"Nanti aku yang bilang ke dia."
"Serius?"
"Iya..."
"Kalau dia marah atau keberatan, gimana dong?"
"Yaelah May, Namanya kita berikhtiar membawa kebaikan kepada teman. Kamu tenang saja, aku yang mengeksekusi masalah bau ketek si Galina."
"Awas ya kalau tidak, kamu sudah janji padaku."
Miso mengacungkan jempolnya tanda deal.
Keesokan harinya setelah istirahat, tibalah jadwal pak Adrik mengajar di kelasku. Guru berpostur tinggi besar dengan kumis melintang adalah bapaknya Galina. Pak Adrik sangat disegani karena temperamennya galak. Kalau dia kesal pada seorang murid, solusinya sangat gampang. Beliau menuliskan satu soal matematika yang begitu rumit dan meminta murid tersebut menyelesaikannya. Tidak ada satupun murid dapat menyelesaikan soal antah berantah itu dan berakhir dengan hukuman jari dijepit dengan pensil.
Suasana kelas riuh rendah setelah mengisi perut di kantin sekolah. Pak Adrik berjalan masuk ke dalam kelas. Sontak seisi kelas hening seolah tak berpenghuni. Setelah menaruh bukunya di atas meja, Pak Adrik membagi papan tulis menjadi empat bagian dan menuliskan masing-masing satu soal di papan tersebut. Selanjutnya pak Adrik berkeliling dan menaruh potongan kapur di hadapan murid yang dikehendakinya untuk menjawab soal tersebut. Aku melirik sahabatku Miso. Wajahnya menjadi pucat pasi tatkala potongan kapur Pak Adrik mendarat di hadapannya.
"Ya Allah...mati aku, May...""
"Kamu pasti mampu menyelesaikan soal itu. Cemungut bestie."