PERKEMBANGAN MORAL DALAM PANDANGAN LAWRENCE KOHLBER
Pendidikan anak merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (tumbuh
kembang sehat), cerdas (daya pikir/daya cipta, cerdas emosi, sosial, dan spiritual), serta
perilaku/sosio-emosional (sikap dan perilaku moral). Perkembangan moral berkaitan dengan
aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang
dalam berinteraksi dengan orang lain.
Anak-anak memiliki potensi moral yang siap untuk dikembangkan melalui berbagai
pengalaman sosial yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Perkembangan moral pada anak
penting untuk mendapat perhatian, dengan moral yang baik anak diharapkan dapat diterima
dengan baik di lingkungan masyarakat. Banyak pakar yang memberikan perhatian terhadap
perkembangan moral diantaranya Piaget, Kohlberg, Hurlock, Santrock, Kant, Freud, Leuner
dan Hunt.
RESULTS AND DISCUSSION
Pengertian Moral
Lawrence Kohlberg dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1925 di Bronxeville, New
York. Kohlberg sangat tertarik dengan karya Piaget yang berjudul the moral judgment of the
child. Ketertarikan Kohlberg tersebut mendorongnya untuk melakukan penelitian tentang
proses perkembangan pertimbangan moral pada anak.1 Istilah moral berasal dari kata latin
"mores" yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan.2
Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus
dipatuhi. Moral merupakan kaidah moral dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam
hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik dan
buruk yang ditentukan individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu tersebut menjadi
anggota komunitas sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang
dalam kaitannya dalam kehidupan sosial secara harmonis, adil dan seimbang. Perilaku moral
diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai, ketertiban, penuh keteraturan dan
keharmonisan. Menurut Kohlberg penalaran atau pemikiran moral merupakan faktor penentu
yang melahirkan perilaku moral. Oleh karena itu, untuk menemukan perilaku moral yang
sebenamya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya, pengukuran moral yang benar tidak
sekedar mengamati perilaku moral yang tampak, tetapai harus melihat pada penalaran yang
mendasari keputusan perilaku moral tersebut.3 Kohlberg tidak memusatkan perhatiannya pada
perilaku moral, artinya apa yang dilakukan seseorang individu tidak menjadi pusat
pengamatannya. Ia menjadikan penalaran moral sebagai pusat kajian, dimana penalaran moral
ini menekankan pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik dan buruk.
Secara individu seseorang menyadari bahwa ia merupakan bagian anggota
kelompoknya, maka secepat itulah pada umumnya individu menyadari bahwa aturan-aturan
perilaku yang boleh, harus atau dilarang melakukannya. Proses penyadaran tersebut berangsur
tumbuh melalui interaksi dengan lingkungannya dimana individu itu mungkin mendapat larangan, suruhan, pembenaran/ persetujuan, kecaman/celaan, atau merasakan akibat-akibat
tertentu yang mungkin menyenangkan atau memuaskan atau mungkin pula mengecewakan dari
perbuatan-perbuatan yang dilakukannya.4
Penalaran Moral
Sebuah ilustrasi kisah penalaran moral disampaikan oleh Kohlberg dalam salah satu
aitem tesnya yaitu...seorang wanita sedang sekarat akibat kanker. Seorang pakar obat telah
menemukan obat yang dinilai para dokter dapat menyelamatkan nyawa wanita itu. Pakar obat
tersebut mengenakan biaya yang sangat mahal untuk satu dosis kecil yaitu $ 2.000, sepuluh
kali lebih besar dari biaya pembuatan obat tersebut. Suami wanita yang malang itu, Heinz,
meminjam uang dari semua orang yang dikenalnya tetapi hanya mampu mengumpulkan $
1.000. Dia memohon kepada si pakar obat untuk menjual obat tersebut kepadanya dengan
mencicil $ 1.000 sekarang dan sisanya di kemudian hari. Pakar obat tersebut menolak dan
berkata, "saya menemukan obat tersebut dan akan mendapatkan uang darinya". Heinz yang
putus asa kemudian menyusup ke took pakar obat tersebut dan menciri obat tersebut. Apakah
Heinz seharusnya melakukan hal tersebut?, mengapa dan mengapa tidak?.5
Masalah Heinz merupakan contoh paling masyur dari pendekatan Kohlberg terhadap
perkembangan moral. Dimulai pada tahun 1950-an, Kohlberg dan para koleganya
menyampaikan dilema hipotetis seperti ilustrasi kisah di atas kepada 75 anak laki-laki berusia
10, 13, dan 16 tahun dan terus menanyai mereka secara periodis selama lebih dari 30 tahun.
Pada inti setiap dilema adalah konsep tentang keadilan. Dengan menanyai respondennya
bagaimana cara sampai kepada jawaban mereka, Kohlberg menyimpulkan para responden
menilai hubungan sosial dan perbuatan tertentu sebagai 'adil' atau 'tidak adil', 'baik' atau
'buruk' sesuai dengan struktur mental dan tingkat perkembangan moral mereka masing-masing .
Tahap Perkembangan Penalaran Moral
Kohlberg telah membuktikan bahwa pertumbuhan dalam pertimbangan moral (moral
judgment) merupakan proses perkembangan. Hal itu terjadi bukan melalui proses pencetakan
aturan-aturan dan keutamaan-keutamaan dengan cara memberi teladan, nasehat, atau memberi
hukuman dan ganjaran, tetapi melalui suatu proses pembentukan struktur kognitif.9
Kohlberg menyatakan asumsi teori kognitif tentang perkembangan moral adalah
sebagai berikut:10
a. Perkembangan moral berbasis pada struktur kognitif.
b. Motivasi dasar moralitas adalah motivasi umum antara lain melalui penerimaan,
kompetensi, harga diri, realisasi diri lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan biologis dan
mengatasi kecemasan atau rasa takut.
c. Aspek-aspek mayor perkembangan moral adalah universalitas kultur, sebab
semua kultur memiliki sumber interaksi sosial dan konflik sosial yang sama yang mensyaratkan
integrasi moral.
d. Norma dan prinsip moral yang mendasar adalah struktur yang muncul melalui
pengalaman yang diperoleh melalui interaksi sosial lebih dari sekedar melalui internalisasi
aturan sebagai struktur eksternal. Tahapan moral tidak dapat diterapkan dengan internalisasi
peraturan tetapi dengan struktur interaksi antara diri dengan orang lain.
e. Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan moral didefinisikan sebagai
kualitas dan keluasaan kognitif dan stimulasi sosial sepanjang perkembangan anak lebih dari
sekedar pengalaman khusus dengan orangtua atau pengalaman disiplin yang mencakup
hukuman dan ganjaran.
Perkembangan moral dalam teori Kohlberg memberikan hasil yang mirip dengan teori
Piaget, akan tetapi model ini lebih kompleks. Didasarkan pada proses pemikiran yang
ditunjukkan dari respon terhadap kisah dilema moral yang diajukannya, Kohlberg
mendeskripsikan tiga tingkat penalaran moral, dan setiap tingkat dibagi ke dalam dua tahap.
Tahap-tahap perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg adalah sebagai berikut:11
Tingkat 1: Prakonvensional
Adalah tingkat terbawah dari perkembangan moral. Pada tingkat ini anak tidak
menunjukkan tingkat internalisasi nilai-nilai moral. Penalaran moral dikontrol oleh hukuman
dan ganjaran eksternal. Aturan-aturan budaya, baik dan buruk serta benar dan salah ditafsirkan
dari segi akibat fisik atau kenikmatan perbuatan, seperti hukuman, keuntungan, dan pertukaran
kebaikan atau dari segi kekuatan fisik mereka.
Aturan moral dipahami berdasarkan otoritas. Anak tidak melakukan pelanggaran
aturan moral karena takut ancaman atau hukuman. Tingkat pra-konvensianal dari penalaran
moral ini umumnya ada pada masa kanak-kanak, walaupun orang dewasa juga dapat
menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-
konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung.
Tingkat pra-konvensional dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu:
Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan
Pada tahap ini, akibat-akibat fisik perbuatan menentukan baik-buruknya tanpa
menghiraukan arti dan nilai manusia dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata
menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya.
Tahap 2: Orientasi relativis-instrument
Pada tahap ini perbuatan yang dianggap benar adalah perbuatan yang
merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang
juga kebutuhan orang lain.
Anak tidak lagi secara mutlak tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya
yang ditentukan orang lain. Anak mulai sadar setiap kejadian mempunyai beberapa
segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang
(hedonisem). Perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya.
Tingkat 2: Konvensional
Adalah tingkat kedua atau tahap menengah dalam teori Kohlberg. Pada
tingkatan ini internalisasi masih setengah-setengah (intermediate). Anak patuh secara internal pada standar tertentu, tetapi standar itu pada dasarnya ditetapkan oleh orang
lain, seperti orangtua, atau oleh aturan sosial. Tingkat kedua ini terdiri dari 2 tahapan:
Tahap 1: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi 'anak manis'
Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat
dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik
dan benar apabila sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau
masyarakat.
Tahap 2: Orientasi hukuman dan ketertiban
Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar
dapat diterima oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. Tetapi juga tertuju agar dapat
ikut mempertahankan aturan norma/nilai sosial yang memiliki nilai kewajiban dan
tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang ada.
Tingkat 3: Pasca Konvensional
Adalah level tertinggi dalam teori Kohlberg. Pada tingkat ini moralitas telah
sepenuhnya diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar eksternal. Anak
mengetahui aturan-aturan moral alternatif, mengeksplorasi opsi, dan kemudian
memutuskan sendiri kode moral apa yang terbaik bagi mereka.
Tinjauan Evaluasi Teori Kohlberg
Kohlberg membawa perubahan besar dalam cara orang melihat perkembangan moral.
Alih-alih melihat moralitas hanya sebagai pencapaian kontrol terhadap dorongan yang terus
meningkat. Para penyelidik melihat bagaimana cara anak membuat penilaian moral
berdasarkan peningkatan pemahaman mereka terhadap dunia sosial.
Sejumlah riset telah mendukung beberapa aspek teori Kohlberg tetapi juga
meninggalkan yang lain dalam tanda tanya. Anak laki-laki Amerika yang diikuti oleh Kohlberg
dan para koleganya sampai masa dewasa, bergerak melewati tahapan Kohlberg secara
berurutan, dan tidak ada seorangpun yang melompati satu tahap. Level penilaian mereka
berkaitan secara positif dengan peningkatan usia, pendidikan, IQ, dan status sosio ekonomi.
Akan tetapi studi di Kanada, tentang penilaian anak terhadap hukuman dan pelanggaran hukum
menyatakan bahwa anak-anak dapat menalar isu tersebut secara fleksibel pada usia yang lebih
muda daripada yang dinyatakan oleh Kohlberg. Bahkan anak seusia 6 tahun telah
mempertimbangkan rasa keadilan hokum, tujuan sosialnya, dan potensi pelanggaran terhadap
kebebasan dan hak individual dalam mengevaluasi apakah hukum tersebut "baik" atau "buruk"
dan apakah hukum tersebut harus ditaati atau tidak.17
Kritik mengklaim bahwa pendekatan kognitif terhadap penalaran moral kurang
memberikan perhatian kepada nilai penting emosi. Aktivitas moral, tidak hanya dimotivasi oleh
pertimbangan abstrak seperti keadilan, tetapi juga emosi seperti empati, rasa bersalah, rasa
sedih, dan internalisasi norma prososial lainnya. Beberapa teoretikus, (Gibbs, 1991 dalam
Diane E. Papalia) mencoba mensintesis pendekatan perkembangan kognitif Kohlberg dengan
peran emosi dan teori wawasan sosialisasi.18 Kohlberg sendiri tidak menyadari bahwa faktor
non kognitif seperti perkembangan emosi dan pengalaman hidup mempengaruhi penilaian
moral. Salah satu alas an mengapa usia yang dilekatkan kepada level Kohlberg begitu
bervariasi adalah karena orang-orang yang telah mencapai level tinggi perkembangan kognitif
tidak selalu mencapai level tinggi perkembangan moral pada tingkat yang sama. Karena itu,
pasti ada proses lain selain kognisi.
Kritik lain diarahkan pada ide bahwa pemikiran moral tidak selalu memprediksi
perilaku moral. Kritik ini menyatakan bahwa teori Kohlberg terlalu banyak menekankan pada
pemikiran moral dan tidak memberi perhatian yang cukup pada tidak bermoral. Penjahat
perbankan dan presiden AS misalnya bisa saja mendukung nilai-nilai moral yang luhur, tetapi
perilakunya tidak bermoral. Tidak seorang pun menginginkan suatu bangsa yang berada pada
tahap 6 dalam teori Kohlberg yang tahu apa yang benar tetapi melakukan apa-apa yang salah.
Kritik lainnya menyatakan bahwa teori Kohlberg terlalu individualistis. Carol Gilligan
dalam Santrock, membedakan antara perspektif keadilan (justice) dan perspektif perhatian
(care). Perspektik Kohlberg adalah perspektif keadilan yang berfokus pada hak-hak individual,
yang berdiri sendiri dan menentukan pilihan moral sendiri. Perspektif perhatian memandang
orang-orang sebagai individu yang saling berhubungan (connectedness). Penekanannya adalah
pada hubungan dan perhatian pada orang lain. Menurut Gilligan, Kohlberg mengabaikan
perspektif perhatian ini, mungkin karena dia pria, kebanyakan risetnya dilakukan pada pria,
dan dia tinggal di masyarakat yang didominasi pria.19 Gilligan menyatakan bahwa wanita
memiliki alasan yang berbeda dengan laki-laki dalam membuat keputusan moral. Alasan utama
wanita adalah 'tidak melukai persaan (mengorbankan orang lain)' dan bahwa wanita merasa
'bertanggung jawab' untuk menjaga terpeliharanya hubungan dengan orang lain. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa membuat keputusan moral. Laki-laki mengutamakan 'hak'
sedangkan wanita mengutamakan 'tanggung jawab'.20
Studi lintas kultur mendukung urutan tahapan Kohlberg hingga tingkat tertentu.21
Orang yang lebih tua dari Negara selain A.S cenderung dinilai pada tahap yang lebih tinggi
dibandingkan orang yang lebih muda. Tetapi orang-orang yang bukan berkultur Barat jarang
mencapai tahap 4. Apakah ini artinya berbagai kultur ini tidak mendukung perkembangan
moral. Tampaknya beberapa aspek definisi moralitas Kohlberg tidak sesuai dengan nilai kultur
sebagian masyarakat.
CONCLUSION
Kohlberg menekankan bahwa kunci untuk memahami perkembangan moral adalah
penalaran moral dan bahwa penalaran ini melewati beberapa tahapan. Kohlberg
mengidentifikasi tiga level perkembangan moral yaitu prakonvensional, konvensional, dan
pasca konvensional, dengan dua tahap di setiap levelnya. Saat individu melewati tiga level
tersebut, pemikiran moral mereka menjadi makin terinternalisasi, yang berarti perubahan
perkembangan dari perilaku yang dikontrol secara eksternal ke perilaku yang dikontrol secara
internal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI