarah sesuai dengan dinamika perkembangan organisasi profesi advokat yang terjadi di Indonesia. Generasi muda advokat berhak untuk mengetauhi secara jujur apa adanya tanpa rekayasa sehingga nantinya dapat digunakan sebagai bahan analisa secara mendalam yang bersifat akademis. Jangan sampai terulang kembali terjadinya kesalahpahaman (misperception), khususnya terhadap kegagalan pembentukan wadah nasional organisasi profesi advokat Indonesia. Jika di Jepang, Amerika, Inggris dan India semua sudah memiliki wadah organisasi profesi advokat nasional, mengapa Indonesia dengan berbagai dalih masih selalu gagal dalam mewujudkannya, apa sesungguhnya secara rasional yang menyebabkan kegagalan tersebut. Keterangan Ahli ini diharapkan dapat menjembatani secara nalar akal sehat (common sense), dengan demikian diharapkan dapat digunakan oleh Yang Mulia Majelis Hakim Makamah Konstitusi ("MK") sebagai bahan pertimbangan hukum dalam menjatuhkan suatu putusan. Suatu Putusan Pengadilan semakin rasional tentu akan semakin masuk akal dan dapat diterima oleh masyarakat secara luas, hal yang demikian akan lebih dekat dengan rasa keadilan masyarakat, khususnya bagi para advokat dalam kedudukannya selaku penegak hukum dalam peran dan fungsinya selaku kuasa hukum.

Historis-Sosiologis-Juridis (2)

Perlu diketahui bersama bahwa, sebelum UU Advokat lahir pada tahun 2003, terlebih dahulu sebelumnya telah diawali dengan adanya peristiwa bersejarah (historical) dengan bergabungnya 7 (tujuh) organisasi profesi Advokat Indonesia yaitu: IKADIN; AAI; IPIHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM dalam satu wadah Komite Kerja Advokat Indonesia ("KKAI"). Peristiwa sejarah bergabungnya ketujuh organisasi profesi advokat tersebut sebagai bukti fakta sejarah yang mengagumkan, mengingat sejak Indonesia merdeka tahun 1945 sangat sulit mempersatukan organisasi profesi advokat. Perlu diketahui bahwa, sebelum ketujuh organisasi profesi tersebut bersepakat mendirikan KKAI, sebelumnya telah terbentuk forum advokat Indonesia yang disingkat ("FAI") yang anggotanya terdiri dari 3 (tiga) organisasi profesi advokat yaitu Ikatan Advokat Indonesia ("IKADIN"), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia ("IPHI") dan Asosiasi Advokat Indonesia ("AAI").

Secara historis FAI tersebut terbentuk disebabkan Mahkamah Agung RI sebagai institusi negara tidak dapat secara bebas dapat berhubungan dengan langsung dengan organisasi-organisasi profesi advokat secara sendiri-sendiri sehingga kehadiran FAI sangat membantu dalam rangka memberikan kontribusi pemikiran dalam kaitannya dengan fungsi dan tugas masing-masing dalam sistem peradilan di Indonesia. Tidak lama kemudian karena dalam dinamika perkembangannya telah lahir beberapa organisasi profesi advokat antara lain Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia ("HAPI"), Serikat Pengacara Indonesia ("SPI"), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia ("AKHI"), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal ("HKHPM"). Dengan pertimbangan perlunya mengakomodasi atas lahirnya organisasi profesi advokat yang cukup banyak tersebut, atas prakarsa Ketua Umum IKADIN atas nama (Alm) Sudjono akhirnya FAI dibubarkan dan berubah nama menjadi Forum Komunikasi Advokat Indonesia ("FKAI") yang beranggotakan tujuh organisasi profesi advokat antara lain IKADIN, IPHI, AAI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM.

IKADIN sebagai organisasi profesi advokat tertua dimasa kepemimpinan (Alm) Sudjono benar-benar responsif dan demokratis, sehingga semua organisasi profesi advokat yang lahir diakomodir, diakui serta dirangkul secara bersama-sama sehingga terbentuk rasa kebersamaan yang kuat. Peran IKADIN sangat menentukan pada masa itu, mengingat perannya selaku organisasi profesi advokat tertua sehingga mayoritas advokat senior banyak yang bergabung di IKADIN, satu diantaranya (Alm) Adnan Buyung Nasution. FKAI pada akhirnya dalam rentan waktu yang relatif cepat berubah menjadi KKAI. Ketika KKAI terbentuk, Ahli berkedudukan sebagai Sekretaris Jenderal HAPI, organisasi profesi advokat yang lahir ke-4 setelah IKADIN, IPHI, AAI, kemudian lahirlah HAPI. Kebetulah Ahli juga bertindak selaku penandatangan atas kelahiran KKAI tersebut. Pada saat itu seluruh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal semuanya menandatanganinya. IKADIN saat itu diwakili oleh Ketua Umumnya (Alm) SUDJONO dan OTTO HASIBUAN selaku Sekretaris Jenderal. Dengan demikian aktual-faktual, secara historis-sosiologis-juridis KKAI adalah satu-satunya forum organisasi profesi Advokat Indonesia yang ditanda tangani bersama oleh tujuh organisasi profesi Advokat tersebut pada tanggal ll Februari 2002.

KKAI Setelah Mendapat Pengakuan Dari Mahkamah Agung RI (3) 

Tanggal 11 Februari Tahun 2002 KKAI lahir, pengurusnya secara ex-officio terdiri dari ketua umum dan sekjen dari organisasi profesi advokat. Atas kelahiran KKAI tersebut para pengurus langsung melaporkan kepada Ketua Mahkamah Agung RI. Pada saat itu seluruh organisasi profesi advokat secara bersama-sama (secara aklamasi) menunjuk ketua Umum IKADIN (Alm) Sudjono selaku Ketua/Koordinator KKAI dengan pertimbangan IKADIN adalah organisasi profesi advokat tertua serta disegani oleh organisasi profesi advokat lainnya. Penunjukan ketua umum IKADIN sebagai koordinator (Chairman) KKAI tidak ada halangan apapun dari ketujuh pimpinan organisasi profesi advokat semuanya menyetujui bahkan IKADIN justru diminta untuk bersedia demi kebersamaan. Dalam operasionalisasi selanjutnya otomatis secara ex-officio seluruh ketua umum dan sekretaris jenderal adalah pengurus/mewakili KKAI. Begitulah aktual-faktual kultur hukum yang mengedepankan asas gotong royong dan kekeluargaan terbentuk, seluruh keputusan apapun selalu bersifat kebersamaan ("Kolektif Kolegial"). Pada tahun 2002, sepengetahuan saya saat KKAI terbentuk, ketujuh organisasi profesi advokat untuk modal awal operasional telah menyerahkan uang sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta Rupiah) itulah modal awal KKAI dalam mengawal dinamikanya.

Mengingat Mahkamah Agung RI telah mengakui keberadaan KKAI bahkan sebelum lahirnya UU advokat, maka dalam waktu yang sangat singkat Mahkamah Agung RI dibawah kepemimpinan Prof. Dr. Bagir manan, S.H., M.H. pada bulan maret 2002 mengeluarkan surat edaran mengenai kerjasama antara Mahkamah Agung RI dengan KKAI dalam rangka pelaksanaan ujian advokat nasional. Pada saat itu Mahkamah Agung mengeluarkan surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor: KMA/44/III/2002 tentang Pembentukan Panitia Bersama Ujian Pengacara Praktek tahun 2002. Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung RI tersebut, menurut Ahli disitulah pertama kali kekuasaan penyelenggaraan ujian advokat oleh Mahkamah Agung RI diserahkan kepada KKAI.

Dalam implimentasinya dalam rangka melaksanakan pengakuan atas keberadaan KKAI sebagai badan dan/atau lembaga induk organisasi profesi advokat Mahkamah Agung RI bersama-sama KKAI telah mengeluarkan "Sertifikat Tanda Lulus Ujian Pengacara Praktek Tahun 2002" berdasarkan Surat Keputusan Panitia Ujian Pengacara Praktek Nomor :TD.TUN.MA/1/SK/V/2002 tanggal 21 Mei 2002 yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung RI bersama dengan KKAI pada tanggal 17 April 2002. Sertifikat Tanda Lulus ditandatangani oleh Mahkamah Agung RI pada tanggal 21 Mei 2002 yang diwakili oleh Prof. Dr.Paulus E. Lotulung, S.H. dan Abdul Kadir Mappong, S.H. serta KKAI yang diwakili oleh Otto Hasibuan, S.H., M.M. sebagai Ketua KKAI menggantikan (Alm) Sudjono, S.H. Menurut pendapat Ahli, Mahkamah Agung RI bukan hanya mengakui keberadaan KKAI sebagai Induk dari Organisasi Profesi Advokat sebatas formalitas (formil) namun lebih dari itu telah mengakui keberadaan KKAI secara operasional dalam menjalankan fungsinya sebagai regulasi untuk dunia keadvokatan di Indonesia (materiil).

Dalam acara rapat koordinasi tahun 2002 antara Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.H. bersama KKAI yang bertempat di gedung Mahkamah Agung RI, disepakati bahwa proses penyerahan (levering) kekuasaan secara ketatanegaraan tidak dapat dilakukan secara mutlak/keseluruhan, namun harus dengan cara bertahap. Maksudnya mengenai pelaksanaan ujian advokat awalnya dilakukan dalam bentuk kerjasama antara antara Mahkamah Agung RI dan KKAI, baru untuk selanjutnya kekuasaan tersebut secara keseluruhan diserahkan kepada KKAI.

Setelah KKAI oleh Mahkamah Agung RI diakui keberadaannya secara hukum (recognition) baik secara hukum maupun secara politik, akhirnya KKAI melakukan langkah bersejarah yang sangat menentukan dan strategis yaitu melakukan penyatuan kode etik advokat. Dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong saling hormat menghormati, dengan semangat ideologi Negara Pancasila akhirnya gabungan dari ketujuh organisasi profesi Advokat tersebut, merumuskan dan menyepakati bersama kesatuan Kode Etik Advokat Indonesia ditetapkan tanggal 23 Mei 2002 untuk dimasukan ke dalam Rancangan Undang-Undang Advokat yang diusulkan oleh organisasi profesi Advokat. Perlu diketahui bahwa nama KKAI awalnya merupakan usul (Alm) Adnan Buyung Nasution, pada saat itu termasuk Ahli sendiri dalam kapasitas dan kualitasnya selaku Sekretaris Jenderal dari HAPI, bersama-sama dengan seluruh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dari 7 (tujuh) organisasi profesi advokat berkonsultasi dikantor (Alm) Adnan Buyung Nasution, pada saat itu berkantor di gedung yang saat ini menjadi gedung Sampoerna Strategic Tower. Saat itu (Alm) Adnan Buyung Nasution dalam rapat bersama mengatakan "sebelum kalian menemui ketua Mahkamah Agung RI minimal kalian bertujuh (baca, 7 (tujuh) organisasi profesi advokat) itu memiliki wadah bersama, setidak-tidaknya dalam bentuk komite kerjalah". Demikianlah kira-kira kalimat (Alm) Adnan Buyung Nasution saat itu yang disetujui oleh semua peserta rapat yang hadir. Atas dasar saran dari (Alm) Adnan Buyung Nasution itulah kemudian ketujuh Organisasi Profesi Advokat sepakat membentuk wadah bersama yang diberi nama KKAI. Menurut Ahli, sungguh kelahiran KKAI itu benar-benar murni gagasan dari para advokat senior/advokat pejuang, yang tidak terdapat kepentingan politik apapun, kecuali hanya untuk cita-cita terwujudnya profesi advokat yang terhormat (officium nobile) serta cita-cita catur wangsa yaitu terjadinya kesederajatan antara hakim, polisi, jaksa dan pengacara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun