Mohon tunggu...
Sri Arum Anjan Lestari
Sri Arum Anjan Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkembangan Moral Dalam Pandangan Lawrence Kohlber

18 Januari 2025   13:07 Diperbarui: 18 Januari 2025   13:07 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PERKEMBANGAN MORAL DALAM PANDANGAN LAWRENCE KOHLBER

Pendidikan anak merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang

menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (tumbuh

kembang sehat), cerdas (daya pikir/daya cipta, cerdas emosi, sosial, dan spiritual), serta

perilaku/sosio-emosional (sikap dan perilaku moral). Perkembangan moral berkaitan dengan

aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang

dalam berinteraksi dengan orang lain.

Anak-anak memiliki potensi moral yang siap untuk dikembangkan melalui berbagai

pengalaman sosial yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Perkembangan moral pada anak

penting untuk mendapat perhatian, dengan moral yang baik anak diharapkan dapat diterima

dengan baik di lingkungan masyarakat. Banyak pakar yang memberikan perhatian terhadap

perkembangan moral diantaranya Piaget, Kohlberg, Hurlock, Santrock, Kant, Freud, Leuner

dan Hunt.

RESULTS AND DISCUSSION

Pengertian Moral

Lawrence Kohlberg dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1925 di Bronxeville, New

York. Kohlberg sangat tertarik dengan karya Piaget yang berjudul the moral judgment of the

child. Ketertarikan Kohlberg tersebut mendorongnya untuk melakukan penelitian tentang

proses perkembangan pertimbangan moral pada anak.1 Istilah moral berasal dari kata latin

"mores" yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan.2

Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus

dipatuhi. Moral merupakan kaidah moral dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam

hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik dan

buruk yang ditentukan individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu tersebut menjadi

anggota komunitas sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang

dalam kaitannya dalam kehidupan sosial secara harmonis, adil dan seimbang. Perilaku moral

diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai, ketertiban, penuh keteraturan dan

keharmonisan. Menurut Kohlberg penalaran atau pemikiran moral merupakan faktor penentu

yang melahirkan perilaku moral. Oleh karena itu, untuk menemukan perilaku moral yang

sebenamya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya, pengukuran moral yang benar tidak

sekedar mengamati perilaku moral yang tampak, tetapai harus melihat pada penalaran yang

mendasari keputusan perilaku moral tersebut.3 Kohlberg tidak memusatkan perhatiannya pada

perilaku moral, artinya apa yang dilakukan seseorang individu tidak menjadi pusat

pengamatannya. Ia menjadikan penalaran moral sebagai pusat kajian, dimana penalaran moral

ini menekankan pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik dan buruk.

Secara individu seseorang menyadari bahwa ia merupakan bagian anggota

kelompoknya, maka secepat itulah pada umumnya individu menyadari bahwa aturan-aturan

perilaku yang boleh, harus atau dilarang melakukannya. Proses penyadaran tersebut berangsur

tumbuh melalui interaksi dengan lingkungannya dimana individu itu mungkin mendapat larangan, suruhan, pembenaran/ persetujuan, kecaman/celaan, atau merasakan akibat-akibat

tertentu yang mungkin menyenangkan atau memuaskan atau mungkin pula mengecewakan dari

perbuatan-perbuatan yang dilakukannya.4

Penalaran Moral

Sebuah ilustrasi kisah penalaran moral disampaikan oleh Kohlberg dalam salah satu

aitem tesnya yaitu...seorang wanita sedang sekarat akibat kanker. Seorang pakar obat telah

menemukan obat yang dinilai para dokter dapat menyelamatkan nyawa wanita itu. Pakar obat

tersebut mengenakan biaya yang sangat mahal untuk satu dosis kecil yaitu $ 2.000, sepuluh

kali lebih besar dari biaya pembuatan obat tersebut. Suami wanita yang malang itu, Heinz,

meminjam uang dari semua orang yang dikenalnya tetapi hanya mampu mengumpulkan $

1.000. Dia memohon kepada si pakar obat untuk menjual obat tersebut kepadanya dengan

mencicil $ 1.000 sekarang dan sisanya di kemudian hari. Pakar obat tersebut menolak dan

berkata, "saya menemukan obat tersebut dan akan mendapatkan uang darinya". Heinz yang

putus asa kemudian menyusup ke took pakar obat tersebut dan menciri obat tersebut. Apakah

Heinz seharusnya melakukan hal tersebut?, mengapa dan mengapa tidak?.5

Masalah Heinz merupakan contoh paling masyur dari pendekatan Kohlberg terhadap

perkembangan moral. Dimulai pada tahun 1950-an, Kohlberg dan para koleganya

menyampaikan dilema hipotetis seperti ilustrasi kisah di atas kepada 75 anak laki-laki berusia

10, 13, dan 16 tahun dan terus menanyai mereka secara periodis selama lebih dari 30 tahun.

Pada inti setiap dilema adalah konsep tentang keadilan. Dengan menanyai respondennya

bagaimana cara sampai kepada jawaban mereka, Kohlberg menyimpulkan para responden

menilai hubungan sosial dan perbuatan tertentu sebagai 'adil' atau 'tidak adil', 'baik' atau

'buruk' sesuai dengan struktur mental dan tingkat perkembangan moral mereka masing-masing .

Tahap Perkembangan Penalaran Moral

Kohlberg telah membuktikan bahwa pertumbuhan dalam pertimbangan moral (moral

judgment) merupakan proses perkembangan. Hal itu terjadi bukan melalui proses pencetakan

aturan-aturan dan keutamaan-keutamaan dengan cara memberi teladan, nasehat, atau memberi

hukuman dan ganjaran, tetapi melalui suatu proses pembentukan struktur kognitif.9

Kohlberg menyatakan asumsi teori kognitif tentang perkembangan moral adalah

sebagai berikut:10

a. Perkembangan moral berbasis pada struktur kognitif.

b. Motivasi dasar moralitas adalah motivasi umum antara lain melalui penerimaan,

kompetensi, harga diri, realisasi diri lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan biologis dan

mengatasi kecemasan atau rasa takut.

c. Aspek-aspek mayor perkembangan moral adalah universalitas kultur, sebab

semua kultur memiliki sumber interaksi sosial dan konflik sosial yang sama yang mensyaratkan

integrasi moral.

d. Norma dan prinsip moral yang mendasar adalah struktur yang muncul melalui

pengalaman yang diperoleh melalui interaksi sosial lebih dari sekedar melalui internalisasi

aturan sebagai struktur eksternal. Tahapan moral tidak dapat diterapkan dengan internalisasi

peraturan tetapi dengan struktur interaksi antara diri dengan orang lain.

e. Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan moral didefinisikan sebagai

kualitas dan keluasaan kognitif dan stimulasi sosial sepanjang perkembangan anak lebih dari

sekedar pengalaman khusus dengan orangtua atau pengalaman disiplin yang mencakup

hukuman dan ganjaran.

Perkembangan moral dalam teori Kohlberg memberikan hasil yang mirip dengan teori

Piaget, akan tetapi model ini lebih kompleks. Didasarkan pada proses pemikiran yang

ditunjukkan dari respon terhadap kisah dilema moral yang diajukannya, Kohlberg

mendeskripsikan tiga tingkat penalaran moral, dan setiap tingkat dibagi ke dalam dua tahap.

Tahap-tahap perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg adalah sebagai berikut:11

Tingkat 1: Prakonvensional

Adalah tingkat terbawah dari perkembangan moral. Pada tingkat ini anak tidak

menunjukkan tingkat internalisasi nilai-nilai moral. Penalaran moral dikontrol oleh hukuman

dan ganjaran eksternal. Aturan-aturan budaya, baik dan buruk serta benar dan salah ditafsirkan

dari segi akibat fisik atau kenikmatan perbuatan, seperti hukuman, keuntungan, dan pertukaran

kebaikan atau dari segi kekuatan fisik mereka.

Aturan moral dipahami berdasarkan otoritas. Anak tidak melakukan pelanggaran

aturan moral karena takut ancaman atau hukuman. Tingkat pra-konvensianal dari penalaran

moral ini umumnya ada pada masa kanak-kanak, walaupun orang dewasa juga dapat

menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-

konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung.

Tingkat pra-konvensional dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan

Pada tahap ini, akibat-akibat fisik perbuatan menentukan baik-buruknya tanpa

menghiraukan arti dan nilai manusia dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata

menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya.

Tahap 2: Orientasi relativis-instrument

Pada tahap ini perbuatan yang dianggap benar adalah perbuatan yang

merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang

juga kebutuhan orang lain.

Anak tidak lagi secara mutlak tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya

yang ditentukan orang lain. Anak mulai sadar setiap kejadian mempunyai beberapa

segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang

(hedonisem). Perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya.

Tingkat 2: Konvensional

Adalah tingkat kedua atau tahap menengah dalam teori Kohlberg. Pada

tingkatan ini internalisasi masih setengah-setengah (intermediate). Anak patuh secara internal pada standar tertentu, tetapi standar itu pada dasarnya ditetapkan oleh orang

lain, seperti orangtua, atau oleh aturan sosial. Tingkat kedua ini terdiri dari 2 tahapan:

Tahap 1: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi 'anak manis'

Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat

dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik

dan benar apabila sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau

masyarakat.

Tahap 2: Orientasi hukuman dan ketertiban

Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar

dapat diterima oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. Tetapi juga tertuju agar dapat

ikut mempertahankan aturan norma/nilai sosial yang memiliki nilai kewajiban dan

tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang ada.

Tingkat 3: Pasca Konvensional

Adalah level tertinggi dalam teori Kohlberg. Pada tingkat ini moralitas telah

sepenuhnya diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar eksternal. Anak

mengetahui aturan-aturan moral alternatif, mengeksplorasi opsi, dan kemudian

memutuskan sendiri kode moral apa yang terbaik bagi mereka.

Tinjauan Evaluasi Teori Kohlberg

Kohlberg membawa perubahan besar dalam cara orang melihat perkembangan moral.

Alih-alih melihat moralitas hanya sebagai pencapaian kontrol terhadap dorongan yang terus

meningkat. Para penyelidik melihat bagaimana cara anak membuat penilaian moral

berdasarkan peningkatan pemahaman mereka terhadap dunia sosial.

Sejumlah riset telah mendukung beberapa aspek teori Kohlberg tetapi juga

meninggalkan yang lain dalam tanda tanya. Anak laki-laki Amerika yang diikuti oleh Kohlberg

dan para koleganya sampai masa dewasa, bergerak melewati tahapan Kohlberg secara

berurutan, dan tidak ada seorangpun yang melompati satu tahap. Level penilaian mereka

berkaitan secara positif dengan peningkatan usia, pendidikan, IQ, dan status sosio ekonomi.

Akan tetapi studi di Kanada, tentang penilaian anak terhadap hukuman dan pelanggaran hukum

menyatakan bahwa anak-anak dapat menalar isu tersebut secara fleksibel pada usia yang lebih

muda daripada yang dinyatakan oleh Kohlberg. Bahkan anak seusia 6 tahun telah

mempertimbangkan rasa keadilan hokum, tujuan sosialnya, dan potensi pelanggaran terhadap

kebebasan dan hak individual dalam mengevaluasi apakah hukum tersebut "baik" atau "buruk"

dan apakah hukum tersebut harus ditaati atau tidak.17

Kritik mengklaim bahwa pendekatan kognitif terhadap penalaran moral kurang

memberikan perhatian kepada nilai penting emosi. Aktivitas moral, tidak hanya dimotivasi oleh

pertimbangan abstrak seperti keadilan, tetapi juga emosi seperti empati, rasa bersalah, rasa

sedih, dan internalisasi norma prososial lainnya. Beberapa teoretikus, (Gibbs, 1991 dalam

Diane E. Papalia) mencoba mensintesis pendekatan perkembangan kognitif Kohlberg dengan

peran emosi dan teori wawasan sosialisasi.18 Kohlberg sendiri tidak menyadari bahwa faktor

non kognitif seperti perkembangan emosi dan pengalaman hidup mempengaruhi penilaian

moral. Salah satu alas an mengapa usia yang dilekatkan kepada level Kohlberg begitu

bervariasi adalah karena orang-orang yang telah mencapai level tinggi perkembangan kognitif

tidak selalu mencapai level tinggi perkembangan moral pada tingkat yang sama. Karena itu,

pasti ada proses lain selain kognisi.

Kritik lain diarahkan pada ide bahwa pemikiran moral tidak selalu memprediksi

perilaku moral. Kritik ini menyatakan bahwa teori Kohlberg terlalu banyak menekankan pada

pemikiran moral dan tidak memberi perhatian yang cukup pada tidak bermoral. Penjahat

perbankan dan presiden AS misalnya bisa saja mendukung nilai-nilai moral yang luhur, tetapi

perilakunya tidak bermoral. Tidak seorang pun menginginkan suatu bangsa yang berada pada

tahap 6 dalam teori Kohlberg yang tahu apa yang benar tetapi melakukan apa-apa yang salah.

Kritik lainnya menyatakan bahwa teori Kohlberg terlalu individualistis. Carol Gilligan

dalam Santrock, membedakan antara perspektif keadilan (justice) dan perspektif perhatian

(care). Perspektik Kohlberg adalah perspektif keadilan yang berfokus pada hak-hak individual,

yang berdiri sendiri dan menentukan pilihan moral sendiri. Perspektif perhatian memandang

orang-orang sebagai individu yang saling berhubungan (connectedness). Penekanannya adalah

pada hubungan dan perhatian pada orang lain. Menurut Gilligan, Kohlberg mengabaikan

perspektif perhatian ini, mungkin karena dia pria, kebanyakan risetnya dilakukan pada pria,

dan dia tinggal di masyarakat yang didominasi pria.19 Gilligan menyatakan bahwa wanita

memiliki alasan yang berbeda dengan laki-laki dalam membuat keputusan moral. Alasan utama

wanita adalah 'tidak melukai persaan (mengorbankan orang lain)' dan bahwa wanita merasa

'bertanggung jawab' untuk menjaga terpeliharanya hubungan dengan orang lain. Secara

singkat dapat dikatakan bahwa membuat keputusan moral. Laki-laki mengutamakan 'hak'

sedangkan wanita mengutamakan 'tanggung jawab'.20

Studi lintas kultur mendukung urutan tahapan Kohlberg hingga tingkat tertentu.21

Orang yang lebih tua dari Negara selain A.S cenderung dinilai pada tahap yang lebih tinggi

dibandingkan orang yang lebih muda. Tetapi orang-orang yang bukan berkultur Barat jarang

mencapai tahap 4. Apakah ini artinya berbagai kultur ini tidak mendukung perkembangan

moral. Tampaknya beberapa aspek definisi moralitas Kohlberg tidak sesuai dengan nilai kultur

sebagian masyarakat.

CONCLUSION

Kohlberg menekankan bahwa kunci untuk memahami perkembangan moral adalah

penalaran moral dan bahwa penalaran ini melewati beberapa tahapan. Kohlberg

mengidentifikasi tiga level perkembangan moral yaitu prakonvensional, konvensional, dan

pasca konvensional, dengan dua tahap di setiap levelnya. Saat individu melewati tiga level

tersebut, pemikiran moral mereka menjadi makin terinternalisasi, yang berarti perubahan

perkembangan dari perilaku yang dikontrol secara eksternal ke perilaku yang dikontrol secara

internal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun