Mohon tunggu...
Siwi Sang
Siwi Sang Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi Desa

Pengelola TBM Umahbukumayuhmaca, penulis buku tafsir sejarah GIRINDRA Pararaja Tumapel Majapahit, dan Pegiat Literasi Desa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Tulungagung

3 Agustus 2013   08:11 Diperbarui: 6 September 2015   16:48 8466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa itu putri mahkota Dewi Kilisuci belum menikah. Padahal usianya sudah cukup dewasa. Berdasarkan Babad Tanah Jawi, putri makhota Erlangga ini meninggalkan kehidupan keraton sebelum menikah, menjadi seorang petapa di goa Selamangleng, lereng timur gunung Wilis. Di Tulungagung juga ada goa bernama Selomangleng.

Dipastikan Sanggramawijaya atau Dewi Kilisuci melepas jabatan putri mahkota atau meninggalkan keraton Kediri antara sekitar 1037M sampai 1041M. Pada prasasti Kamalagyan bertarikh 1037M, namanya masih tercatat sebagai mahamentri hino. Sementara pada prasasti Pucangan bertarikh 1041M, mahamentri hino sudah berganti kepada Samarawijaya, adik kandungnya.   

Pada tahun 1041M, Erlangga mengeluarkan prasasti Pucangan. Tak lama setelah itu, Erlangga memindah ibukota kerajaannya ke Daha. Dalam Prasasti Pamwatan, 20 Nopember 1042M, ibukota kerajaan Erlangga sudah di Dahana atau Daha. Serat Calonarang, 1540M berulang-ulang menyebut Daha sebagai istana terakhir Erlangga. Jadi di akhir pemerintahannya, Erlangga adalah raja Medang bhumi Daha.

Belum dapat dipastikan latarbelakang mengapa Erlangga mendadak meninggalkan istana Kahuripan menuju Daha. Kesimpulan sementara yang dimajukan adalah setelah Dewi Kilisuci meninggalkan keraton Kediri bertapa di goa Selamangleng, putra mahkota Samarawijaya dipindah dari Daha ke Kediri, atau dari timur ke barat sungai Brantas, sementara Mapanji Alanjung Ahyes pindah ke Kahuripan, sedangkan Mapanji Garasakan tetap di Jenggala di timur gunung Kawi. Keberadaan Erlangga di keraton Daha juga memudahkan hubungan dengan putinya yang sudah bertapa di goa Selamangleng. Jarak antara keraton Daha dengan keraton Kediri atau goa Selamangleng hanya dibatasi sungai Brantas.

Berpindahnya pusat pemerintahan kerajaan Medang dari Kahuripan ke pedalaman Daha, membuat daerah sekitarnya semakin berkembang, termasuk Tulungagung atau pada waktu itu bernama Lodoyong. Setelah pembangunan bendungan Maharaja, pertanian di Tulungagung berkembang pesat, karena melimpahnya air untuk daerah pertanian padi. Sungai Brantas semakin ramai oleh kehadiran perahu-perahu dari arah pelabuhan Hujung Galuh menuju Daha atau Tulungagung. Keberadaan perahu-perahu besar yang melayari sungai Brantas kelak termuat pula dalam prasasti Jaring bertarikh 1181M.

Sampai kemudian Erlangga menghadapi persoalan besar, perebutan takhta antara kedua putranya, Mahamentri i Hino Sri Samarawijaya dengan Mahamentri i Sirikan Mapanji Garasakan. Sampai kemudian untuk memecahkan persoalan, Sri Erlangga memutuskan membelah negara demi kedua puteranya. Erlangga menyerahkan sepenuhnya pada Mpu Bharada.Setelah mendapat wewenang khusus dari Erlangga, Mpu Bharada segera menjalankan tugas berusaha mendamaikan kedua putra Erlangga, mengunjunginya bergantian, menasihati supaya berhenti berperang. Dianjurkan keduanya sudi menerima bagian yang telah mereka kuasai masing-masing. Samarawijaya supaya tetap di barat sungai Brantas atau Kediri dan akan dinobatkan sebagai Maharaja Panjalu. Demikian pula Mapanji Garasakan yang berkuasa di timur gunung Kawi, supaya tetap menjadi raja di sana dan akan menguasai kerajaan yang diberi nama Jenggala. Sejak saat itu muncul dua wilayah kerajaan di barat dan timur gunung Kawi, Panjalu di barat, Jenggala di timur. Barangsiapa membangkang, akan dikutuk sang pandita. Keduanya tunduk dan berjanji mematuhi nasihat sang pandita.

Jadi pembelahan kerajaan itu maksudnya pembagian dua wilayah besar dengan garis batas dari utara ke selatan mengikuti lajur pegunungan Penanggungan ke selatan, terus menuju gunung Kawi, sampai selatan sungai Brantas. Dalam prasasti Mahaksyobhaya dan kakawin Negarakertagama, penentuan garis batas alam itu disimbolkan dengan pembuatan garis batas gaib melalui kisah pengucuran air kendi oleh Mpu Bharada. Meski kental nuansa dongeng, akan tetapi tidak menghilangkan kebenaran sejarah perihal kebijakan Erlangga membagi kekuasaan kepada Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.  Berikut terjemahan kakawin Negarakertagama pupuh 68:   

“Inilah sejarah Kamal Pandak menurut tutur yang dapat dipercaya. Suatu ketika Sri Nata Panjalu Daha Maharaja Erlangga berkehendak membelah tanah Jawa lantaran cinta pada kedua putranya. Tersebutlah seorang pandita Boddha Mahayana yang putus dalam kitab tantra dan yoga, bermukim di tengah kuburan Lemah Tulis, sosok yang senantiasa menjadi pelindung rakyat, ketika mengunjungi pulau Bali hanya berjalan kaki, tenang menapak permukaan lautan. Mpu Bharada namanya, sosok yang paham tiga jaman. Girang beliau menyambut permohonan Maharaja Erlangga supaya membelah Negara. Maka perbatasan negara ditandai dengan air kendi yang mancur dari angkasa. Dari barat ke timur sampai lautan. Lalu dari utara ke selatan. Daerah selatan yang jaraknya tidak begitu jauh bagaikan terpisah samudera besar. Di daerah selatan itu sang pandita turun dari angkasa, berhenti di atas pohon kamal, berniat menaruh kendi suci di desa Palungan untuk mengakhiri penentuan garis batas kerajaan. Tetapi sebelum menginjak tanah, sang pandita murka lantaran jubahnya terkait puncak pohon kamal yang tumbuh menjulang tinggi. Mpu Barada terbang ke angkasa lagi lalu mengutuk pohon kamal menjadi pandak atau kerdil. Itulah tugu batas gaib yang tidak boleh dimasuki kekuasaan Panjalu dan Jenggala. Itulah sebab mengapa sekarang dibangun candi. Tujuannya supaya menyatukan tanah Jawa kembali. Dengan demikian semoga baginda prabu serta rakyat tetap tegak, teguh, waspada, Berjaya memimpin negara yang kini sudah kembali bersatu-padu”.

Dalam pupuh selanjutnya Prapanca menyebutkan candi yang dibangun di Kamal Pandak bernama candi Prajnaparamitapuri atau candi Wisesapura, candi makam bagi sang Rajapatni dyah Gayatri. Candi makam di Bhayalangu Tulungagung ini sohor sebagai tempat keramat, tiap bulan badrapada disekar para pembesar kerajaan dan para pandita.

Dongeng tersangkutnya jubah Mpu Barada pada pohon asem alas atau pohon kamal mengandung arti Mpu Barada mendapat rintangan besar ketika melakukan pembelahan Negara, sehingga tugasnya tidak sempurna. Ada sebuah daerah yang tidak berhasil dijangkau atau tidak mau tunduk pada kekuasaan Panjalu maupun Jenggala. Karena itu Mpu Barada yang hampir selesai menentukan daerah-daerah mana saja yang masuk kekuasaan Panjalu dan daerah-daerah mana yang masuk wilayah Jenggala, menjadi murka pada penolakan penguasa daerah brang kidul yang ingin merdeka. Padahal daerah itu digolongkan sebagai daerah berkedudukan lebih rendah dari daerah sekitar, dilambangkan sebagai daerah palungan atau cekungan. Daerah itu memutuskan berdiri sendiri, serupa menjulangnya pohon kamal di tanah cekungan melebihi ketinggian pohon-pohon lain di tanah lebih tinggi. Daerah palungan melawan kekuatan atau kehendak Mpu Barada. Meski demikian perselisihan dapat diselesaikan dengan kesepakatan dua belah pihak, bahwa sejak saat itu brang kidul menjadi daerah merdeka, dengan syarat harus menghormati kekuasaan Panjalu dan Jenggala. Sang pandita mengabarkan kemerdekaan brang kidul ibarat tugu gaib ujung batas sebelah selatan yang tidak boleh dilintasi Panjalu dan Jenggala.

Demikianlah, pembelahan negara yang dilakukan Mpu Barada berjalan kurang sempurna. Ada satu daerah di selatan sungai Brantas yang berdiri sendiri, tidak termasuk bagian Panjalu yang dipimpin Samarawijaya, maupun Jenggala yang dirajai Mapanji Garasakan. Daerah merdeka itu adalah Lodoyong yang sekarang menjadi Tulungagung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun