Tendangan silang lebih lanjut mengenai dada pemuda dungu itu. Ia terjerembab. Hanya bisa melenguh,"Mak!"
Berlanjut dengan cengkeraman kuat di kakinya. Orang tak dikenalnya itu merenggutnya dari tanah, dilemparkan ke satu pohon yang berada lima tombak dari tempat ia terjerembab."Nguik!"
Kepala jatuh lebih dulu ke tanah, setelah dengan deras tubuhnya yang tidak terlalu kekar itu terbentur pohon. Pelan, ia merasakan kepalanya sudah lebih terang."Aku masih punya kepala. Aku harus berpikir."
"Tidak, ini bukan saatnya untuk berpikir!" ia mendebat diri sendiri,"berpikir itu sebelum bertarung, bukan saat bertarung!" kembali mendebat diri sendiri. Beberapa jenak, ia arahkan pikiran ke padepokan. Membayangkan gurunya, Matanaga. Mengernyit karena yang terbayang justru kalimat terakhir gurunya itu,"Ketololanmu adalah kecerdasanmu. Kalau kautahu bahwa kau tolol, tertawai ketololanmu itu. Ketika kau telah bisa tertawa, kau akan menjadi cerdas!"
Yiha!
HAHAHAHAHAHAHA
HIHIHIHIHIHIHIHIHI
"Sebelum kulawan engkau. Sebelum kucabuti semua bulu ketiakmu. Aku perkenalkan diri, Pendekar Kentut Naga! Aku Pendekar Kentut Naga. Sekali kentut bisa membawamu ke neraka! ha ha ha. Sekarang perkenalkan dirimu!"
Hening.
Tiba-tiba Langga merasakan satu suara tanpa bentuk hinggapi kupingnya,"Kau harus mengalah padanya. Dia bukan siapa-siapa, dan bukan dia yang harus kaucari! Ikuti saja permintaannya!"
Memberengut."Baik!" ia mengiyakan dengan segenap kedongkolan.