Mohon tunggu...
Sugiharno
Sugiharno Mohon Tunggu... Penjahit - Wiraswasta

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Integrasi Ilmu di Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di indonesia

11 Desember 2023   21:49 Diperbarui: 11 Desember 2023   22:29 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih jauh lagi, integrasi ilmu di perguruan tinggi keagamaan juga memiliki tujuan untuk menciptakan pemikir-pemikir Islam yang moderat. Dengan memadukan ilmu pengetahuan agama dan umum, diharapkan akan tercipta pemahaman yang lebih luas dan toleran terhadap perbedaan. Integrasi ilmu juga berperan dalam membentuk pemikiran moderasi dalam beragama, sehingga umat Islam dapat memahami dan menerima keberagaman dalam masyarakat.

Selain itu, pandangan ini sejalan dengan upaya menciptakan keterbukaan pandangan umat Islam terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan memahami dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang luas, umat Islam dapat mengambil peran yang lebih aktif dalam berbagai sektor pembangunan, ekonomi, dan sosial. Integrasi ilmu juga dianggap sebagai sarana untuk memecahkan stereotip dan prasangka yang terkadang muncul terhadap umat Islam dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pentingnya integrasi ilmu juga tercermin dalam berbagai kebijakan dan arah pengembangan di tingkat nasional. Misalnya, Pendidikan Tinggi Islam mengembangkan moderasi beragama melalui Agenda Riset Keagamaan Nasional (ARKAN) tahun 2018-2028, sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6994 Tahun 2018. Ini menunjukkan bahwa integrasi ilmu tidak hanya diimplementasikan di tingkat perguruan tinggi secara terisolasi, tetapi juga menjadi bagian dari visi pengembangan kebijakan pendidikan tinggi Islam secara nasional.

Dengan adanya regulasi dan dukungan dari pemerintah serta otoritas pendidikan Islam, perguruan tinggi keagamaan di Indonesia diharapkan dapat terus mengembangkan konsep integrasi ilmu. Hal ini tidak hanya untuk mempersiapkan alumni yang kompeten secara akademis dan profesional tetapi juga untuk membentuk pemikir-pemikir Islam yang memiliki pandangan terbuka dan toleran terhadap perbedaan. Integrasi ilmu di perguruan tinggi keagamaan tidak hanya menjadi tantangan, tetapi juga peluang untuk meningkatkan kontribusi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan dan perkembangan masyarakat secara keseluruhan.

  • Transformasi dari IAIN ke UIN mengharuskan adanya program studi umum. Fakultas yang baru dibentuk, misalnya Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Pembentukan fakultas disesuaikan dengan ketentuan pendirian universitas. Sejalan dengan status baru itu, beberapa fakultas mengalami perubahan nama, misalnya dari Fakultas Tarbiyah menjadi menjadi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Contoh lainnya adalah Fakultas Syariah menjadi Fakultas Syariah dan Hukum. Perubahan ini memberi peluang ke arah integrasi keilmuan (ilmu agama Islam dan ilmu umum) yang kokoh dan lebih luas. Perlu ditegaskan bahwa integrasi yang dimaksud bukan dalam arti Islamisasi ilmu pengetahuan seperti dikemukakan oleh sejumlah pakar (Zainal & Zulfiani, 2021).
  • Pengenalan mahasiswa program studi umum terhadap ilmu-ilmu agama Islam memang masih bersifat dasar. Dasar-dasar itu perlu dikembangkan dalam bentuk kegiatan belajar mandiri, mentoring, dan ekstra kurikuler. Selain mengenal dasar-dasar yang bersifat umum mahasiswa tersebut juga berkenalan dengan ayat-ayat Alquran dan Sunnah Nabawiyyah yang terkait dengan program studi yang digeluti oleh mahasiswa. Pengenalan ini dapat menjadi pendorong bagi mahasiswa untuk mencari penjelasan yang lebih luas dan dalam melalui kajian keilmuan tertentu. Sebagai misal, ayat-ayat tentang penciptaan manusia, anjuran menyusukan bayi bagi ibu, makanan halal dan baik (halal dan tayib) yang diajarkan pada mahasiswa program studi kedokteran umum akan memperluas cakrawala mereka tentang cakupan ajaran agama. Pengenalan ini bisa memberi motivasi kepada mereka untuk mengembangkan isyarat--isyarat dan pernyataan Alquran tentang objek dan hal tertentu yang menjadi garapan ilmu pengetahuan alam, sosial dan budaya (Kosim, 2018). Ketersediaan program studi agama dan umum di UIN memberi peluang bagi mahasiswa untuk ahli pada dua program studi, baik melalui jalur formal maupun informal. Belajar secara informal dapat dilakukan dengan menjadi mahasiswa pendengar. Mahasiswa program studi umum dapat mengambil inisiatif sendiri untuk menjadi mahasiswa pendengar pada mata kuliah tertentu di bidang agama. Tentu saja harapan ini harus di bawah persetujuan dosen dan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan (Arraiyyah, 2019)

Integrasi keilmuan antara sains dan agama menjadi salah satu tema sentral yang tengah digagas oleh para pemikir Muslim Indonesia. Tema ini mencuat karena adanya permasalahan yang cukup kuat terkait dengan adanya keyakinan dikotomi ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam. Dikotomi ini, yang menciptakan pemisahan antara ilmu pengetahuan di luar lingkaran Islam atau sains dengan ajaran agama, dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan umat Islam dalam menghadapi tantangan modernitas. Dalam konteks ini, dua kecenderungan populer muncul dalam memandang ilmu pengetahuan dalam tradisi Islam, yaitu kecenderungan terhadap islamisasi dan sekularisasi (Fathoni, 2005).

Kecenderungan islamisasi mencoba untuk memisahkan wilayah garapan akal dari hegemoni Barat. Pemikiran ini berusaha mengembalikan kedaulatan intelektual umat Islam dengan mengislamkan semua bidang ilmu pengetahuan. Sebaliknya, kecenderungan sekularisasi mengarah pada pemisahan garapan agama dari ranah ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan dianggap sebagai domain yang terpisah dari pengaruh agama, dan agama seharusnya tidak mencampuri ranah keilmuan.

Meskipun kedua kecenderungan ini memiliki prinsip dasar yang berbeda, keduanya berkontribusi pada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Dalam tradisi pemikiran keilmuan di kalangan umat Islam, dikotomi ini telah menjadi bagian integral dengan akar historis yang kuat dan panjang. Diskusi tentang integrasi ilmu dan agama muncul sejak lama, meskipun tidak selalu menggunakan istilah "integrasi" secara eksplisit. Di kalangan umat Muslim, pemahaman bahwa pada masa kejayaan intelektual dalam peradaban Islam, ilmu dan agama telah terintegrasi secara harmonis masih populer.

Penting untuk mencatat bahwa dalam pendidikan Islam klasik, terdapat pola posentrik integralistik yang mencerminkan integrasi ilmu dan agama. Model ini dipelopori oleh para ilmuwan rasional atau filsuf seperti Ibnu Sina, Ibnu Farabi, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Rusyd. Mereka mengembangkan pola pengembangan keilmuan agama yang spesifik, yang berhadapan dengan pola pengembangan ilmu pengetahuan yang lebih umum. Keseimbangan antara akal sehat dan wahyu, antara sains dan agama, merupakan landasan utama dalam pendidikan Islam klasik.

Dalam menghadapi konteks modernitas, pemikiran integrasi ilmu dan agama kembali muncul sebagai respons terhadap tantangan zaman. Umat Islam dihadapkan pada kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kompleks dan dinamis yang muncul dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Integrasi ilmu dan agama dianggap sebagai cara untuk memperkaya pemahaman Islam terhadap ilmu pengetahuan modern tanpa kehilangan identitas agama.

Permasalahan integrasi ilmu dan agama tidak hanya berkaitan dengan ranah akademis, tetapi juga memiliki dampak langsung pada kehidupan sehari-hari umat Islam. Penting untuk menyadari bahwa tantangan modernitas tidak hanya berasal dari perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga dari berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, integrasi ilmu dan agama diharapkan dapat memberikan panduan dan solusi bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai perubahan dan dinamika sosial.

Melalui pendekatan integratif, umat Islam diharapkan dapat mengembangkan pemikiran yang moderat, menggabungkan nilai-nilai agama dengan pengetahuan umum. Integrasi ilmu dan agama tidak hanya menjadi tanggung jawab perguruan tinggi keagamaan, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat umat Islam secara luas. Pendidikan, baik formal maupun informal, di rumah dan di masyarakat, dapat menjadi sarana utama dalam mendorong integrasi ilmu dan agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun