Dari sinilah Hamas muncul ke permukaan.
Hamas hadir sebagai bentuk perlawanan terhadap Israel dan sandingan politik Fatah yang dinilai gagal mencapai nilai-nilai perjuangan Palestina. Dari pernyataan di awal kita mengetahui bahwa Hamas menginginkan negara Palestina yang utuh tanpa Israel, namun visi ini datang bukan tanpa sebab. Visi ini terbentuk dari pemimpin pertama mereka, yaitu Syekh Ahmad Yassin.
Yassin lahir pada 1956 dari keluarga kelas menengah di sebuah desa yang sekarang berada di utara Gaza. Pada 1948, ia bersama keluarganya terpaksa pindah dari tempat tinggalnya menuju ke kamp pengungsiaan di sekitar Gaza. Hidupnya yang tak mudah semakin diperburuk ketika ia mengalami cedera tulang belakang ketika tengah bermain di pantai di tahun 1952, dari kejadian ini hingga seterusnya membuat ia terpaksa harus menggunakan kursi roda hingga akhir hayatnya.
Di usianya yang mulai beranjak dewasa, ia menghabiskan waktunya di mesjid-mesjid Gaza di mana ia mulai terekspos oleh ajaran Hassan al-Banna, salah satu pencetus Muslim Brotherhood. Yaitu organisasi yang pada awalnya terbentuk untuk menyatukan umat Muslim dalam perjuangan Palestina. Dari organisasi ini juga Fatah terbentuk.
Lantas pengaruh al-Banna pada Yassin terus berlanjut, ketika di usia dewasanya Yassin memutuskan untuk mengambil Universitas al-Azhar di Kairo, Mesir, sebagai tempat untuk melanjutkan pendidikannya. Di tempat ini, Yassin memiliki kontak yang cukup erat dengan Muslim Brotherhood cabang Mesir. Dari tempat ini jugalah Yassin pertama kali ditangkap oleh otoritas setempat karena dugaan adanya upaya perluasan kekuasaan Muslim Brotherhood di Mesir yang dianggap sebagai bentuk ancaman saat itu.
Dengan mulai tersorotnya nama Yassin sebagai tokoh pergerakan dan religi pada saat itu, membuatnya mampu mendirikan Islamic Center, yang merupakan suatu organisasi aksi sosial Palestina, pada tahun 1973 di Gaza. Sosoknya yang religius bahkan dianggap sebagai seorang tokoh agama membuatnya mudah untuk mendapatkan pengikut dan pendengar atas ajaran-ajaran yang disampaikannya. Yassin mengembangkan jaringan logistik dan bantuan finansialnya melalui dakwah, dan dari kegiatan keagamaan ini juga ia merekrut anggota-anggota barunya.
Meskipun sosoknya sangat erat dengan berbagai kegiataan keagamaan, Yassin nyatanya terbukti merencanakan dan membawa berbagai aksi teror di Palestina. Dari kuantitas anggotanya yang kian meningkat, maka Yassin dengan mudah menghadirkan berbagai operasi militer di Gaza. Karena alasan ini juga, Yassin beberapa kali ditangkap oleh Israel beberapa waktu setelahnya.
Pendirian Hamas dianggap oleh beberapa ahli politik seperti Shaul Bartal merupakan bentuk pengembangan kekuatan Yassin melalui cara yang lebih politik dan non-radikal. Ketika Yassin ditangkap pada tahun 1983, Yassin pernah mengatakan bahwa tujuannya adalah melawan faksi-faksi politik yang bertentangan dengan Islam di Gaza dan melakukan operasi jihad terhadap Israel.
Sudah mafhum bagi kita untuk mengetahui cara kerja Israel untuk mengeliminasi tokoh-tokoh penting Palestina adalah sebagai bentuk penghancuran terhadap kekuatan perjuangan negara tersebut. Hal ini juga berlaku bagi Yassin yang beberapa kali menjadi target pembunuhan oleh Israel. Namun Israel berhasil mencapai tujuannya ini dengan membunuh Yassin pada 2004, ini cukup memberikan gonjangan terhadap kestabilitasan organisasi ini.
Pemimpin harus segera diganti, namun tidak ada kandidat yang lebih kuat menggantikan Yassin selain Ismail Haniyeh. Haniyeh mulai terlibat di berbagai gerakan Hamas semenjak tahun 1990an. Kekuatan politik yang ia raih di Hamas bermula ketika ia bebas setelah menjadi tawanan Israel setelah partisipasinya pada Intifada Pertama. Partisipasinya atas perjuangan Palestina dianggap menjadi nilai plus bagi Haniyeh, ditambah pada 1997 ia ditunjuk sebagai sekretaris pribadi dari Ahmad Yassin yang membuat ia memiliki kepercayaan dengan atasan sekaligus guru spiritualnya saat itu.