Di arah selatan Sendang atau di lereng gunung Wilis kecamatan Pagerwojo sekarang masih ada desa bernama Penjor. Jika benar Prasasti Kubu Kubu dikeluarkan di daerah Penampihan Tulungagung, kemungkinan besar nama Panjora merupakan arkhais atau nama kuna dari desa Penjor. Meski demikian, ini masih perlu ada kajian lebih lanjut. Kembali ke pemerintahan Haji Balitung di Medang.
Setelah Haji Balitung wafat, tahta Medang berturut diduduki oleh Mpu Daksa, rake Layang dyah Tulodong, dan terakhir rake Sumba dyah Wawa.
Rake Sumba dyah Wawa berkuasa antara tahun 927M- 928M. Pada masa inilah kekuatan Sriwijaya wangsa Selendra kembali menggempur tanah Jawa. Sriwijaya merupakan satu-satunya musuh bebuyutan wangsa Sanjaya. Pada penyerbuan itu, Rakai Sumba dyah Wawa gugur. Sementara mahamentri hino Mpu Sindok selamat dan menyingkir bersama sisa pengikutnya ke Jawatimur. Penyerbuan Sriwijaya atas pemerintahan Rake Sumba dyah Wawa memang tidak pernah termuat dalam prasasti yang keluar masa kemudian. Tetapi peristiwa besar itu dapat diselusuri melalui sejarah perseteruan Sriwijaya dan Medang.
*Â Â Â Â *Â Â Â Â *
Â
Tulungagung Masa Kerajaan Medang Jawa Timur
Berdasarkan prasasti Turyyan 929M, diketahui Mpu Sindok membangun keraton baru pertama di Tamwlang. Sri maharaja makadatwan i tamwlang. Tamwlang hanya ditemukan dalam prasasti ini. Diperkirakan berada di desa Tambelang, Jombang. Kemudian berdasarkan prasasti Anjukladang 937M, Mpu Sindok memindah ibukota Medang ke Watugaluh, masih di daerah Jombang.
Mendengar kerajaan Medang muncul di Jawatimur, kekuatan wangsa Selendra di Jawatengah tidak tinggal diam. Mereka berderap ke timur melalui jalur darat atau pedalaman, dengan tujuan utama menghacurkan pemerintahan Mpu Sindok. Karenanya pasukan itu dihadang di daerah Anjukladang atau Nganjuk. Dua kekuatan bertempur dahsat. Sriwijaya harus mengakui bahwa pedalaman Jawatimur bukan tempat yang cocok untuk berperang. Sriwijaya tidak mampu menjangkau sungai Brantas di timur Kertosono, tidak mampu memukul pusat pertahanan di daerah Jombang. Pasukan besar wangsa Selendra terpukul mundur. Kemenangan mpu Sindok itu berkat bantuan kekuatan para penduduk Anjukladang. Mpu Sindok kemudian menganugerahi daerah Anjukladang sebagai sima perdikan dan dikukuhkan pada prasasti.
Kemudian pada masa Sri Dharmawangsa Teguh berkuasa di kerajaan Medang Jawatimur, wangsa Selendra yang masih membangun kekuasaan di Jawatengah berupaya mendesak ke timur. Sementara kekuatan Medang Watan juga giat menggempur Jawatengah. Sampai akhirnya wangsa Selendra terdesak kembali ke tanah Sumatera. Sri Maharaja Dharmawangsa Teguh menguasai sepenjuru Jawa.
Dharmawangsa giat membangun armada laut untuk mempermudah upaya memburu wangsa Selendra yang membangun kekuatan di Sriwijaya Palembang. Ia mulai berpikir meluaskan kekuasaan ke sepenjuru nusantara. Tercatat beberapa kali melayarkan armada laut menyerbu Palembang.
Tetapi peristiwa dahsat pecah pada sekitar 1006M, saat pasukan gabungan Lwaram dan Sriwijaya datang menggelombang menghancur kejayaan Sri maharaja Dharmawangsa Teguh. Raja Sriwijaya yang menyokong kekuatan dahsat Lwaram itu adalah Sri Marawijayattunggawarman, putra Cundamaniwarman dari wangsa Selendra. Raja ini keturunan Balaputradewa. Hancurnya Sri Maharaja Dharmawangsa termuat dalam prasasti Pucangan yang dikeluarkan Erlangga tahun 1041M: