Prasasti Kamulan dikeluarkan Kertajaya setelah adanya permohonan dari para samya haji Katandan Sakapat yang telah ikut berjuang mengembalikan raja ke singgasana di Kediri akibat serbuan musuh dari timur. Prasasti ini memuat keterangan bahwa Samya Haji Katandan Sakapat berdatang sembah ke hadapan raja dengan perantaraan Pangalasan bernama Geng Adeg, menyampaikan bahwa pihaknya menyimpan rontal berisi keputusan raja yang telah dicandikan di Jawa, yaitu Haji Tumandah. Mereka mohon supaya keputusan itu dikukuhkan dalam bentuk prasasti batu yang mendapat cap kerajaan Kertajaya. Dan permohonan itu dikabulkan karena parasamya Haji Katandan sakapat telah memperlihatkan kesetiaan mereka terhadap raja sebagaimana layaknya sikap hamba raja. Mereka telah berhasil mengembalikan Kertajaya ke atas singgasana di Kadiri. Maka ditulislah prasasti di atas batu yang memuat perincian anugerah Sri Tumandah dan Sri Rajakula berupa hak-hak istimewa dan ditambah lagi anugerah dari Sri Raja Srengga berupa pemberian hak-hak istimewa.
Dari kronologis keluarnya prasasti Kamulan sebenarnya prasasti ini lebih diperuntukkan kepada daerah yang berada di wilayah kekuasaan Katandan Sakapat. Daerah ini sekarang bernama desa Ketandan, Kalangbret, Tulungagung. Dengan kata lain pada waktu dikeluarkannya prasasti oleh Kertajaya, daerah Kamulan dan sekitarnya masih termasuk wilayah Kalangbret Tulungagung. Sekarang penanggalan prasasti ini menjadi landasan penentuan harijadi kabupaten Trenggalek. Ini karena daerah Kamulan sudah masuk kabupaten Trenggalek.Â
Pada 27 Juni 1197M, raja Kertajaya mengeluarkan prasasti Palah yang sekarang berada di candi Penataran, Blitar. Â
Pada tanggal 5 suklapaksa bulan waisaka tahun 1122C atau 20 April 1200M, Kertajaya memberi anugerah sima perdikan kepada Duwan di Galungung dan termuat dalam piagam kerajaan bernama prasasti Galungung. Prasasti ini dikenal pula sebagai Prasasti Panjerejo karena ketika pertama ditemukan pada tahun 1888M, berada di wilayah desa Panjerejo distrik Ngunut. Sekarang Desa Panjerejo masuk kecamatan Rejotangan Tulungagung. Dan prasasti ini secara administratif sudah masuk wilayah desa Karangsari. Prasasti ini terbuat dari batu berbahasa dan beraksara Jawakuna.
Dalam tahun 1200M diperkirakan Adipati Tunggul Ametung yang menganut Wisnu menikah dengan Ken Dedes, putri pandita Boddha Mahayana dari Panawijen Mpu Purwwawidada.
Pada saat Sri Girindra tersingkir dari istana, Ken Arok berusia sekitar 12 tahun. Setelah dewasa, mengetahui sejarah Jenggala, mengetahui ayahnya tersingkir dari istana akibat serbuan Tunggul Ametung. Setelah bertemu Pendeta Lohgawe, bertekad membalas kekalahan ayahnya.Â
Sampai kemudian terdorong keinginan kuat menjadi maharaja tanah Jawa, Ken Arok segera melancarkan aksinya, menyingkirkan pemegang kekuasaan Tumapel, Adipati Tunggul Ametung. Berdasarkan penafsiran prasasti Mula Malurung, 1255M, Tunggul Ametung didarmakan di Pager atau Pagerwojo [Tulungagung]
Ken Arok menduduki Tumapel pada sekitar 1203M. Atau setahun setelah raja Panjalu Kediri Kertajaya mengeluarkan prasasti Biri pada 29 Agustus 1202M. Sekarang daerah Biri kemungkinan besar bernama Cuwiri, dekat Kalangbret, Tulungagung.
Pada tanggal 4 April 1204M, raja Kertajaya kembali mengeluarkan prasasti untuk menetapkan daerah Sumberingin Kidul sebagai tanah perdikan. Desa Sumberingin Kidul sekarang terletak di kecamatan Ngunut, Tulungagung.
Ken Arok mulai memimpin Tumapel pada usia 21 tahun. Pada awalnya masih berposisi sebagai penguasa kadipaten Tumapel, tetapi kemudian setelah cukup dukungan dari para pengikut maupun para pandita Siwa dan Boddha, pada awal tahun 1205M, Ken Arok memisahkan diri dari Panjalu, menjadi penguasa Tumapel yang merdeka dan mengambil gelar abhiseka Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi.
Beberapa bulan kemudian, masih pada 1205M, Ranggah Rajasa melancarkan serangan pertama ke Panjalu Kediri. Raja Kertajaya yang tidak menduga serangan itu terpaksa menyingkir ke selatan sungai Brantas, mendapat perlindungan seluruh penduduk bhumi Lawadan, Tulungagung. Sampai akhirnya Sri Kertajaya berhasil menduduki singgasana di istana Kediri setelah penduduk Lawadan memukul pasukan Ranggah Rajasa. Sebagai balas jasa atas segala pertolongan agung itu, raja Kertajaya menganugerahi desa atau thani Lawadan sebagai sima perdikan kerajaan Panjalu Kediri.