Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Organisasi Profesi Advokat di Indonesia yang Memiliki Legal Standing Selaku Indonesian Bar Association

27 Agustus 2018   10:47 Diperbarui: 27 Agustus 2018   13:52 5709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog

Sudah 15 (lima belas) tahun yang lalu UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 diundangkan. pembentuk undang-undang dalam difinisinya telah merumuskan pengertian Advokat sebagai Penegak Hukum, sederajad, sejajar dengan Hakim, Jaksa, Polisi memiliki nomenklatur yang sama yaitu sama-sama dalam kapasitas dan kwalitas sebagai Penegak Hukum.Secara Idealita dengan lahirnya UU Advokat Para Penegak Hukum (Hakim-Jaksa-Polisi-Advokat) sebagai Catur Wangsa telah memiliki harkat-martabat-derajad yang sama.

Yang membedakan hanya satu hal Hakim sudah memiliki wadah organisasi tunggal yaitu Mahkamah Agung RI demikian juga Jaksa sudah memiliki wadah organisasi tunggal Kejaksaan Agung RI demikian juga Polisi sudah memiliki wadah organisasi tunggal Markas Besar Kepolisian RI. Advokat dimana wadah organisasi tunggalnya ?

Dalam perspektif itulah paper ini saya dedikasikan.Tentu saja dalam usia saya yang sudah 58 tahun memiliki tanggungjawab moral untuk menyuarakan mengingat faktor-faktor historis-sosiologis-juridis lebih-lebih dalam hidup dan kehidupan penulis telah memilih profesi officium nobille-advokat sebagai pilihan hidup yang mencintai profesi advokat nyaris lebih dari segalanya.

Tidak rela jika profesi advokat di Indonesia hanya dijadikan alat untuk kepentingan politik dalam spectrum yang luas.Advokat bagi penulis adalah profesi yang terhormat yang sangat sarat dengan etika dalam setiap ucapan dan tindakannya sehingga sangatlah tidak berlebihan jika penulis merindukan terwujudnya advokat-advokat yang berwatak dan bermental negarawan.

Advokat yang sangat mencintai negerinya, advokat yang peduli dengan penderitaan bangsa dan negaranya, advokat yang dalam hatinya selalu tertanam membela klien-kliennya dengan mengedepankan keadilan.

Untuk mewujudkan impian-impian tersebut kehadiran Organisasi Profesi Advokat Indonesia (Indonesian Bar Association) sangat siqnifikan untuk segera diwujudkan.

Organisasi Profesi Advokat Indonesia (Indonesian Bar Association).

Apakah setelah 18 tahun UU Advokat diundangkan Indonesia sudah memiliki Organisasi Profesi Advokat Indonesia (Indonesian Bar Association) ? ternyata belum memiliki yang ada justru sebaliknya telah menjamur tumbuh organisasi profesi advokat di Indonesia yang jumlahnya melebihi jumlah yang secara limitatif telah ditentukan oleh UU Advokat 8 (delapan) organisasi profesi advokat.

Setelah 18 tahun UU Advokat lahir jumlah organisasi advokat bertambah antara lain : PERADI,KAI,FERARI,dan lain-lainnya.Meskipun secara sepihak organisasi-organisasi profesi advokat yang lahir pasca lahirnya UU Advokat tersebut telah mengaku sebagai Organisasi Profesi Advokat Indonesia (Indonesian Bar Association), namun pengakuan tersebut sifatnya sepihak, claim dari masing-masing organisasi profesi advokat.

Dengan demikian secara actual-faktual-juridis-politis organisasi-organisasi profesi advokat yang lahir pasca lahirnya UU Advokat tidak memiliki legal standing sebagai Organisasi Profesi Advokat Indonesia (Indonesian Bar Association).

Historika Sebelum Lahirnya UU Advokat

Lahirnya UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 sebelumnya (historika) telah dimulai dari sejak terbentuknya atau lahirnya Komite Kerja Advokat Indonesia ("KKAI").

KKAI ditetapkan / didirikan pada tanggal 23 Mei tahun 2002. KKAI didirikan oleh 8 Organisasi Advokat antara lain : IKADIN; AAI; IPHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM; dan APSI. Keberadaan dari 8 Organisasi Profesi Advokat tersebut secara limitatif telah diakui atau disahkan oleh Undang-undang Advokat berdasarkan pada Pasal 33 sehingga secara Juridis formil (legalitas) KKAI itu sah dan berlaku sebagai Induk dari ke 8 organisasi profesi advokat Indonesia. 

Bahkan kewenangan KKAI telah ditegaskan secara normatif-juridis yaitu berdasarkan Pasal 22 ayat (3) Kode Etik Advokat Indonesia KKAI memiliki kewenangan dalam hubungan kepentingan profesi advokat dengan lembaga-lembaga negara dan Pemerintah yang telah dikuatkan atau disahkan dimuat pada pasal 33 Undang-undang Advokat No.18.Tahun 2003. 

Dengan lahirnya KKAI pada 23 mei 2002 yang kemudian berhasil mewujudkan lahirnya Kode Etik Advokat Indonesia ("KEAI") maka posisi KKAI dimata pemerintah (eksekutif) dan dimata Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif) sangat kuat hal tersebut disebabkan dalam kedudukannya selaku organisasi Induk dari kedelapan organisasi profesi advokat dalam kenyataannya sebelum lahirnya UU Advokat tahun 2003 KKAI dalam prakteknya (law in action) telah berperan-bertindak selaku Organisasi Profesi Advokat Indonesia (Indonesian Bar Association). 

KKAI sebelum lahirnya UU Advokat sudah memiliki legal standing sebagai Badan dan / atau Lembaga Negara sebagai organisasi tunggalnya untuk para advokat sebagaimana Mahkamah Agung RI sebagai organisasi tunggalnya para hakim, demikian juga Kejaksaan Agung RI sebagai organisasi tunggalnya para Jaksa dan Mabes Polri sebagai organisasi tunggalnya para polisi.

Historika sebelum lahirnya KKAI

Sebelum KKAI lahir pada 23 mei tahun 2002, sebelumnya para pimpinan organisasi profesi advokat telah membentuk wadah dari beberapa organisasi profesi advokat yang diberi nama Forum Advokat Indonesia ("FAI").Kelahiran FAI telah di-inisiasi oleh 3 (tiga) organisasi profesi advokat antara lain oleh IKADIN, AAI, dan IPHI.

FAI tidak berlangsung lama selanjutnya forum tersebut dibubarkan oleh IKADIN pada masa kepemimpinan Almarhum H. Sudjono,SH, Bahkan pembubarannya telah diumumkan melalui Harian Kompas.

FAI dibubarkan berdasarkan pertimbangan dianggap sudah tidak aspiratif mengingat secara factual-aktual telah lahir beberapa organisasi profesi advokat baru sehingga untuk alasan kebersamaan perlu memasukkan organisasi profesi advokat yang baru sebagai anggota (member).

Dengan masuknya organisasi profesi advokat yang baru antara lain HAPI, SPI, AKHI, HKHPM maka terdapat 7(tuju) organisasi profesi advokat yang sepakat bergabung dalam satu wadah, maka FAI dibubarkan dan "Membentuk" forum yang disebut Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI ). 

KKAI adalah sebagai wujud nyata persatuan dan kesatuan dari semua Advokat atau Pengacara, Konsultan hokum, Penasihat hokum dan Pasar Modal. Tujuan atau cita-cita dibentuknya KKAI adalah dalam kerangka menjalankan profesi Advokat Indonesia dalam menyongsong satu organisasi profesi Advokat Indonesia (Indonesian Bar Association).

Historika Setelah Lahirnya KKAI

Dengan bergabungnya ke 7 (tujuh ) organisasi profesi Advokat Indonesia tersebut ke dalam KKAI, maka FKAI telah berubah nama menjadi KKAI sehingga KKAI adalah satu-satunya forum organisasi profesi Advokat Indonesia yang ditanda tangani bersama oleh 7 (tuju ) organisasi profesi Advokat tersebut pada tanggal 11 Februari tahun 2002.

Setelah KKAI lahir dan memiliki legal standing sebagai Induk Wadah dari Organisasi Profesi Advokat Indonesia pada akhirnya diakui keberadaannya oleh Pemerintah dalam hal ini oleh Mahkamah Agung RI.

Sebagai bentuk pengakuan dari MARI dalam pelaksanaannya Kemudian diadakan kerjasama antara KKAI dengan Mahkamah Agung RI berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung Nomor : KMA/44/III/2002 tentang Pembentukan Panitia Bersama Ujian Pengacara Praktek tahun 2002. Setelah KKAI dan MARI berhasil menjalankan kerjasama untuk yang pertama kali dalam bidang ujian advokat. 

Dalam rangka memperkuat kelembagaannya untuk selanjutnya KKAI berhasil merumuskan dan menyepakati bersama lahirnya Kode Etik Advokat Indonesia ("KEAI") yang telah ditetapkan pada tanggal 23 Mei tahun 2002.

KEAI tersebut untuk selanjutnya dimasukan ke dalam Rancangan Undang-Undang Advokat yang diusulkan oleh organisasi profesi Advokat dalam naungan KKAI.

Secara hukum keberadaan KEAI telah memiliki derajad sejajar dengan UU mengingat seluruh isi dari norma-norma yang tertuang dalam KEAI secara mutatis mutandis telah disahkan dan diakui keberlakuannya oleh UU Advokat.

Legal Standing KKAI Sebagai Lembaga Negara

Di dalam upaya pembentukan Undang-Undang Advokat salah satu konsiderans pertimbangannya adalah bahwa Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakan hukum, kebenaran, keadilan dan hak asasi manusia. 

Gagasan membentuk wadah organisasi profesi Advokat munculnya nama Komite Kerja Advokat Indonesia disebut sebagai organisasi profesi Advokat disingkat KKAI berasal dari ke 7 ( tujuh ) organisasi profesi Advokat setelah diberlakukannya Undang-Undang Advokat, dimuat di dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat berbunyi :

"Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini".

Ketentuan tersebut diatas, perlu kita memperhatikan bahwa organisasi profesi Advokat tenyata telah didirikan dan diatur di dalam pasal - pasal selanjutnya, termasuk pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat, di dalam pasal tersebut, hanya terdapat 8 (delapan) organisasi profesi Advokat antara lain : IKADIN; AAI; IPHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM; dan APSI; ke 8 ( delapan ) organisasi tersebut, memiliki peranan yang sangatlah penting, sebab masing-masing memiliki anggota Advokat sesuai dengan petunjuk pasal 30 ayat (2) berbunyi :

"Setiap Advokat yang diangkat berdasarkan Undang-Undang ini wajib menjadi anggota Advokat".

Ditindak lanjuti dengan ketentuan kode etik Advokat Indonesia pasal 22 ayat (2) berbunyi : "Setiap Advokat wajib menjadi Anggota dari salah satu organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini", yang dimaksud dalam pasal ini adalah ke 8 (delapan ) organisasi profesi Advokat adalah organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkat kualitas profesi Advokat.

Sebagaimana diatur di dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat, ketentuan ini terdapat kalimat dibentuknya organisasi profesi Advokat merupakan satu-satunya wadah, bukan wadah tunggal adalah "Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) mewakili organisasi-oranisasi profesi tersebut dalam ayat (1) pasal ini sesuai dengan Pernyataan Bersama tertangal ll Februari 2002 dalam hubungan kepentingan profesi Advokat dengan lembaga-lembaga Negara dan Pemerintah", Ketentuan ini dimuat di dalam kode etik Advokat Indonesia pasal 22 ayat (3), dengan memperhatikan isi surat Pernyataan Bersama ke 7 ( tujuh ) organisaasi profesi Advokat berbunyi: "Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) adalah satu-satunya forum organisasi profesi Advokat".

Dari Perspektif Hukum Tata Negara keberadaan KKAI sebagai forumnya organisasi profesi advokat Indonesia yang telah lahir tahun 2002 sebelum lahirnya UU Advokat 2003 serta telah diakui keberadaannya (sah dan legitimate) oleh UU Advokat dan mendapatkan pengakuan secara resmi dari Mahkamah Agung RI (recoqnation) telah membuktikan bahwa genus dari KKAI adalah masuk ranah hukum publik, bukan genus ranah hukum privat sehingga legal standingnya sebagai Badab/Lembaga Negara tidak dapat terbantahkan.

KKAI Sebagai Subordinate Sistem Peradilan

KKAI merupakan subordinasi dari system peradilan Indonesia, hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari campur tangan dan pengaruh dari luar, maka diperlukan kehadiran organisasi profesi Advokat KKAI. 

KKAI adalah organisasi profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakan hukum kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia, perlu dijamin dan dilindungi oleh Konstitusi demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum.

Dalam kerangka mewujudkan keberadaan KKAI sebagai subordinasi dari system peradilan maka UU Advokat menetapkan keberadaan organisasi profesi advokat secara limitatif (pembatasan secara limitatif) dengan menetapkan ke 8 (delapan) organisasi profesi Advokat sebagai organisasi profesi advokat yang benaung dalam satu wadah KKAI.

Pembatasan secara limitatif oleh pembentuk UU adalah dalam rangka perlindungan terhadap profesi advokat sebagai penegak hukum. Sebagai penegak hukum advokat sangatlah tidak rasional (irasional) jika bernaung dibawah organisasi profesi advokat yang jumlahnya tanpa batas (unlimited). 

Pembatasan jumlah organisasi profesi advokat yang ditetapkan oleh pembentuk UU tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pembatasan tersebut telah dilindungi oleh konstitusi yang diatur di dalam pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 yang secara tektual berbunyi sebagai berikut, " Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan keteriban umum dalam suatu masyarakat demokratis".

Ketentuan secara Konstitusi sebagaimana tersebut diatas, merupakan bentuk dari perintah UUD 1945 sebagai aturan hukum tertinggi yang wajib ditaati untuk dilaksanakan baik perorangan, kelompok, hukum privat, badan hukum, lembaga-lembaga Negara dan Pemerintah. 

Dengan demikian adanya pengakuan dari pembentuk UU (legislatif) dan pengakuan dari Mahkamah Agung RI (yudikatif) terhadap KKAI Sebagai Subordinate Sistem Peradilan Indonesia merupakan fakta historis-sosiologis-juridis yang tidak terbantahkan.

KKAI mewakili organisasi-organisasi profesi Advokat

ke 8 organisasi profesi advokat pembentuk KKAI adalah anggota tetap KKAI (permanent member) memiliki hak istimewa (hak prerogatif) dalam rangka menentukan langkah-langkah kebijakan (regulator) di KKAI dalam rangka menjalankan perintah pembentuk UU Advokat.

Yang memiliki kapasitas dan kwalitas selaku regulator untuk para advokat di Indonesia adalah KKAI.Anggota tetap KKAI dan anggota tidak tetap (non permanent member) dapat menjalankan kebijakan KKAI sebagai Markas Besar Advokat RI. Anggota tidak tetap KKAI seperti misalnya organisasi profesi advokat ("OA") lainnya PERADI, KAI, FERARI dan yang lain-lainnya dapat ditetapkan sebagai anggota tetap KKAI dalam rapat musyawarah-mufakat yang diselenggarakan oleh KKAI.

Jika dalam kenyataan dilapangan terdapat OA yang bermasalah atau terpecah secara hukum tidak masalah yang penting jika OA yang bermasalah nomenklatur nama OA masih satu maka hak suaranya (vote) tetap memiliki 1(satu) suara.Misalnya OA yang sama pecah menjadi 2 (dua) maka hak suaranya dibagi 2 (1:2=1/2) dan seterusnya.

OA anggota KKAI selaku organisasi profesi Advokat wajib memiliki perangkat organisasi mulai dari tingkat Pusat yang bersifat Nasional dan tingkat Daerah yang meliputi wilayah propinsi diseluruh Indonesia, tingkat Pusat dikenal dengan Pimpinan Pusat, sedangkan tingkat Daerah dikenal dengan Pimpinan Daerah/Perwakilan Daerah.

Demikian juga KKAI sebagai organisasi profesi Advokat yang dapat mewakili organisasi-organisasi profesi Advokat disebut wajib memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang mengatur :

"Ketentuan mengenai susunan organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga".

Ketentuan tersebut diatas diatur dalam pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat, hal ini menunjukan para Advokat setelah disumpah baik yang baru maupun yang lama oleh Pengadilan Tinggi setempat, berdasarkan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat, kemudian diangkat oleh KKAI sesuai pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Advokat, setelah pengangkatan setiap Advokat diwajibkan memilih sebagai anggota dari salah satu dari organisasi profesi Advokat masing-rnasing, berdasarkan pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Advokat, jo. pasal 22 ayat (2) Ketentuan Kode Etik Advokat Indonesia.KKAI mewakili organisasi- organisasi profesi Advokat yang merupakan Induk dari organisasi profesi Advokat baik tingkat Pusat maupun tingkat Daerah dengan kewenangan membentuk :

a. Kepengurusan KKAI tingkat Nasional dan tingkat Daerah/wilayah.

b. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KKAI.

c. Dewan Kehormatan bersama, diluar struktur organisasi KKAI.

d. Komisi Pengawasan, di dalam struktur organisasi KKAI.

KKAI menyelenggaran Kongres bersama untuk mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, mengangkat kepengmusan KKAI tingkat Pusat, membentuk Badan disebut Dewan Kehormatan Bersama bersama kepengurusan tingkat Pusat dan Daerah diatur dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Advokat juncto ketentuan kode etik Advokat paal 22 ayat (4), membentuk Komisi Pengawasan bersama kepengurusan tingkat Pusat dan Daerah diatur dalam pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Advokat. Kedua badan yaitu Dewan Kehormatan bersama dan Komisi Pengawasan, mempakan wadah tunggal yang dapat menjalankan fungsinya diatur dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Advokat berbunyi : "Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan Kode Etik Advokat bagi para anggotanya". KKAI sampai saat ini belum dapat menyelesaikan tugas utamanya antara lain :

(a). Membentuk Dewan Kehormatan Bersama.

(b). Membentuk Komisi Pengawasan Advokat.

Kewenangan KKAI tersebut secara akrobatik hingga saat ini dalam rangka menjalankan fungsi, tugas dan kewenangannya telah dilaksanakan oleh organisasi-organisasi profesi advokat diluar sistem UU Advokat kenyataan tersebut dapat terjadi disebabkan kegagalan dalam memahami maksud dan tujuan dari pembentuk UU Advokat.

Secara normatif-juridis telah diatur dengan jelas sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Kode Etik Advokat pasal 22 ayat (3).Dengan demikian jelas tidak ada tafsir hukum lainnya cukup tegas bahwa KKAI mewakili organisasi profesi Advokat dalam hubungan kepentingan profesi Advokat dengan lembaga-lembaga Negara dan Pemerintah. 

Pembentuk UU Advokat Nomor 18 tahun 2003 secara cerdas dan akedemis-intelektual telah menempatkan ketentuan muatan pasal dan ayat di dalam Kode Etik Advokat yang ditetapkan tanggal 23 Mei 2002 dimana ketentuan Kode Etik Advokat tersebut dimuat/diindos ke dalam pasal 33 Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat.

Dengan demikian secara hukum keberadaan KKAI merupakan organisasi profesi Advokat yang memiliki fungsi regulator sebagai wadah dari OA sah berdasarkan ketentuan UU Advokat. 

Oleh karena itu menurut ketentuan pasal 34 Undang-Undang Advokat berbunyi: "Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru sebagai pelaksana Undang-Undang ini". 

Ketentuan tersebut telah menegaskan sebelum kepengurusan, tugas dan fungsi KKAI dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Advokat belum dapat diwujudkan,maka untuk sementara waktu pelaksanaan yang mengatur Advokat dilaksanakan oleh OA anggota tetap KKAI 8 (delapan) organisasi profesi Advokat dan OA anggota tidak tetap KKAI antara lain PERADI,KAI,FERARI dan OA yang lainnya.OA sebagai pelaksana Undang-Undang Advokat memiliki kewenangan antara lain menetapkan :

Menyelenggarakan Ujian Advokat.

Menyelenggarakan Pendidikan khusus Advokat.

Mengangkat Advokat.

Mengajukan sumpah Aglvokat melalui Pengadilan Tinggi setempat.

Menerbitkan Kartu Advokat.

Menetapkan Kantot Advokat sebagai pelaksana magang calon Advokat.

KKAI Sebagai Institusi Organisasi Profesi Advokat

KKAI merupakan Institusi organisasi profesi Advokat, dibentuk berdasarkan pasal 22 ayat (3) ketentuan Kode Etik Advokat dan didirikan berdasarkan pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor :18 tahun 2003, disahkan di dalam pasal 33 Undang-Undang Advokat dapat mewakili beberapa organisasi profesi Advokat seperti IKADIN; AAI; IPHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM; dan APSI; disebut sebagai lembaga negara atau badan negara. UUD 1945 telah mengatur adanya badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, hal tersebut secara tektual telah dirumuskan dalam rumusan pasal 24 ayat (3) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut :

"Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang".

KKAI merupakan badan lain berbentuk Konfederasi sebagai telah dibentuk berdasarkan Konstitusi yang dijabarkan di dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat sebagai peraturan pelaksana yang mengatur menganai Advokat diatur dalam pasal 34 Undang-Undang Advokat.

Dengan demikian sekali terbentuk KKAI sebagai lembaga negara mewakili organisasi profesi Advokat bertindak sebagai Induk organisasi profesi Advokat Indonesia. KKAI sebagai organ Negara diatur lebih lanjut di dalam pasal 38 ayat (1) berikut penjelasannya di dalam Undang- Undang Nomor: 48 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi :

"Yang dimaksud Badan-badan lain antara lain meliputi Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Repulik Indonesia, Advokat dan lembaga pemasyarakatan".Advokat adalah subyek hokum berupa manusia atau orang yang berprofesi memberi jasa bantuan hukum, tetapi Institusirya adalah KKAI selaku organisasi profesi Advokat yang mengangkat. Advokat diatur dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undng Nomor : 18 tahun 2003.

Dengan demikian secara hokum dapat disiskripsikan KKAI merupakan alat kelengkapan kekuasaan kehakiman yang sejajar dengan Mahkamah Agung RI. Terkait dengan keberadaan badan-badan negara atau lembaga-lembaga negara menurut pendapat Prof DR. Jemly Asshiddikqie dalam bukunya berjudul " Sengketa kewenangan lembaga" Penerbit Konstitusi Pers, tahun 2005 halaman 55,56 dan halaman 59 menyebutkan: "Bahwa ketentuan pasal 24 ayat (3) UUD 1945, juga membuka peluang akan adanya badan-badan lain yan fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang dapat dikategorikan pula sebagai lembaga negara yang dapat memiliki constitusional importance. Seperti halnya keberadaan Kejaksaan Agung dan KKAI, meskipun tidak secara eksplisit disebut dalam UUD 1945 dan terdapat lebih dari 28 buah lembaga negara yang disebut baik secara langsung maupun tidak langsung, dimana lembaga tersebut dapat dibedakan dalam tiga lapis :

Organ lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara.

Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja.

Organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah.

Ketiga organ negara tersebut, KKAI sebagai organisasi profesi Advokat termasuk dalam kategori organ lapis kedua yaitu lembaga negara saja; namun keberadaannya dalam sistim hukum di Indonesia sebagai negara hukum sangatlah penting dalam rangka penegakan hukum; dimana Kepolisian sebagai pejabat penyidik, Kejaksaan sebagai pejabat penuntut umum dan Advokat ( dalam hal ini KKAI ) sebagai pemberi jasa bantuan hukum diatur dalam pasal 1 ayat (1,2) Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat. 

Advokat selaku penegak hukum diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Advokat, karena Advokat dapat menerima pernohonan bantuan hukum dari para pencari keadilan yang tidak mampu, merupakan kewajiban berdasarkan pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Advokat untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentun Kode Etik Advokat pasal 9 huruf (a), sama-sama penting kedudukannya dalam sistim negara hukum.

Kewenangan Konstitusi yang diberikan kepada Advokat dalam bentuk Undang-Undang Advokat, ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung dengan mengeluarkan surat edaran nomor : KMA/445/VI/2003 Perihal pelaksanaan Undang-Undang Nomor : I8 tahun 2003 tentang Advokat. Surat tersebut ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tata Usaha Negara, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan,Tata Usaha Negara se- Indonesia tanggal 25 Juni 2003, dimana isi surat Mahkamah Agung tersebut, berbunyi : "Mahkamah Agung menyerahkan kewenangannya (levering) meliputi penerbitan Kartu Advokat oleh organisasi Advokat, perpindahan atau mutasi Advokat, wajib diberitahukan kepada Badan yang disebut organisasi profesi Advokat (dalam hal ini KKAI ),Untuk mengawasi dan mengangkat para Advokat sesuai Undang-Undang Advokat.

Penegasan dari Mahkamah Agung RI berdasarkan surat edaran nomor : KMA/445/VI/2003 Perihal pelaksanaan Undang-Undang Nomor : I8 tahun 2003 tentang Advokat merupakan pengakuan yang sempurna dari negara dan / atau pemerintah melalui Mahkamah Agung RI sebagai penegasan hokum tanpa tafsir yang menegaskan "setelah lahirnya UU Advokat tahun 2003 yang dimaksud dengan organisasi profesi advokat adalah KKAI ". 

Kewenangan Mahkamah Agung mengeluarkan surat edaran tersebut, secara nyata Mahkamah Agung mengakui (recoqnation) keberadaan KKAI merupakan badan yang memiliki kewenangan sebagai organ negara pelaksana Undang-Undang Advokat.

KKAI secara Konstitusi telah diberikan kewenangan oleh pasal 24 ayat (3) UUD 1945, meniliki hak dan kewenangan untuk berhubungan dengan lembaga --lembaga Negara dan Pemerintah, diatur dalam pasal 22 ayat (3) ketentuan Kode Etik Advokat Indonesia. Oleh karena itu KKAI sangat berperan dalam menjalankan roda organisasi profesi Advokat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas Advokat dimasa-masa kini dan mendatang.

Kesimpulan dan Penutup

Setelah 18 tahun UU Advokat lahir kita telah lalai meninggalkan KKAI sebagai wadah kita bernaung sebagai satu-satunya forum organisasi profesi Advokat perlu kita kembali ke KKAI dalam rangka mengemban tugas profesi mulia sebagai advokat (Officium Nobile). Masih ada kesempatan untuk berbuat lebih baik dengan jabatan profesi advokat dalam wadah bersama KKAI.

Semoga advokat Indonesia mampu mendarma baktikan profesinya untuk kepentingan bangsa dan negara serta dalam rangka mengangkat harkat dan derajat diri kita sebagai advokat yang senantiasa harus dan wajib berjuang untuk kepentingan keluarga.

Organisasi-Organisasi Profesi Advokat tidak perlu saling menghardik dan menyalahkan antara yang satu dan lainnya sebaiknya segera menyatu untuk bersatu untuk menyelamatkan keadaan profesi advokat yang semakin jauh dari cita-cita officium nobile.

Negara dan bangsa Indonesia yang beriodologi negara Pancasila sangat memerlukan kehadiran advokat yang negarawan dalam rangka memperjuangkan terwujutnya keadilan untuk rakyat Indonesia yang semakin lama akan semakin tersisihkan oleh arus global yang sulit terelakkan. 

Advokat sebagai the guardion of justice (penjaga keadilan) dalam forum KKAI akan mampu menyelamatkan bangsa Indonesia dari rongrongan baik yang datang dari dalam/luar negeri dalam berbagai modus operandinya yang merugikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Artikel lainnya :Opini Hardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun