Mereka kemudian berceritera tentang pengejaran maling itu dan langsung kita persilahkan mereka mencari. Jangan-jangan si maling masih bersembunyi di sekitar halaman rumah yang begitu luas ini.
Pak Pardi juga ikut bersama mencari dengan bapak-bapak yang aku lihat makin banyak berdatangan dan kita kemudian saling berkenalan
Rupanya di daerah ini memang ada maling dan penodong yang menjengkelkan warga sekitar.
“ Barangkali ada yang pernah melihat, bagaimana rupa orangnya ?” aku tanya
”Masih muda bu, umur sekitar 25-an, orangnya gempal, tinggi sedang, kulitnya putih dan rambut keriting. Tapi amat mengganggu ketentraman kita semua, kita kan jadi takut, tidak aman, meresahkan. Siang hari, waktu suami dikantor, dia sering beraksi.” Kata ibu-ibu, yang sepertinya jengkel.
Aku lihat bapak-bapak itu sudah kembali, ternyata maling itu memang tidak ada, sudah di cari sampai pelosok sudut pekarangan belakang.
Sudah di obrak-abrik semua tidak juga ketemu.
”Jangan-jangan lari ke hutan belakang, itu kan masih rimbun pohonnya?”
“Tapi pagar rumah ibu kan tinggi sekali, pasti sulit memanjat terus masuk kehutan ?”
Pagar itu setinggi 3 meter -- iya, mestinya orang kesulitan untuk melewatinya.
:”Dahulu pernah lari kehutan, kita kejar terus seharian, memang banyak bekas-bekasnya di sana. Sisa makanannya, juga bekas peralatan masak dan abu bakaran apinya.”