Mohon tunggu...
Siwi Sang
Siwi Sang Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi Desa

Pengelola TBM Umahbukumayuhmaca, penulis buku tafsir sejarah GIRINDRA Pararaja Tumapel Majapahit, dan Pegiat Literasi Desa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Tulungagung

3 Agustus 2013   08:11 Diperbarui: 6 September 2015   16:48 8466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 19 Nopember 1181M, Kroncaryadhipa mengeluarkan Prasasti Jaring, mengambil gelar abhiseka Sri Maharaja Sri Kroncaryadipa Bhuwanapalaka Parakrama Anindita Digjaya Uttunggadewa Sri Gandra. Putra  Aryeswara ini hanya bertahta sekitar 4 tahun. 

Pada 11 September 1185M, berdasarkan Prasasti Ceker, digantikan putra sulung Sarweswara, yaitu Sri Maharaja Kameswara Triwikramawatara Aniwariwirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa.   

Setelah Kameswara wafat, tahta Panjalu Daha ditempati oleh adiknya, Kertajaya bergelar Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.  

Pada tahun 1190M terbit prasasti bertanda lanchana raja Srengga. Prasasti batu ini dikenal sebagai Prasasti Sapu Angin. terdapat penelitian sejarah dari Boechari bahwa saat mengeluarkan prasasti Sapu  Angin, Raja Srengga Kertajaya masih bersetatus sebagai putra mahkota.

Naiknya Kertajaya sebagai maharaja Panjalu Kediri rupanya membuat suasana tanah Jawa kembali bergolak. Penyebabnya karena Kertajaya bukan putra mahkota Kameswara. Ketika Kameswara wafat, seharusnya yang mendaki tahta di Panjalu Kadiri adalah keturunan Kameswara dari Sasi Kirana. Itu artinya cucu raja Jenggala yang berhak naik tahta Panjalu Kadiri. Bukannya Kertajaya, adik Kameswara. Inilah yang memicu kemarahan pihak Jenggala di Kutaraja lalu menggempur Panjalu Kadiri. Raja Jenggala waktu itu adalah Sri Maharaja Girindra,  ayah Sasi Kirana. Sri Maharaja Girindra juga memiliki putra selir yang dikenal Pararaton sebagai Ken Arok.

Pasukan Girindra Jenggala berhasil mendesak kekuatan Panjalu Kadiri. Raja Kertajaya mengungsi bersama pasukan pimpinan Senapati Tunggul Ametung menuju Katandan Sakapat Kalangbrat, Tulungagung.  Secara tersirat peristiwa ini termuat dalam Prasasti Kamulan, 31 Agustus 1194M atau bulan Palguna, ketujuh, tahun saka 1116. Disebutkan dalam prasasti bahwa raja Kertajaya tersingkir dari istana Kadiri akibat serbuan musuh dari arah timur. Penyerbuan terjadi sebelum keluarnya Prasasti Kamulan.

Selama dalam pengungsian, Kertajaya menjadikan daerah Kalangbrat sebagai keraton sementara Panjalu. Bersama sisa pasukan dan para pandita serta segenap penduduk Katandan Sakapat Kalangbret,  Senopati Tunggul Ametung giat menggalang kekuatan  merencanakan serangan balik.

Menjelang bulan ketujuh 1194M. Setelah kekuatan terbangun kokoh, dengan semangat memberi pertolongan besar kepada Maharaja Kertajaya, Senapati Tunggul Ametung menderapkan pasukannya ke timur, menuju Turen atau Turyantapada, terus berderap menggempur Kutaraja dan berhasil menaklukkan kerajaan yang menganut agama Siwa di timur gunung Kawi itu. Raja Jenggala Sang Girindra tersingkir dari Kutaraja bersama sisa pengikutnya. Diperkirakan Sang Girindra masih hidup dalam pelarian.

Setelah kembali bertahta di Kadiri, Sri Kertajaya berupaya mengembalikan ketentraman dan ketertiban negara. Kebijakan penting pertama, menetapkan daerah di timur gunung Kawi, daerah bekas pusat pemerintahan Janggala sebagai kadipaten amancanagara bernama Tumapel, berada dibawah kekuasaan Panjalu Daha. Ibukota Tumapel tetap di Kutaraja. Kertajaya menobatkan Senapati Tunggul Ametung sebagai penguasa pertama kadipaten amancanagara Tumapel. Kebijakan raja ini dikeluarkan sebagai penghargaan kepada Tunggul Ametung yang secara gemilang menunaikan tugas negara.

Dapat dikatakan Tumapel berdiri pada 1194M. Wilayah kekuasaannya membentang di timur gunung Kawi ke timur sampai gunung Brahma, berbatasan dengan Lumajang, ke utara berbatasan dengan Hering —Bangil Pamotan— ke selatan sampai daerah Turen atau Turyantapada. Di selatan sungai Brantas, di daerah Turen, berbatasan dengan Lodoyong.

Raja Kertajaya juga menetapkan daerah Katandan Sakapat dan sewilayahnya termasuk daerah Kamulan sebagai daerah perdikan atau swatantra, daerah istimewa yang dibebaskan dari segala pungutan pajak, daerah merdeka berpemerintahan sendiri yang kedudukannya langsung di bawah kekuasaan raja. Penganugerahan itu tertuang dalam piagam kerajaan yang kelak bernama prasasti Kamulan, 31 Agustus 1194M.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun