Mohon tunggu...
Sugiharno
Sugiharno Mohon Tunggu... Penjahit - penjahit

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Integrasi Ilmu di Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di indonesia

11 Desember 2023   21:49 Diperbarui: 11 Desember 2023   22:29 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

INTEGRASI ILMU DI LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

 

PENDAHULUAN

Pendidikan Islam di Indonesia telah lama menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Namun, integrasi ilmu di lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia merupakan isu penting yang perlu mendapat perhatian. Integrasi ilmu ini melibatkan upaya untuk menggabungkan ilmu agama dengan ilmu umum guna menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan harmonis. Dalam konteks ini, lembaga pendidikan Islam terbagi menjadi dua tipe, yaitu lembaga pendidikan agama (pesantren dan madrasah) dan lembaga pendidikan umum (sekolah).

Tantangan utama dalam integrasi ilmu di lembaga pendidikan Islam meliputi dualisme ilmu, kemunduran ilmu pengetahuan, dan pengembangan keilmuan Islam. Upaya untuk mengatasi tantangan ini meliputi reorientasi pendekatan, pengembangan keilmuan Islam, dan koordinasi antara lembaga pendidikan. Dalam konteks integrasi ilmu di lembaga pendidikan Islam, penting untuk mempertimbangkan konteks lokal dan global serta mengembangkan pemikiran dan praktik yang sesuai dengan pandangan integralistik ilmu pengetahuan. Integrasi ilmu di lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia merupakan langkah penting dalam mempersiapkan generasi muda yang memiliki pemahaman yang komprehensif dan seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum.

Dari sudut pandang akademis, teori integrasi ilmu di lembaga pendidikan Islam juga didukung oleh penelitian yang menunjukkan pentingnya pengintegrasian ilmu agama dan ilmu umum dalam kurikulum pendidikan Islam. Hal ini bertujuan untuk menerapkan sistem pendidikan yang terpadu atau integratif baik dalam konsep maupun penerapannya dalam kurikulum pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan umum.

Dengan demikian, berbagai teori dan konsep tersebut memberikan landasan yang kuat untuk mendukung integrasi ilmu di lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia, serta menekankan pentingnya penggabungan ilmu agama dengan ilmu umum guna menciptakan sistem pendidikan yang komprehensif dan harmonis.

PEMBAHASAN

 

  • Integrasi Ilmu

Ada dua fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan Islam. Pertama, persamaannya adalah ajaran ilmu agama Islam yang merupakan teks normatif, terlepas dari perkembangan ilmu-ilmu sosial, ekonomi, hukum, humaniora, dan ilmu-ilmu agama (ilmu-ilmu agama) pada umumnya. Kedua, pendidikan ilmu-ilmu alam (iptek) "dipaksa" dipadukan dengan ilmu-ilmu agama Islam yang bersifat normatif dan tekstual dengan melampirkan ayat-ayat penemuan dan pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi, namun di luar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. teknologi. Ilmu Sosial dan Humaniora. Perbedaan semakin hari semakin meningkat seperti deret geometri terbalik, dan menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan bagi kehidupan di dalam maupun di luar umat beragama. Cara berpikir yang sepenuhnya dikotomis ini mengasingkan masyarakat dari nilai-nilai spiritual dan moral serta berujung pada pemahaman yang buruk terhadap etika sosial. Mereka terasing dari dirinya sendiri, terasing dari keluarga dan masyarakat sekitar, terasing dari lingkungan alam dan keanekaragaman hayati yang menopang kehidupan, serta terasing dari denyut kehidupan. Lingkungan sosial budaya sekitar.

Dalam dunia pendidikan, istilah "integrasi" sering digunakan untuk menggambarkan model atau metode pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa model pembelajaran sangat beragam, dan untuk mencapai standar kompetensi tertentu diperlukan penggabungan berbagai metode pembelajaran. Ada istilah "teori" dan "praktek" dalam pendidikan; keduanya digunakan untuk menggabungkan untuk mencapai tujuan optimal untuk mencapai kompetensi anak didik.

Dalam integrasi ilmu, ilmu yang akan digabungkan adalah yang diintegrasikan. Tentu saja, hal ini lebih kompleks karena keilmuan terdiri dari banyak elemen pengetahuan, dan elemennya lebih banyak dan lebih kompleks. Jika ilmu psikologi dan ilmu pendidikan digabungkan, maka pengetahuan tentang perkembangan anak sangat penting untuk memahami apa yang dipelajari anak-anak berdasarkan usia mereka agar pembelajaran efektif. Dengan demikian, setiap pendidik harus memahami ilmu psikologi perkembangan anak agar mereka dapat mengajar anak-anak mereka dengan baik dan tentunya dengan hasil yang baik.

Penyatuan antara ilmu agama Islam dan ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk mengembangkan peradaban Islam disebut integrasi ilmu. Islam selalu berinteraksi dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Ini berarti bahwa Islam selalu relevan dengan masalah yang muncul di setiap zaman. (Hanifah, 2018; Septiana, 2020)

Pandangan bahwa ada perbedaan antara ilmu agama dan ilmu umum adalah dasar dari islamisasi ilmu pengetahuan. Adanya perbedaan di bidang ontologi, epistemologi, dan aksiologi menyebabkan kedua ilmu tersebut tidak selaras satu sama lain. Ilmu agama Islam bersumber dari wahyu yang mutlak benar dengan sejumlah hukuman yang tidak boleh bertentangan dengan wahyu. Sebaliknya, ateisme, materialisme, sekulerisme, empirisme, rasionalisme, dan hedonisme adalah dasar ilmu pengetahuan modern. Hal ini menyebabkan perselisihan.

  • Integrasi Ilmu Di Pesantren, Madrasah, Sekolah Dan Perguruan Tinggi
  • Lembaga Pendidikan Pesantren

Pesantren memiliki peran yang sangat signifikan dalam membentuk perkembangan sistem pendidikan nasional. Secara historis, pesantren tidak hanya mencakup dimensi keIslaman, tetapi juga mencerminkan keaslian budaya Indonesia. A.Malik Fadjar bahkan menyatakan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam dengan karakter indigenous (pribumi), karena sudah ada sejak masa kekuasaan Hindu-Budha, dan Islam meneruskan serta mengislamkannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pondok pesantren telah melaksanakan konsep ini sejak lama. Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pondok pesantren tidak hanya mendidik para santrinya dalam aspek keagamaan, tetapi juga menekankan nilai-nilai hidup mandiri, kesederhanaan, dan kepedulian, sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad Saw.

(Nasaruddin Umar, 2014), dalam karyanya yang berjudul "Islam Fungsional", mengemukakan pandangannya tentang peran sistem pesantren dalam masyarakat. Menurutnya, pesantren memiliki pengaruh besar terutama di kalangan umat Islam di Pulau Jawa. Sosiologi pesantren dianggap sebagai elemen krusial yang memungkinkan integrasi antara paradigma agama dan budaya. Dengan demikian, pesantren diibaratkan sebagai mata uang dengan dua sisi yang secara kritis berperan dalam pembinaan masyarakat.

Pertama-tama, kita perlu memahami esensi dari pesantren itu sendiri. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan identitas umat Islam di Indonesia. Pesantren bukan hanya tempat pembelajaran agama semata, tetapi juga menjadi pusat pengembangan spiritual, moral, dan sosial. Dengan didasarkan pada ajaran Islam, pesantren berusaha mencetak generasi yang memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual.

Meskipun sering dianggap menerapkan sistem pendidikan 'klasik', pesantren tidak tertinggal dalam menghadapi perkembangan zaman modern. Banyak pondok pesantren saat ini berupaya untuk menggabungkan ilmu dunia dan akhirat dalam kurikulum pendidikan mereka. Mereka menyadari bahwa ilmu yang diperlukan tidak hanya terbatas pada aspek keagamaan, melainkan juga mencakup pemahaman terhadap ilmu pengetahuan umum. Inilah salah satu bentuk adaptasi pesantren terhadap tuntutan zaman yang semakin kompleks.

Pendidikan di pesantren tidak hanya berkutat pada pembelajaran kitab-kitab klasik dan hafalan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Pesantren modern memasukkan mata pelajaran umum seperti matematika, ilmu pengetahuan, bahasa, dan sosial dalam kurikulumnya. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan santri tidak hanya menjadi ulama yang memahami agama tetapi juga memiliki pengetahuan yang luas tentang dunia sekitarnya. Pendekatan ini memungkinkan pesantren untuk tetap relevan dalam menghadapi tantangan zaman dan menjembatani kesenjangan antara keilmuan agama dan pengetahuan umum.

Keberhasilan pesantren dalam menggabungkan ilmu dunia dan akhirat dapat dilihat dari prestasi santri-santri mereka. Banyak lulusan pesantren yang mampu berkiprah di berbagai bidang, baik dalam dunia pendidikan, kesehatan, bisnis, maupun politik. Mereka tidak hanya menjadi tokoh agama yang dihormati, tetapi juga menjadi motor penggerak pembangunan dan perubahan positif dalam masyarakat.

Namun, tantangan yang dihadapi pesantren tidak dapat diabaikan. Globalisasi dan arus informasi yang semakin cepat menjadi ujian bagi pesantren untuk tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional sambil tetap relevan dalam menyikapi dinamika zaman. Pesantren perlu bijak dalam memilih pendekatan agar tidak terasingkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Salah satu konsep yang diusung oleh Nasaruddin Umar dalam "Islam Fungsional" adalah konsep Islam sebagai agama fungsional. Artinya, Islam tidak hanya berperan sebagai ajaran keagamaan semata, melainkan juga memiliki peran dalam mengatasi berbagai masalah sosial dan ekonomi. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam diharapkan mampu menjalankan peran fungsional ini dengan membentuk generasi yang tidak hanya saleh dalam ibadah tetapi juga cerdas dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks ini, pesantren juga diharapkan dapat menjadi pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Pesantren dapat menjadi tempat inovasi dan pemikiran kritis yang mampu memberikan kontribusi positif bagi kemajuan masyarakat dan bangsa. Dengan demikian, pesantren tidak hanya menjadi tempat pembelajaran tetapi juga menjadi pusat intelektualitas yang mampu bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.

Secara keseluruhan, pesantren memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan identitas umat Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Dengan pendekatan yang bijak terhadap perkembangan zaman, pesantren mampu menggabungkan ilmu dunia dan akhirat sehingga santrinya tidak hanya menjadi ulama yang menguasai ilmu agama tetapi juga memiliki wawasan luas terhadap dunia modern. Sejalan dengan konsep Islam fungsional, pesantren diharapkan dapat menjadi lembaga yang tidak hanya mencetak generasi yang saleh ibadah tetapi juga berdaya saing dalam menghadapi tantangan global.

Sistem pendidikan pesantren memiliki perbedaan mendasar dengan sistem pendidikan umum. Meski bersumber dari ajaran Islam, perbedaan terletak pada aspek filosofis dalam memahami dan menerapkan ajaran Islam sesuai dengan konteks budaya sekitarnya. Tiap pesantren memiliki ciri khasnya sendiri, dipengaruhi oleh bidang studi yang ditekuni dan gaya kepemimpinan kyai yang memimpin.

Pada awalnya, pesantren lebih merupakan pusat kegiatan tarekat. Namun, seiring waktu, pesantren mengalami transformasi menjadi lembaga pendidikan Islam dengan ciri khas Indonesia. Pendirian masjid oleh para ulama di pesantren, pengajaran agama Islam, dan penyebaran ilmu pengetahuan agama melalui kitab-kitab, menyumbang pada evolusi ini.

Ki Hajar Dewantara bahkan menyatakan bahwa pondok pesantren adalah dasar pendidikan nasional yang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Sistem pendidikan pesantren terdiri dari unsur-unsur dan nilai-nilai yang saling terkait, dan kualitasnya bergantung pada kualitas para pengasuhnya serta interaksi antarunsurnya.

Saat ini, pesantren menghadapi tantangan antara "identitas dan keterbukaan." Sementara harus mempertahankan identitasnya, pesantren juga perlu bekerja sama dengan sistem-sistem lain di luar dirinya. Tantangan ini tidak hanya dihadapi oleh kyai, tetapi juga oleh ustadz, santri, dan orang tua santri.

Perubahan dalam bentuk, sifat, dan fungsi pesantren terlihat melalui:

  • Peningkatan fokus sebagai lembaga pendidikan sosial dan penyiaran agama.
  • Peningkatan peran pendidikan yang semakin menonjol, menuju profesionalisme.
  • Diversifikasi jenis pendidikan formal dalam pesantren, yang semakin terintegrasi dengan sistem pendidikan nasional.

Dalam konteks global perkembangan pendidikan, pesantren dihadapkan pada pergeseran menuju sifat yang lebih massif, standar, dan rasional. Pendidikan keilmuan akan semakin mendominasi, termasuk ilmu agama. Pentingnya nilai-nilai dan kearifan yang sulit diajarkan melalui pendidikan formal, menunjukkan peran pesantren sebagai penyelenggara pendidikan non formal yang mengintegrasikan nilai-nilai kehidupan sehari-hari.

Dengan adopsi sistem madrasah dan kurikulum 30% agama dan 70% umum, pesantren diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu mengembangkan keahliannya sambil tetap berlandaskan iman dan taqwa kepada Allah SWT.

  • Lembaga Pendidikan Madrasah

Madrasah, sebagai bagian integral dari sistem pendidikan dasar formal dengan orientasi keagamaan, memiliki peran yang signifikan dalam membentuk karakter dan identitas umat Islam. Dalam perkembangannya, madrasah tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, tetapi juga sebagai entitas yang menggabungkan elemen-elemen pendidikan pesantren dan sekolah. Kurikulum madrasah dirancang untuk menyatukan aspek agama dan pengetahuan umum, dengan Madrasah Ibtidaiyah berperan sebagai jembatan antara sistem tradisional dan modern.

Madrasah Ibtidaiyah, atau yang dikenal sebagai madrasah tingkat dasar, memiliki peran penting dalam mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan ilmu pengetahuan umum. Melalui pendekatan ini, madrasah berusaha mempertahankan nilai-nilai lama yang masih relevan dalam konteks kehidupan umat Islam, sambil juga mengadopsi perkembangan ilmu, teknologi, dan ekonomi yang bermanfaat bagi perkembangan umat Islam secara keseluruhan.

Salah satu ciri utama madrasah adalah keberpihakan pada pendidikan berbasis agama Islam. Kurikulum madrasah mencakup pembelajaran Al-Qur'an, hadits, fiqh, aqidah, dan sebagainya. Namun, berbeda dengan pendekatan pesantren yang lebih terfokus pada aspek agama, madrasah juga memberikan perhatian pada mata pelajaran umum seperti matematika, ilmu pengetahuan, bahasa, dan sejarah. Dengan demikian, madrasah menciptakan kesinambungan antara keilmuan agama dan keilmuan umum.

Misi madrasah sebagai lembaga pendidikan tidak hanya terbatas pada penyampaian materi pelajaran, tetapi juga mencakup aspek pembentukan karakter dan moral siswa. Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD RI Tahun 1945 pasal 31 ayat (3), misi madrasah adalah mencerdaskan dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan dalam kehidupan berbangsa. Dengan demikian, madrasah diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki moralitas dan ketakwaan yang tinggi.

Madrasah, yang kini terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional sesuai dengan konstitusi UUD 1945 dan UU Sisdiknas, menjalankan misi integrasi keilmuan. Dalam pelaksanaannya, madrasah sebagai satuan pendidikan formal menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dengan ciri kekhasan agama Islam. Integrasi keilmuan ini mencakup berbagai jenjang pendidikan, mulai dari anak usia dini hingga pendidikan menengah.

Anak usia dini di madrasah diperkenalkan dengan nilai-nilai agama Islam dan pendidikan karakter sejak dini. Pendidikan keagamaan dilakukan secara ringan dan menyenangkan, sambil mengembangkan keterampilan motorik anak. Dengan demikian, madrasah berperan dalam membentuk dasar-dasar keagamaan dan moralitas sejak usia dini.

Pada tingkat pendidikan dasar, Madrasah Ibtidaiyah, madrasah tetap mengutamakan pembelajaran agama Islam sambil memberikan porsi yang cukup untuk mata pelajaran umum. Siswa diajarkan untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pembinaan karakter dan moral terus dilakukan untuk membentuk pribadi yang bertanggung jawab, jujur, dan memiliki sikap toleransi terhadap perbedaan.

Pendidikan menengah di madrasah, yang mencakup Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah, menawarkan kurikulum yang lebih beragam. Siswa diberikan pengetahuan mendalam tentang ajaran agama Islam, disertai dengan mata pelajaran umum yang lebih kompleks. Madrasah pada tingkat ini juga memberikan fokus pada pengembangan keterampilan kejuruan yang dapat mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau terjun langsung ke dunia kerja.

Integrasi keilmuan di madrasah bukan hanya terbatas pada kurikulum akademis, tetapi juga melibatkan pengembangan ekstrakurikuler dan kegiatan pembelajaran praktis. Siswa didorong untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang mengembangkan bakat dan minat mereka, sekaligus memperdalam pemahaman agama dan moralitas. Kegiatan praktis, seperti keterlibatan dalam pelayanan masyarakat dan proyek sosial, menjadi bagian integral dari upaya madrasah untuk menghasilkan generasi yang berkontribusi positif pada masyarakat.

Dalam konteks globalisasi dan perkembangan teknologi, madrasah juga ditantang untuk tetap relevan dan kompetitif. Pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran menjadi salah satu upaya madrasah untuk memenuhi tuntutan zaman. Penggunaan media digital, pembelajaran online, dan sumber daya pendidikan elektronik menjadi bagian integral dari strategi madrasah dalam menghadapi era digital.

Dengan demikian, madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam modern memiliki peran yang kompleks dan penting dalam membentuk karakter, moralitas, dan keilmuan umat Islam di Indonesia. Melalui integrasi keilmuan, madrasah menjadi wahana untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga penuh dengan nilai-nilai keagamaan, moralitas, dan keterampilan kejuruan yang dapat memberikan kontribusi positif pada masyarakat dan bangsa.

Ilmu yang diintegrasikan dalam madrasah dibedakan menjadi dua kategori besar, yaitu ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu pengetahuan umum. Ilmu-ilmu agama mencakup Alquran, Hadis, Fikih, Aqidah, Akhlak, Sejarah, Kebudayaan Islam, dan bahasa Arab. Sementara ilmu pengetahuan umum mencakup ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu budaya.

Misi integrasi keilmuan dilaksanakan melalui pendidikan formal mulai dari Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah. Seluruh guru madrasah berperan bersama dalam membimbing siswa agar mengenal Penciptanya, beriman kepada-Nya, dan memahami manusia dan alam sebagai ciptaan Allah Swt. Guru-guru madrasah berusaha menghubungkan antara ajaran agama Islam dengan sains, menjelaskan dalil agama dan hikmahnya.

Pelatihan, diskusi rutin antar guru madrasah, dan pengembangan bahan bacaan oleh pakar merupakan langkah-langkah yang diambil untuk meningkatkan kompetensi guru dalam misi integrasi keilmuan. Program Madrasah Aliyah Unggulan, yang terdiri dari Madrasah Akademik, Madrasah Keterampilan, dan Madrasah Keagamaan, menunjukkan komitmen Kementerian Agama untuk terus mengembangkan madrasah sesuai dengan tuntutan zaman, sambil tetap menjaga integritas nilai-nilai keagamaan.

  • Lembaga Pendidikan Sekolah 

Sekolah Islam Terpadu merupakan fenomena baru dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Meskipun relatif baru, sekolah ini telah menunjukkan eksistensi yang kuat dan menjadi tren di kalangan masyarakat Muslim, terutama di perkotaan, meskipun dengan biaya yang cukup tinggi. Menurut Suyatno (2015), dalam waktu singkat, jumlah Sekolah Islam Terpadu di seluruh Indonesia telah mencapai sekitar 10.000 sekolah.

Konsep Sekolah Islam Terpadu mencakup integrasi dua bentuk pendidikan yang sebelumnya dipisahkan, yaitu pendidikan Islam dan pendidikan umum. Kurikulum sekolah ini dirancang untuk membina karakter atau akhlakul karimah siswa, serta mengembangkan kompetensi dan keterampilan mereka. Konsep ini sejalan dengan gagasan para pemikir Islam yang menginginkan pendidikan manusia secara utuh, tanpa pemisahan antara kebutuhan akal, jiwa, qolbu, dan jasad.

Sekolah Islam Terpadu berusaha mengoptimalkan potensi manusia secara menyeluruh, menghindari pemisahan antara ilmu-ilmu aqliyah dan ilmu-ilmu agama. Dalam konsep ini, ilmu pengetahuan diartikan secara integral, saling bersinergi, dan tidak terpisah-pisah. Pendidikan Islam terpadu bertujuan menyelenggarakan pendidikan manusia secara utuh, mengajarkan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah dan pemakmur bumi.

Dalam upayanya, Sekolah Islam Terpadu menghadapi tantangan untuk melawan pemahaman sekuler, dikotomi, dan juz'iyah. Integrasi Islam dan ilmu pengetahuan diimplementasikan melalui kurikulum, metode pembelajaran, dan keterlibatan aktif lingkungan belajar, termasuk sekolah, rumah, dan masyarakat. Sekolah ini juga menginternalisasi nilai-nilai Islam ke dalam mata pelajaran dan berusaha menjaga konsistensi dalam menjalankan prinsip-prinsip keislaman.

Sekolah Islam Terpadu bertujuan untuk menjadi sekolah yang tidak hanya menyelenggarakan pendidikan Islam berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah, tetapi juga membawa konsep Islamisasi dalam kurikulum dan silabusnya. Islamisasi sains diaplikasikan melalui penanaman nilai-nilai Islam dalam materi, internalisasi konsep Islam ke dalam disiplin ilmu, dan bersikap objektif terhadap ilmu pengetahuan modern yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Secara umum, Sekolah Islam Terpadu adalah sekolah Islam yang menyelenggarakan pendidikan dengan mengintegrasikan nilai dan ajaran Islam dalam kurikulum, dengan pendekatan pembelajaran efektif dan melibatkan secara optimal guru, orang tua, dan masyarakat. Konsep ini mencerminkan semangat untuk mengembangkan pendidikan Islam yang utuh, komprehensif, dan konsisten dengan nilai-nilai Islam dalam menghadapi tuntutan zaman.

  • Lembaga Perguruan Tinggi

Dalam konteks perguruan tinggi keagamaan di Indonesia, implementasi integrasi ilmu telah diatur secara jelas melalui Keputusan Jenderal Pendidikan Islam nomor 2498 tahun 2019. Pedoman ini menjadi landasan bagi berbagai aktivitas di lingkungan perguruan tinggi Islam, termasuk dalam hal pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Adanya regulasi ini memberikan arah dan kebijakan yang tegas terkait konsep integrasi ilmu dalam dunia pendidikan tinggi Islam.

Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia meliputi berbagai jenis lembaga, seperti Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI), Institut Agama Islam (IAI), Universitas Islam, Fakultas Agama Islam (FAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) Swasta, dan Ma'had Aly. Struktur ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 2015 tentang Ma'had Aly. STAI, sebagai salah satu bentuk PTKI, memiliki dua atau tiga program studi yang terkait dengan studi agama, seperti Pendidikan Islam dan Hukum Islam. Lebih lanjut, STAI juga bisa mengkhususkan diri pada program studi tertentu, seperti Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah. Program studi di STAI dapat berkembang menjadi fakultas di IAI, menciptakan struktur pendidikan tinggi yang lebih kompleks (Arraiyyah, 2019).

Integrasi ilmu di perguruan tinggi keagamaan Islam tidak hanya didorong oleh kebijakan internal, tetapi juga oleh pandangan bahwa umat Islam perlu menguasai ilmu-ilmu sains agar dapat bersaing di dunia kerja. Selain itu, integrasi ilmu dianggap sebagai sarana untuk membuka pandangan umat Islam terhadap berbagai ilmu pengetahuan. Melalui integrasi ilmu, diharapkan akan lahir alumni yang tidak hanya memiliki keahlian dalam bidang agama tetapi juga memahami dan menguasai berbagai disiplin ilmu lainnya.

Lebih jauh lagi, integrasi ilmu di perguruan tinggi keagamaan juga memiliki tujuan untuk menciptakan pemikir-pemikir Islam yang moderat. Dengan memadukan ilmu pengetahuan agama dan umum, diharapkan akan tercipta pemahaman yang lebih luas dan toleran terhadap perbedaan. Integrasi ilmu juga berperan dalam membentuk pemikiran moderasi dalam beragama, sehingga umat Islam dapat memahami dan menerima keberagaman dalam masyarakat.

Selain itu, pandangan ini sejalan dengan upaya menciptakan keterbukaan pandangan umat Islam terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan memahami dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang luas, umat Islam dapat mengambil peran yang lebih aktif dalam berbagai sektor pembangunan, ekonomi, dan sosial. Integrasi ilmu juga dianggap sebagai sarana untuk memecahkan stereotip dan prasangka yang terkadang muncul terhadap umat Islam dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pentingnya integrasi ilmu juga tercermin dalam berbagai kebijakan dan arah pengembangan di tingkat nasional. Misalnya, Pendidikan Tinggi Islam mengembangkan moderasi beragama melalui Agenda Riset Keagamaan Nasional (ARKAN) tahun 2018-2028, sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6994 Tahun 2018. Ini menunjukkan bahwa integrasi ilmu tidak hanya diimplementasikan di tingkat perguruan tinggi secara terisolasi, tetapi juga menjadi bagian dari visi pengembangan kebijakan pendidikan tinggi Islam secara nasional.

Dengan adanya regulasi dan dukungan dari pemerintah serta otoritas pendidikan Islam, perguruan tinggi keagamaan di Indonesia diharapkan dapat terus mengembangkan konsep integrasi ilmu. Hal ini tidak hanya untuk mempersiapkan alumni yang kompeten secara akademis dan profesional tetapi juga untuk membentuk pemikir-pemikir Islam yang memiliki pandangan terbuka dan toleran terhadap perbedaan. Integrasi ilmu di perguruan tinggi keagamaan tidak hanya menjadi tantangan, tetapi juga peluang untuk meningkatkan kontribusi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan dan perkembangan masyarakat secara keseluruhan.

  • Transformasi dari IAIN ke UIN mengharuskan adanya program studi umum. Fakultas yang baru dibentuk, misalnya Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Pembentukan fakultas disesuaikan dengan ketentuan pendirian universitas. Sejalan dengan status baru itu, beberapa fakultas mengalami perubahan nama, misalnya dari Fakultas Tarbiyah menjadi menjadi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Contoh lainnya adalah Fakultas Syariah menjadi Fakultas Syariah dan Hukum. Perubahan ini memberi peluang ke arah integrasi keilmuan (ilmu agama Islam dan ilmu umum) yang kokoh dan lebih luas. Perlu ditegaskan bahwa integrasi yang dimaksud bukan dalam arti Islamisasi ilmu pengetahuan seperti dikemukakan oleh sejumlah pakar (Zainal & Zulfiani, 2021).
  • Pengenalan mahasiswa program studi umum terhadap ilmu-ilmu agama Islam memang masih bersifat dasar. Dasar-dasar itu perlu dikembangkan dalam bentuk kegiatan belajar mandiri, mentoring, dan ekstra kurikuler. Selain mengenal dasar-dasar yang bersifat umum mahasiswa tersebut juga berkenalan dengan ayat-ayat Alquran dan Sunnah Nabawiyyah yang terkait dengan program studi yang digeluti oleh mahasiswa. Pengenalan ini dapat menjadi pendorong bagi mahasiswa untuk mencari penjelasan yang lebih luas dan dalam melalui kajian keilmuan tertentu. Sebagai misal, ayat-ayat tentang penciptaan manusia, anjuran menyusukan bayi bagi ibu, makanan halal dan baik (halal dan tayib) yang diajarkan pada mahasiswa program studi kedokteran umum akan memperluas cakrawala mereka tentang cakupan ajaran agama. Pengenalan ini bisa memberi motivasi kepada mereka untuk mengembangkan isyarat--isyarat dan pernyataan Alquran tentang objek dan hal tertentu yang menjadi garapan ilmu pengetahuan alam, sosial dan budaya (Kosim, 2018). Ketersediaan program studi agama dan umum di UIN memberi peluang bagi mahasiswa untuk ahli pada dua program studi, baik melalui jalur formal maupun informal. Belajar secara informal dapat dilakukan dengan menjadi mahasiswa pendengar. Mahasiswa program studi umum dapat mengambil inisiatif sendiri untuk menjadi mahasiswa pendengar pada mata kuliah tertentu di bidang agama. Tentu saja harapan ini harus di bawah persetujuan dosen dan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan (Arraiyyah, 2019)

Integrasi keilmuan antara sains dan agama menjadi salah satu tema sentral yang tengah digagas oleh para pemikir Muslim Indonesia. Tema ini mencuat karena adanya permasalahan yang cukup kuat terkait dengan adanya keyakinan dikotomi ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam. Dikotomi ini, yang menciptakan pemisahan antara ilmu pengetahuan di luar lingkaran Islam atau sains dengan ajaran agama, dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan umat Islam dalam menghadapi tantangan modernitas. Dalam konteks ini, dua kecenderungan populer muncul dalam memandang ilmu pengetahuan dalam tradisi Islam, yaitu kecenderungan terhadap islamisasi dan sekularisasi (Fathoni, 2005).

Kecenderungan islamisasi mencoba untuk memisahkan wilayah garapan akal dari hegemoni Barat. Pemikiran ini berusaha mengembalikan kedaulatan intelektual umat Islam dengan mengislamkan semua bidang ilmu pengetahuan. Sebaliknya, kecenderungan sekularisasi mengarah pada pemisahan garapan agama dari ranah ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan dianggap sebagai domain yang terpisah dari pengaruh agama, dan agama seharusnya tidak mencampuri ranah keilmuan.

Meskipun kedua kecenderungan ini memiliki prinsip dasar yang berbeda, keduanya berkontribusi pada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Dalam tradisi pemikiran keilmuan di kalangan umat Islam, dikotomi ini telah menjadi bagian integral dengan akar historis yang kuat dan panjang. Diskusi tentang integrasi ilmu dan agama muncul sejak lama, meskipun tidak selalu menggunakan istilah "integrasi" secara eksplisit. Di kalangan umat Muslim, pemahaman bahwa pada masa kejayaan intelektual dalam peradaban Islam, ilmu dan agama telah terintegrasi secara harmonis masih populer.

Penting untuk mencatat bahwa dalam pendidikan Islam klasik, terdapat pola posentrik integralistik yang mencerminkan integrasi ilmu dan agama. Model ini dipelopori oleh para ilmuwan rasional atau filsuf seperti Ibnu Sina, Ibnu Farabi, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Rusyd. Mereka mengembangkan pola pengembangan keilmuan agama yang spesifik, yang berhadapan dengan pola pengembangan ilmu pengetahuan yang lebih umum. Keseimbangan antara akal sehat dan wahyu, antara sains dan agama, merupakan landasan utama dalam pendidikan Islam klasik.

Dalam menghadapi konteks modernitas, pemikiran integrasi ilmu dan agama kembali muncul sebagai respons terhadap tantangan zaman. Umat Islam dihadapkan pada kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kompleks dan dinamis yang muncul dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Integrasi ilmu dan agama dianggap sebagai cara untuk memperkaya pemahaman Islam terhadap ilmu pengetahuan modern tanpa kehilangan identitas agama.

Permasalahan integrasi ilmu dan agama tidak hanya berkaitan dengan ranah akademis, tetapi juga memiliki dampak langsung pada kehidupan sehari-hari umat Islam. Penting untuk menyadari bahwa tantangan modernitas tidak hanya berasal dari perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga dari berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, integrasi ilmu dan agama diharapkan dapat memberikan panduan dan solusi bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai perubahan dan dinamika sosial.

Melalui pendekatan integratif, umat Islam diharapkan dapat mengembangkan pemikiran yang moderat, menggabungkan nilai-nilai agama dengan pengetahuan umum. Integrasi ilmu dan agama tidak hanya menjadi tanggung jawab perguruan tinggi keagamaan, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat umat Islam secara luas. Pendidikan, baik formal maupun informal, di rumah dan di masyarakat, dapat menjadi sarana utama dalam mendorong integrasi ilmu dan agama.

Dalam konteks Indonesia, langkah-langkah konkret telah diambil untuk menggagas integrasi ilmu dan agama. Keputusan Jenderal Pendidikan Islam nomor 2498 tahun 2019 tentang pedoman implementasi integrasi ilmu di perguruan tinggi keagamaan Islam merupakan langkah positif dalam mengarahkan aktivitas pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat agar dapat mengacu pada prinsip integrasi ilmu dan agama.

  • Sebagai kesimpulan, integrasi keilmuan antara sains dan agama menjadi perhatian sentral dalam upaya membawa umat Islam menuju pemahaman yang seimbang terhadap ilmu pengetahuan dan ajaran agama. Pemisahan yang terjadi dalam tradisi pemikiran keilmuan di kalangan umat Islam perlu diatasi melalui pendekatan integratif. Dengan memperkaya dan menggabungkan ilmu pengetahuan dan agama, umat Islam diharapkan dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam berbagai aspek kehidupan, menghadapi tantangan modernitas, dan menciptakan masyarakat yang moderat serta harmonis.
  •  

PENUTUP

  •  
  • Kesimpulan

Integrasi ilmu sudah menjadi suatu keharusan seiiring dengan pekembnagan ilmu pengethuan diberbagai bidang yang begitu pesat. Pentingnya menghadirkan integrasi ilmu guna melahirkan pemikir-pemikir Muslim yang berpikiran moderat dan juga gagasan-gagasan yang berbasis moderasi agama guna membangun sikap toleran terhadap berbagai perbedaan baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai didiplin ilmu perlu dikaji dan dibahas dalam kontek integrasi ilmu guna melahirkan wawasa yang luas terhadap ilmu agama dan sains.

Integrasi Ilmu Di Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia terbagi menjadi bebrapa diantara Integrasi Ilmu Di Bidang Pesantren, Integrasi Ilmu Di Bidang Madrasah, Integrasi Ilmu Di Bidang Sekolah Dan Integrasi Ilmu Di Bidang Perguruan Tinggi.

 

 

          DAFTAR PUSTAKA

A. Timur Djailani, Meningkatkan Mutu Pendidikan dan Pengembangan Perguruan Agama, Jakarta: Dermaga,

Alamsyah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Pendidikan Agama, Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 1992

Fathoni, M. . (2005). Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional: Paradigma Baru. Jakarta: Departemen Agama RI: Direktorat Kelembagaan Agama Islam

Haedar Nashir, 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya, Yogyakarta: Peresindo Multi

Ihsanudin, N., & Soleh, N. (2023). INTEGRASI SAINS DAN ISLAM PADA SEKOLAH ISLAM TERPADU DI INDONESIA. Al-Ihda': Jurnal Pendidikan dan Pemikiran, 18(1), 850-865.

JSIT Indonesia, Makna TERPADU pada SIT. https://jsitindonesia.com/samplepage/makna-terpadu-pada-sit/

Lip Yahya. 2023. Integrasi Ilmu di Pondok Pesantren. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2023 di https://jabar.nu.or.id/opini/integrasi-ilmu-di-pondok-pesantren-DjS1z

Lubis,Ahmad Sekolah Islam Terpadu dalam Sejarah Pendidikan di Indonesia, Jurnal penelitian Sejarah dan budaya, Vol. 4 no 2, 2018

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Jakarta Mizan 1995

Nasaruddin Umar. 2014. Islam Fungsional "Revitaslisasi & Reaktualisasi Nilai-Nilai Keislaman". PT ELEX Media Komputindo. Jakarta.

Nila, N., & Putro, K. Z. (2021). Karakteristik Dan Model Integrasi Ilmu Madrasah Ibtidaiyah.

Pratama, Y. A. (2019). Integrasi pendidikan madrasah dalam sistem pendidikan nasional (Studi kebijakan pendidikan madrasah di Indonesia). Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 10(1), 95-112.

Septiana, N. (2020) Kajian Terhadap Pemikiran Ismail Raji Alfaruqi Tentang Islamisasi Sains. Journal of Islamic Education (JIE)

Suyatno, S. (2013) Sekolah Islam Terpadu; Filsafat, Ideologi dan Tren Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam

Universitas Islam Indonesia. 2019. Integrasi Ilmu untuk Lahirkan Cendikiawan Muslim. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2023 di : https://www.uii.ac.id/integrasi-ilmu-untuk-lahirkan-cendikiawan-muslim/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun