Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keterangan Ahli Tentang Frasa Organisasi Advokat dalam Perspektif UU Advokat No.18.Tahun.2003

4 Desember 2018   15:24 Diperbarui: 4 Desember 2018   15:38 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Ahli, Idealnya setelah seluruh Organisasi Profesi Advokat, selesai membenahi legal aspeknya secara internal mengingat secara ex-officio seluruh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal adalah anggota KKAI maka dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, KKAI segera diberdayakan. Jika KKAI tidak segera diberdayakan, maka risikonya akan sangat berbahaya bagi para advokat di Indonesia. Bayangkan advokat itu secara hukum bertindak sebagai penegak hukum, seperti halnya Hakim, Jaksa, Polisi jika tidak memiliki rumah komando akan sangat berbahaya. Advokat selaku penegak hukum maka KKAI dapat berperan sebagai Markas Besarnya Advokat, seperti halnya Polisi dengan Mabes Polrinya. Hakim dengan Mahkamah Agungnya dan Jaksa dengan Kejaksaan Agungnya.

Advokat di Indonesia sudah memiliki modal yang sangat berharga yaitu adanya penyatuan dalam bentuk Kodifikasi atas Kode Etik Advokat Indonesia bersama, yang secara mutatis mutandis sudah diakui sebagai undang-undang oleh para pembentuk UU Advokat. Seorang advokat yang melanggar kode etik dimanapun naungan organisasinya tetap dapat diadili oleh Kode Etik Advokat Indonesia. Disinilah satu diantaranya peran KKAI kita perlukan guna merumuskan hal-hal teknis sebagaimana ketentuan Kode Etik Advokat Indonesia pasal 22 ayat (2) berbunyi : " Setiap Advokat wajib menjadi anggota dari salah satu organisasi profesi tersebut. Belum lagi terhadap hal-hal penting lain nya misalnya : pembentukan Kepengurusan KKAI tingkat nasional dan tingkat Daerah/wilayah. Merumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KKAI. Mempersiapkan Dewan Kehormatan bersama, diluar struktur organisasi KKAI. Membentuk Komisi Pengawasan, di dalam struktur organisasi KKAI. Idealnya KKAI segera menyelenggaran Kongres bersama untuk mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Perlu diketahui bersama bahwa KKAI sampai saat ini belum dapat menyelesaikan tugas utamanya antara lain: (a). membentuk Dewan Kehormatan Bersama; dan (b). membentuk Komisi Pengawasan Advokat. Pentingnya memberdayakan kembali KKAI itu antara lain ketentuan pasal 34 Undang-Undang Advokat berbunyi: "Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru sebagai pelaksana Undang-Undang ini". Ketentuan tersebut diatas, menunjukan bahwa sebelum kepengurusan, tugas dan fungsi KKAI dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Advokat belum terbentuk, maka untuk sementara pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat dilaksanakan oleh masing-masing kedelapan organisasi profesi Advokat sebagai pelaksana Undang-Undang Advokat.

KKAI Sebagai Subordinate Sistem Peradilan Indonesia (6)

KKAI merupakan subordinasi dari sistem peradilan Indonesia, hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari campur tangan dan pengaruh dari luar, maka diperlukan kehadiran Organisasi Profesi Advokat KKAI. KKAI adalah Organisasi Profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakan hukum kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia, perlu dijamin dan dilindungi oleh Konstitusi demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum.

Dalam kerangka mewujudkan keberadaan KKAI sebagai subordinasi dari sistem peradilan maka UU Advokat menetapkan keberadaan Organisasi Profesi Advokat secara limitatif (pembatasan secara limitatif) dengan menetapkan 8 (delapan) Organisasi Profesi Advokat sebagai Organisasi Profesi Advokat yang bernaung dalam satu wadah KKAI. Pembatasan secara limitatif oleh pembentuk UU adalah dalam rangka perlindungan terhadap Profesi Advokat sebagai Penegak Hukum. Sebagai penegak hukum advokat sangatlah tidak rasional (irrational) jika bernaung dibawah organisasi profesi advokat yang jumlahnya tanpa batas (unlimited). Pembatasan jumlah organisasi profesi advokat yang ditetapkan oleh pembentuk UU tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pembatasan tersebut telah dilindungi oleh konstitusi yang diatur di dalam pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 yang secara tekstual berbunyi sebagai berikut: " Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan keteriban umum dalam suatu masyarakat demokratis ".

Ketentuan secara Konstitusi sebagaimana tersebut diatas, merupakan bentuk dari perintah UUD 1945 sebagai aturan hukum tertinggi yang wajib ditaati untuk dilaksanakan baik perorangan, kelompok, hukum privat, badan hukum, lembaga-lembaga Negara dan Pemerintah. Dengan demikian adanya pengakuan dari pembentuk UU (legislatif) dan pengakuan dari Mahkamah Agung RI (Yudikatif) terhadap KKAI Sebagai Subordinasi Sistem Peradilan Indonesia merupakan fakta historis-sosiologis-juridis yang tidak terbantahkan.

KKAI Mewakili Organisasi-Organisasi Profesi Advokat (7)

Menurut Ahli, 8 (delapan) Organisasi Profesi Advokat pembentuk KKAI adalah anggota tetap KKAI (permanent member) idealnya memiliki hak istimewa (hak prerogatif) dalam rangka menentukan langkah-langkah kebijakan (regulator) di KKAI dalam rangka menjalankan perintah pembentuk UU Advokat yang memiliki kapasitas dan kualitas selaku regulator untuk para advokat di Indonesia adalah KKAI. Anggota tetap KKAI dan anggota tidak tetap (non permanent member) dapat menjalankan kebijakan KKAI sebagai Markas Besar Advokat RI. Anggota tidak tetap KKAI adalah OA yang dilahirkan setelah lahirnya UU Advokat seperti misalnya Organisasi Profesi Advokat lainnya PERADI, KAI, FERARI dan yang lain-lainnya dapat ditetapkan sebagai anggota KKAI dalam rapat musyawarah yang diselenggarakan oleh KKAI. Jika dalam kenyataan dilapangan terdapat Organisasi Profesi Advokat yang bermasalah atau terpecah solusinya dapat ditempuh dengan cara misalnya: Jika Organisasi Profesi Advokat yang bermasalah tersebut nomenklatur nama Organisasi Profesi Advokat masih satu maka hak suaranya (vote) tetap memiliki 1 (satu) suara dengan cara pembagian (hak suaranya dibagi), misalnya Organisasi Profesi Advokat yang sama pecah menjadi 2 (dua) maka hak suaranya dibagi 2 (1:2=1/2) dan seterusnya. Organisasi Profesi Advokat anggota KKAI selaku Organisasi Profesi Advokat wajib memiliki perangkat organisasi mulai dari tingkat Pusat yang bersifat nasional dan tingkat daerah yang meliputi wilayah propinsi diseluruh Indonesia, tingkat pusat dikenal dengan pimpinan pusat, sedangkan tingkat daerah dikenal dengan pimpinan daerah/perwakilan daerah. Demikian juga KKAI sebagai Organisasi Profesi Advokat yang dapat mewakili Organisasi-Organisasi Profesi Advokat disebut wajib memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang mengatur : "Ketentuan mengenai susunan organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga".

Ketentuan tersebut diatas diatur dalam pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat, hal ini menunjukan para Advokat setelah disumpah baik yang baru maupun yang lama oleh Pengadilan Tinggi setempat, berdasarkan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, kemudian diangkat oleh KKAI sesuai Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Advokat, setelah pengangkatan setiap Advokat diwajibkan memilih sebagai anggota dari salah satu dari organisasi profesi Advokat masing-masing, berdasarkan pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Advokat jo Pasal 22 ayat (2) Ketentuan Kode Etik Advokat Indonesia. KKAI mewakili organisasi-organisasi profesi Advokat yang merupakan Induk dari Organisasi Profesi Advokat baik tingkat Pusat maupun tingkat Daerah dengan kewenangan membentuk:

  • Kepengurusan KKAI tingkat Nasional dan tingkat Daerah/wilayah.
  • Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KKAI.
  • Dewan Kehormatan bersama, diluar struktur organisasi KKAI.
  • Komisi Pengawasan, di dalam struktur organisasi KKAI.

KKAI menyelenggaran musyawarah bersama untuk mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, mengangkat kepengurusan KKAI tingkat Pusat, membentuk Badan disebut Dewan Kehormatan Bersama bersama kepengurusan tingkat Pusat dan Daerah diatur dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Advokat jo Padal 22 ayat (4) ketentuan kode etik Advokat, membentuk Komisi Pengawasan bersama kepengurusan tingkat Pusat dan Daerah diatur dalam pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Advokat. Kedua badan yaitu Dewan Kehormatan bersama dan Komisi Pengawasan, merupakan wadah tunggal yang dapat menjalankan fungsinya diatur dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Advokat berbunyi: "Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan Kode Etik Advokat bagi para anggotanya". KKAI sampai saat ini belum dapat menyelesaikan tugas utamanya antara lain :

  • Membentuk Dewan Kehormatan Bersama.
  • Membentuk Komisi Pengawasan Advokat.

Kewenangan KKAI tersebut secara akrobatik hingga saat ini dalam rangka menjalankan fungsi, tugas dan kewenangannya telah dilaksanakan oleh Organisasi-Organisasi Profesi Advokat diluar sistem UU Advokat kenyataan tersebut dapat terjadi disebabkan kegagalan dalam memahami maksud dan tujuan dari pembentuk UU Advokat. Secara normatif-juridis telah diatur dengan jelas sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 22 ayat (3) Kode Etik Advokat. Dengan demikian jelas tidak ada tafsir hukum lainnya cukup tegas bahwa KKAI mewakili Organisasi Profesi Advokat dalam hubungan kepentingan Profesi Advokat dengan lembaga-lembaga Negara dan Pemerintah. Pembentuk UU Advokat Nomor 18 tahun 2003 secara cerdas dan akademis-intelektual telah menempatkan ketentuan muatan pasal dan ayat di dalam Kode Etik Advokat yang ditetapkan tanggal 23 Mei 2002 dimana ketentuan Kode Etik Advokat tersebut dimuat/diindos ke dalam pasal 33 Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun