Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Darah Biru yang Terluka (78)

1 Mei 2015   15:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:29 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14304675731798139008

Lidah api membuat langit menjadi menakutkan, kilat sambung menyambung tanpa henti dan hujan turun dengan derasnya jatuh kebumi.

Didepanku ada bayangan besar, seekor ketam, kepiting  raksasa berjalan miring menghampiriku.

Kupandangi ketam itu, capitnya membuka dan menutup dengan dahsyatnya, matanya mengarah kepadaku dengan garangnya.

Aku cepat menarik cambukku, guntur Geni ada ditangan kananku
Secepat dia akan menyerangku , secepat itu pula aku lecutkan cambukku dengan dahsyat.

Didamping Guntur Geni, cambuk ini menjadi menakutkan.
Tanganku rasanya gemetar memegang cambuk ini, terasa amat berat tetapi menjadi semakin mantap.

Cambuk itu melecut dengan dahsyat dan seolah pisau gergaji raksasa yang berpijar, dia menghamtam, menghujam ketam yang sedang laju menerjang.

Pijaran api semburat sana-sini, ketam itu terbelah dua dengan ngerinya. Suaranya menciut –ciut dan mendesis dengan keras, masing-masing tubuh separuh itu bergerak bangkit lagi, menyerang kembali.

Guntur Geni aku pegang erat dan tiba-tiba seperti tidak sadar, ada tenaga gaib yang hebat menggerakkan , senjata itu mengayun dengan dahsyatnya.
Dan disertai sambaran petir dan kilat yang menghantam dengan cetar menggelegar , petir itu menerjang dan menghentak yang sedang menyerangku

Sejenak silau, dan kemudian kepingan-kepingan semburat cerat berai berhamburan kemana-mana, di sertai bau amis yang menyengat.
Aku dengar seperti ada jeritan yang mengerikan dan menyayat, jerit suara perempuan, siapa itu tadi ?

Kemudian semua berhenti tiba-tiba, seolah bumi berhenti berputar.

Tidak ada hujan, tidak ada angin dan tiada air laut yang menggelora, suasana cepat berubah, keadaan menjadi sunyi sepi senyap , dan mencekam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun