Mohon tunggu...
Siwi Sang
Siwi Sang Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi Desa

Pengelola TBM Umahbukumayuhmaca, penulis buku tafsir sejarah GIRINDRA Pararaja Tumapel Majapahit, dan Pegiat Literasi Desa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Tulungagung

3 Agustus 2013   08:11 Diperbarui: 6 September 2015   16:48 8466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka kemudian di muara sungai Ngrawa dibangun semacam pintu terbuat dari gelondongan kayu yang sewaktu-waktu dapat dibuka dan ditutup. Kelak yang bertugas menjaga pintu bendungan itu adalah para penduduk desa Kelagyan dibantu penduduk desa sekitar Waringin Sapta. Menaikkan dan menurunkan pintu bendungan ini jelas butuh tenaga banyak.

Menjelang pembangunan bendungan Waringin Sapta selesai, melapor beberapa prajurit telik sandi kepada Erlangga. Bahwa Raja Wijayawarmma yang pernah ditaklukkan Erlangga, berupaya memerdekakan diri dan melancarkan pemberontakan. Rupanya kabar pembangunan bendungan di Lodoyong terdengar sampai Wengker. Lodoyong berada tepat di timur Wengker, di antara dua kerajaan ini merupakan wilayah Hasin. Wengker tentu berpikir bahwa pelaksanaan pembangunan besar-besaran itu sangat menguras tenaga dan perhatian kekuatan Medang Kahuripan. Sebagian besar tercurah untuk menyelesaikan pembangunan bendungan Maharaja itu. Ini yang kemudian dimanfaatkan Wengker untuk mencoba mengadakan semacam pemberontakan, memerdekakan diri. 

Maka begitu pembangunan bendungan Waringin Sapta rampung, pasukan gabungan Medang dan Lodoyong berderap dari Lodoyong menuju Wengker. Dalam prasasti memberitakan bahwa pasukan itu berderap ke arah barat lalu menghancurkan Wengker. Raja Wijayawarmma melarikan diri.

Tetapi patih Wengker bersama sebagian prajuritnya menyerah dan mendapat ampunan Erlangga. Sebagai tanda bakti, patih Wengker bersedia menunaikan titah Erlangga, menghukum Wijayawarmma. Janji itu terbukti. Raja Wikjayawarmma gugur terpancung bekas patihnya sendiri.

Selepas menghancurkan Wengker dan menyelesaikan pembangunan bendungan Waringin Pitu, pada bulan kartika tahun saka 959 atau 1037M, Sri Maharaja Erlangga mengeluarkan prasasti berisi pemberian anugerah berupa pengurangan —bukan pembebasan— pajak-pajak hasil bumi yang seharusnya disetor ke istana dari desa Kamalagyan dan sewilayahnya, tepian sungai dan rerawanya, dari Kalagyan, serta dari Kakalangan. Anugerah itu dikeluarkan sebagai imbalan kepada penduduk Kamalagyan dan sekitar Kakalangan yang telah berjasa besar menyelesaikan pembangunan bendungan Waringin Sapta. Anugerah ini sekaligus kewajiban penerima anugerah untuk menjaga sepenuhnya keamanan bendungan maharaja. Dalam prasasti bendungan ini disebut sebagai Bendungan Maharaja.

Meski telah dibangun bendungan Maharaja, selama lebih empat abad, rawa luas itu tetap ada. Meski telah dibangun sungai baru yang mengalir ke utara dari arah Bhayalangu yang kelak disebut sungai Ngrawa, akan tetapi kerap ketika musim banjir, arus sungai Ngrawa mengalir ke selatan, lantaran banjir Brantas naik mendesak muara sungai Ngrawa.

Prasasti Kamalagyan merupakan prasasti Batu. Beberapa prasasti batu yang ditemukan sekarang, bukan berada pada letak semula melainkan pindahan dari tempat lain seperti Prasasti Kembangsore atau Mojojejer, juga Prasasti Jiyu, 1486M. Jadi tidak heran jika sekarang Prasasti Kamalagyan berada di Dukuh Klagen, Tropodo, Krian, Sidoarjo.

Analisa yang menguatkan bahwa prasasti Kamalagyan bukan jenis prasasti in situ atau sudah berpindah dari tempat semula dapat dilihat dari penyebutan nama-nama daerah seperti Kamalagyan, Waringin Sapta, Kakalangan, Kala, Kalagyan, dan Kamulan dalam prasasti Kamalagyan. Sementara prasasti Baru, 28 April 1030M, dan prasasti Kamulan1194M, prasasti Waringin Pitu 1447M juga menulis nama-nama tersebut. Kamulan Parhyanan kelak berubah menjadi Desa Kamulan, berbatasan dengan desa Baru atau Baruharjo, kecamatan Durenan, Trenggalek, berbatasan langsung dengan Tulungagung. Kakalangan, Kala, nama kuna desa Kalangbret, Tulungagung. Kalagyan, nama kuna dusun Kelagen, Kecamatan Karangrejo, Tulungagung. Waringin Sapta atau Wringin Pitu sekarang berganti menjadi desa Ringin Pitu. Letaknya tidak jauh di selatan sungai Brantas Tulungagung. Disimpulkan prasasti kamalagyan dikeluarkan Erlangga untuk suatu daerah di Brang Kidul Tulungagung yang pada masa itu dipimpin ratu Tulodong.

Berdasarkan prasasti Kamalagyan tahun 1037M, Prabhu Erlangga sepenuhnya berhasil menaklukkan Jawatimur, menguasai kerajaan-kerajaan lain, seperti seperti Wura-Wari, Wengker, Hasin, Lodoyong, Wuratan, dan Lewa. Prabhu Erlangga pada tahun itu bersemayam di keraton Kahuripan, menjadi maharaja Medang bergelar Sri Maharaja Rake halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Erlangganama Prasadottunggadewa. Sang Prabhu didampingi Rakryan Kanuruhan Mpu Narottama.

Prabu Erlangga memiliki dua istri, permaisuri dan selir. Dari permaisuri, menurunkan Dewi Kilisuci atau Sanggramawijaya Dharmaprasada Utunggadewi dan Lembu Amiluhur atau Mapanji Samarawijaya. Sementara dari selir, menurunkan Lembu Amerdadu atau Mapanji Garasakan, dan Lembu Pangarang atau Mapanji Alanjung Ahyes.

Seluruh putra Prabhu Erlangga ketika itu ditempatkan di keraton masing-masing. Dewi Kilisuci sebagai putri mahkota menempati keraton Kadiri di barat sungai Brantas. Samarawijaya menempati keraton Daha di timur sungai Brantas. Mapanji Garasakan menempati keraton Jenggala di timur gunung Kawi. Mapanji Alanjung Ahyes diperkirakan menempati keraton Hasin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun