Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Artikel Sri Patmi: Belajar Membumikan Syukur dari Alam Bromo Tengger Semeru

27 Desember 2020   01:20 Diperbarui: 27 Desember 2020   01:27 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangunan Belanda yang terkesan kuno tetapi unik dan memiliki nilai historical tersendiri bagi Indonesia. Meski berita negatif tentang keangkerannya santer di telinga masyarakat karena beberapa peristiwa, sebaiknya kita bijak menyikapi ini semua. Junjunglah nilai luhur sejarah stasiun ini. https://heritage.kai.id/page/Stasiun%20Malang

Nah... besi panjang ini sudah berjalan memasuki terowongan. Sepenglihatan mata, terowongan ini sepertinya menggunakan beton dengan konstruksi shell dengan tebal 5 cm. Terlihat kokoh dan kekar sepanjang mata memandang. Ketika tiba di bangunan gaya Eropa yang menjadi ikon Kota Malang, rasa penasaran semakin dibangkitkan lagi dengan keberadaan beberapa hal yang dibuat sedemikian rupa istimewa, seperti sudah terkonsep dengan matang oleh orang yang menciptanya. Menelisik lebih dalam lagi tentang sejarahnya, Stasiun Malang Kota Baru ini ternyata memiliki keunikan lain, ia didesain dengan pertimbangan perang. https://www.malangtimes.com/baca/34888/20190113/070300/satu-satunya-di-indonesia-stasiun-kotabaru-malang-ternyata-didesain-dengan-pertimbangan-perang. Stasiun ini memiliki mobilisasi yang sangat tinggi. Letaknya di Jl. Trunojoyo No. 10 Kauman, Klojen, dengan elevasi +444M. Stasiun ini melayani kereta Gajayana, Majapahit, Malabar, Matarmaja, Tawang Alun, Penataran, Malioboro Ekspres. Bisa lebih dari 10 keberangkatan dan kedatangan di stasiun ini. Padat sekali jadwal dan pergerakan perjalanan kereta. Sehingga stasiun ini akan banyak merekam kejadian dan memori tentang banyak hal dalam bentuk nilai luhur sejarah dan kebahagiaan dalam bentuk lain di bumi nusantara. 

https://kereta-api.info/jadwal-keberangkatan/stasiun-kotabaru-malang

Dari sini, kami dijemput oleh salah satu sanak dari teman kami menuju daerah Pandesari, Kecamatan Pujon. Dari stasiun ke Pujonn estimasi 1,5 jam menggunakan kendaraan mobil dengan jarak 32,9 KM melalui Jalan Trunojoyo. Aku melihat jalan ini melalui Kawasan Batu, Malang. Jelas ketika menyebutkan Batu, Malang, banyak yang terlintas kawasan wisata Museum Angkut, Jawa Timur Park 2, Jawa Timur Park 1, Batu Night Spectacular, Taman Rekreasi Selecta, Eco Green Park, Coban Rais, Jawa Timur Park 3, Omah Kayu, The Bagong Adventure Museum, Batu Flower Garden, Museum Satwa Jawa Timur Park 2, Gunung Panderman, Dino Park Jawa Timur 3, Coba Talun, Gunung Welirang, Coban Putri, Predator Fun Park Batu, Gunung Butak, Taman Langit Gunung Banyak, Desa Wisata Pujon Kidul, Gussari Goa Pinus Pujon, Alun-alun Kota Wisata Batu, Bukit Teletubbies Batu, Makam Dinger dan masih banyak lagi. Wah.. nggak bakalan cukup Cuma 4 hari doang di Malang.


Pertemuan dengan Guru Teologi dan Kisah Cinta yang Melegenda 

Kami singgah di rumah pakdhe atau om dari teman perempuan kami penerima beasiswa asal Manado. Disini kami merasakan kedamaian dan kenyamanan. Utamanya aku, ketika baru buka pintu rumahnya saja sudah disambut dengan ribuan buku yang berjajar memenuhi ruang tamu hingga kedalam ruang kumpul keluarga. Sambutan yang baik dari keluarga beliau membuat kami semakin betah tinggal disana. Meski saat sampai di rumahnya, aku sempat memohon izin untuk melaksanakan solat zuhur yang sudah mepet ke asar. Sudah pukul 14:30 WIB. Mereka memberikan sebaik-baiknya tempat untuk beribadah, ruangan yang bersih dan suci untuk beribadah. Ada beberapa lambang salib yang dipasang pada beberapa bagian tembok rumahnya. Aku besyukur, mereka berlaku bijak dan arif serta menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan umat beragama.

Beliau mengantarkan kami ke ruangan istirahat. Sepanjang jalan sembari berkomunikasi dan ngobrol ringan dengannya, aku memperhatikan deretan buku yang ia miliki. Isinya tentang buku teologi. Jika aku boleh menerka, menebak dan menyimpulkan sesaat, beliau adalah dosen atau pengajar teologi. Ternyata dugaanku benar, beliau adalah seorang pengajar di Sekolah Tinggi Teologi Providensia Adonay di Kota Batu. Secara sederhana, beliau pasti memahami mengenai ilmu agama berdasarkan nalar agama, spiritualitas dan Tuhan. Sayang sekali, aku tak bisa banyak berbincang dengannya karena kuperhatikan dari jauh, beliau sedang membuat sebuah penelitian berdua dengan istrinya. Aku berharap lain waktu dapat bertemu dan berbincang dengannya tentang teologi.

Setelah hampir seharian punggung ini berdiri tegak vertical, kini saatnya ia harus merebah horizontal. Untuk meluruskan dan melancarkan posisi badan yang tidak berubah sejak duduk di kereta. Hanya duduk, berdiri, berpindah jika kereta berhenti di stasiun sesaat. Kusapa semua elemen kehidupan yang ada disini. Kota Malang, seperti napak tilas di perjalanan jiwa masa lalu. Apa kabar jiwaku? Mungkin dari sini, kita akan belajar banyak tentang kehidupan atau sebenarnya jiwaku sudah memberikannya tetapi aku masih belum tersadarkan. Tanah disini masih basah, lengkap sudah elemen kehidupan ini menyatu menjadi sebuah kesejukan.

Memejamkan mata sesaat kemudian harus memulai menjelajahi hal lain. Menyapa alam sekitar yang sudah riuh meneriaki kami. Seperti menyambut kedatangan kami dengan riang dan gembira. Dari sini, kami tinggal sedikit berjalan ke Coban Rondo. Sekilas aku mengerti maksudnya kata Rondo, dalam bahasa jawa sendiri artinya janda. Tapi arti kata coba sendiri aku belum mengetahuinya. Setibanya di lokasi ini, kami sudah disajikan informasi menarik tentang legenda dan sejarah tempat ini. Dari papan informasi tersebut, aku baru mengetahui jika kata coban memiliki arti air terjun. Dari sana terkuak banyak kisah tentang kisah cinta yang saat ini diceritakan turun temurun dan memiliki sebuah tanda dalam bentuk air terjun.

Kisah cinta Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi dan Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro. Singkat cerita, suami istri ini memutuskan untuk pulang ke tempat asal suaminya di Gunung Anjasmoro saat usia pernikahan mereka baru menginjak usia kurang dari 35 hari atau selapan. Mitos Suku Jawa, pasangan pengantin baru dilarang bepergian sebelum usia pernikahan mencapai selapan karena khawatir akan terjadi hal-hal buruk kepada pasangan tersebut. Tak disangka ditengah perjalanan, kepergian mereka mendapat rintangan berupa gangguan serta kedatangan tamu tak diundang Joko Lelono yang sudah jatuh cinta kepada Dewi Anjarwati. Raden Baron Kusumo dan Joko Lelono berduel, sedangkan Dewi Anjarwati dilindungi dalam tempat yang aman di Air Terjun, menunggu hingga suaminya menjemput. Nahas, ternyata pertikaian tersebut malah menewaskan keduanya. Hanya tersisa Dewi Anjarwati yang bersembunyi di air terjun yang saat ini disebut Coban Rondo. Saat disana, aku merasakan kesejukan, duka yang mendalam dan kerinduan yang menanti. Terlepas legenda dan mitos apa yang ada disana, sudah selayaknya kita menghargai dengan segala kerendahan hati. Karena kita adalah manusia yang dicipta dengan segala penghormatan tertinggi kepada sesamanya dan yang bersamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun