Aku terus berjalan kedepan istana, angin dan air laut makin membahana.
Dan diujung undakan keraton, aku lihat Nyai Gandhes berdiri tegak, kokoh, teguh tak tergoyahkan.
Pandangannya kedepan, beliau melipat tangan, tak gentar diantara deru, debur dan desau air laut yang menggelora.
Aku cepat menghampiri dan bersembah, beliau tersenyum dan menunjuk ke halaman istana.
Rupanya prajurit Kemayang sudah berdatangan, beberapa panglimanya yang mumpuni bergerak dengan cepat, berusaha mengepung istana ini.
Aku cepat mengeluarkan Guntur Geni, kupadukan keduanya dan tiba-tiba ada petir halilintar yang memecah menggelegar di angkasa.
Serentak gerakan pasukan itu terhenti, semua menengok ke angkasa
“Guntuur G-e-n-i-i,…..” mereka semburat berlarian menyebar, berusaha kembali
Aaaaachch, …..kuayunkan dan kutujukan pada para panglima Kemayang yang akan memasuki undakan teras keraton, dan bersamaan - tampak nyala lidah api menyambar mereka dengan gempita.
Mereka terpelanting tersambar petir itu, jatuh terhempas dengan menebah dada, kemudian kulihat tidak bergerak atau bangun lagi.
Aku terus turun, Nyai Gandhes memegang tanganku, dipandangnya aku
“Hati-hati Puteri, … selamat jalan. “ Aku menyembah dengan penuh hormat
“Terima kasih Nyai, atas segalanya selama ini .” beliau mengangguk.
Aku terus turun dan sekali lagi menyabetkan Guntur Geni itu dengan sekuat tenaga, terjadi benturan dan ledakan yang membelah angkasa .