Sejarah Gunung Bromo ini sangat panjang. Saat ini yang aku tahu adalah wajah bumi seperti ini penuh dengan nilai estetika melalui panorama dana bentang alam yang sangat indah. Dikutip dari media daring https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Bromo, Gunung Bromo (dari bahasa Sanskerta: Brahma, salah seorang Dewa Utama dalam agama Hindu) atau dalam bahasa Tengger dieja "Brama", adalah sebuah gunung berapi aktif di Jawa Timur, Indonesia. Gunung ini memiliki ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut dan berada dalam empat wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi. Ia mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah 800 meter (utara-selatan) dan 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo. Gunung berapi aktif ini memiliki sejarah panjang erupsi demi erupsi selama berabad-abad. Bahkan bisa jadi bentuk wajahnya dulu mungkin tak seperti ini. https://geologi.co.id/2010/11/25/mengenal-bromo/
Gunung Bromo bertautan erat dengan suku adat yang ada disana yaitu Suku Tengger. Legenda yang masih mendarah daging hingga saat ini adalah kisah Roro Anteng dan Joko Seger pada masa pemerintahan Kerajaan Kediri tahun 1.115 M atau 1.037 tahun Caka. https://www.pasuruankab.go.id/cerita-36-asal-mula-tengger.html#:~:text=Sejarah%20Tengger%20dimulai%20kurang%20lebih,sebuah%20pusaka%20bernama%20Kiai%20Gliyeng. https://id.wikipedia.org/wiki/Kasada. Nama Tengger sendiri diambil dari nama Roro Anteng dan Joko Seger. Dari kisah Roro Anteng dan Joko Seger, kita dapat mengambil hikmah untuk semakin dekat dan mengikatkan tali semakin kuat dengan Sang Pencipta. Mereka sepasang suami istri yang belum memiliki keturunan sebagai generasi penerus, mereka bermohon dan mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi serta ikhtiar dalam bentuk semedi. Memiliki anak hingga 25 orang. Antara satu anak dengan yang lainnya diajarkan untuk bahu membahu dan menyatu dengan Sang Hyang Widhi. Anak bungsu mereka berada di Gunung Bromo untuk lekat dengan alam. Inilah yang menjadi cikal bakal upacara kasodo atau Upacara adat Yadya Kasada atau Kasada. Kasada merupakan upacara adat persembahan kepada Sang Hyang Widhi dan leluhur Suku Tengger.
Prosesi Kasodo Masyarakat TenggerÂ
Jadwal prosesi upacara adat kasada suku tengger yang umumnya dilaksanakan pada Bulan Kasada (Kesepuluh) hari-14 setiap bulan purnama dalam Penanggalan Jawa, tahun ini jatuh pada 6-7 Juli 2020. Ditengah COVID-19 ini, upacara Kasodo tetap dilakukan. Upacara ini adalah penyucian alam yang dipersembahkan kepada leluhur. ujuan dari diadakan upacara ini adalah sebagai persembahan kepada leluhur atau Hyang Widhi, agar terhindar dari musibah, keberkahan dan keselamatan. Pelaksanaanya dilakukan dengan berjalan ramai beriringan menuju kawah gunung, disertai membawa sesajen untuk dilemparkan ke kawah Gunung Bromo. Suku Tengger merupakan suku yang memeluk agama Hindu lama yang tinggal di lereng Gunung Bromo. Bedanya dengan pemeluk agama Hindu pada umumnya, yang beribadat di candi-candi. Suku Tengger melakukan peribadatan di punden, danyang, dan poten. Tiga Tempat Penting Upacara Kasodo adalah sebagai berikut :
1. Rumah Dukun Adat
2. Pura Luhur Poten
-Poten adalah lautan padang pasir, Â untuk prosesi upacara. Pura luhur poten sendiri juga memiliki 3 tempat penting, yaitu:
-Mandala Utama, tempat pemujaan persembahyangan. Terdiri dari Padma, berbentuk serupa dengan candi dilengkapi dengan pepalihan, namun tidak memiliki atap yang terdiri dari bagian kaki, tepas, badan dan kepala.
-Mandala Madya, merupakan bagian tengah, tempat persiapan dan pengiring upacara. Terdiri dari bagian bangunan Kori Agung Candi Bentar, dan Bale Kentongan.
-Mandala Nista, sisi peralihan bagian luar menuju dalam poten. Terdapat candi bentar dan bangunan penunjang lainnya.
3. Lereng Gunung Bromo