"Itu sakit Arga... bahkan saat aku tahu kamu sengaja mengganti nomor handphone kamu gara-gara untuk menghindariku. Bahkan dulu, untuk ada ditempat yang sama saja kamu tidak sudi. Tapi, aku tidak akan pernah menyalahkan kamu, aku hanya ... ingin meminta maaf atas semua kesalahanku. Maafkan aku dan aku berharap kamu masih menganggapku sahabatmu. Ku mohon maafkan aku, kamu tahu betapa tersiksanya aku karena terus merasa bersalah saat melewati hari raya. Ku mohon maafkan aku..." Air mata yang sedari tadi di tahannya kini mengalir deras membanjiri pipinya....
Sejenak keheningan kembali terulang, hanya suara isak tangis Andini yang terdengar jelas. Arga beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menuruni tangga kemudian menengok kearah Andini.
" Andini...!" Panggilnya pelan
Andini yang menekukkan wajahnya segera mengangkat wajahnya dan melihat kearah Arga yang lebih dulu menatapnya
" An, sebenarnya...!" Arga kembali terdiam sejenak, sementara Andini harap-harap cemas menunggu apa yang akan dikatakannya.
" Sebenarnya aku...!" Lagi-lagi Arga menghentikan ucapannya.
" Mba bangun... mba ayo bangun...!" Seorang pengurus yang kebagian kontrol membangunkannya. Andini mengeliat bangun, dipandangi sekelilingnya. Gelap dan hanya terlihat wajah pengurus dengan raut wajah tenang dihadapannya. Lalu dimana Lucy dan Arga? Seingatnya dia sedang bersama mereka.
" Ayo mba pulang, sudah jam satu malam...!"
" Iya mba!"
Andini beranjak dari sajadahnya, ia hanya bisa mengelus dada menerima kenyataan kalau pertemuannya dan permintaan maafnya hanya sekedar mimpi yang menghiasi kelelahannya.
Dalam langkah menuju komplek, ia hanya berharap jika suatu saat nanti, ia benar-benar bisa menyampaikan maaf padanya meskipun entah kapan hal itu akan terjadi. Mungkin...SUATU SAAT NANTI.
THE END