Gereja sebagai institusi yang sekalipun ilahi, tetap juga tidak terlepas dari dunia. Iman yang menjadi perekat utama comunio Gereja dijalankan dalam konteks dunia ini.
Ini dasarnya, bahwa dunia manusia adalah wadah Gereja menjalankan praktek imannya lewat hidup dan karya anggotanya. Pemikiran ini menuntun pada sebuah cara pandang holistik terhadap hubungan Gereja dan dunia.Â
Semangat Vatikan II dengan Moto; "Aggiornamento" menjadi sintesis pemikiran akan korelasi gereja dan dunia. Gereja harus turun dari "tahtanya" dan menyadari dirinya sebagai sebuah persekutuan yang harusnya menyadarai sungguh hubungannya dengan manusia dan sejarahnya (bdk. GS.1).
Gereja dan Negara sejak awal selalu berkaitan erat. Hubungan keduanya sebagai sebuah institusi sosial, selalu berdekatan.Â
Sebagaimana ditegaskan tentang Gereja sebagai sebuah lembaga, Negera pun demikian, sebagai sebuah institusi formal yang mempunyai eksistensinya. Negara mengatur dirinya sendiri lewat hukum dan juga sistem pemerintahnnya sebagaimana gereja.
Relasi Gereja dan negara ditegaskan Yesus dalam kisah penginjil Matius ketika Ia menjawab pertanyaan para ahli Taurat; "Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah, apa yang menjadi hak Allah".Â
Jawaban Yesus ini akan menjadi dasar pijakan keterlibatan Gereja dalam hubungannya dengan Negara. Gereja tidak melihat negara di luar dirinya melainkan sejalan dengannya. Keanggotaan dalam gereja dan negara selalu berjalan beriringan.
Konsili Vatikan II lewat konstitusi pastoral Gaudium et Spes menyatakan keterbukaan dan keterlibatannya. Dokumen ini dibuka dengan sebuah pernyataan demikian:Â
"Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita merupkan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga." (GS. 1).Â
Dengan mebuka diri Gereja dapat menjumpai situasi nyata umatnya. Gereja dapat melihat langsung realitas umatnya dan menentukan sikap untuk bertindak. Â
Konsep ini sejalan dengan misi Vatikan II yang berkehendak untuk membuka dirinya melihat realitas sosial zaman ini. Keterbukaan ini sekaligus sebagai jalan gereja turut serta hadir dalam persoalan-persoalan politik.Â