aku akan berusaha membantumu tapi aku tidak
berani janji.
Marsya
Andini tak bisa berbuat apapun kecuali hanya mengadu pada-Nya. Andini tahu merindukan kaum Adam yang bukan makhromnya adalah tak sepatutnya, tapi ini bukan lagi sebuah rindu cinta pada pria ajnabi, ini adalah rindu penyesalan seorang sahabat. Ia hanya ingin tahu masalah yang tak jelas kemuadian berubah besar. Dulu, Arga marah besar padanya tanpa penyebab yang jelas, kedekatannya dengan Arga tiba-tiba jauh.... Permintaan maaf dengan berbagai cara tak diresponnya, Arga memilih diam mengunci mulutnya. Hanya ucapan-ucapan kasar yang keluar dari mulutnya.
"Untuk apa aku mendekati makhluk paling menjijikan sepertinya..." Ucap Arga yang selalu terngiang dan terlalu sulit di lupakannya.
Andini hanya menyesalkan persahabatan dengannya yang baru saja terangkai dengan indah setelah dua tahun bagai kucing dan anjing terputus begitu saja.
"Astaghfirullohhaladzim..." Bibir mungilnya bergetar melafalkan dzikir seraya tangan kanannya memegangi tasbih birunya dan mutiara hatipun masih enggan berhenti membanjiri pipi lembutnya.
Namun, ia sadar... ia bukan lagi anak rumahan yang bebas mengekspresikan perasaannya, kini cap "santri" telah di tanggungnya. Pencarian maafpun menjadi jalan yang menyulitkan baginya. Ia hanya ingin kata maaf dari Arga sebelum hari agung itu kembali datang.
Andini menguap, rasa kantuk mulai datang menyerangnya, kantung matapun terasa begitu berat dirasakannya. Ia menyadari tubuhnya belum merasakan istirahat sementara jarum jam menunjukan pukul 12:00 malam tepat. Tanpa disadarinya ia tertidur dengan posisi sujud.
********
"Panggilan-panggilan di tujukan kepada Andini komplek Ummu Kultsum kamar satu dari Sukabumi di tunggu kedatanggannya di depan Masjid oleh keluarga"