"Katanya spot senja terbaik di situ, Bos. Di antara batu itu," ucapku. Menunjuk dua tebing yang ada di tepian laut. Sisa karang yang tidak terlalu tinggi di barat daya.
"Apa gak bahaya?"
"Gak terlalu dalam kok, cuma sepuluh senti dari mata kaki."
"Itu se-mata kaki kamu."
"Model kita tinggi- tinggi, Bos..." kataku. "Kalau pake heels" aku cekikikan.
"Yaudah kali. Tunggu aja sampai senja nanti. Kadang realita tak seindah ekspetasi, Bos."
 Kami menunggu hingga petang menghampiri. Mengambil beberapa spot foto yang dibutuhkan. Kuarahkan lensa hitamku pada posisinya. Kali ini gadis itu memainkan air. Topi sudah tidak berada di atas kepalanya. Jidatnya sempit. Poni tipis yang mengelilinginya tersibak karena tertiup angin.
Kita kembali. Minibus travel menjemput tepat setelah magrib. Menuju penginapan. Dia duduk di sebelahku. Menekan layar display di kameranya. Melihat foto sambil menikmati perjalanan.
"Gimana, Bos?" Tanyaku.
"Bagus... semua tempat mempunyai ciri khas sendiri untuk menampilkan keindahan alam."
Aku mengangguk puas. Dia selalu menghargai setiap ciptaan. Itulah yang aku kagumi darinya. Selalu memandang semuanya dari beberapa sudut. Positif thinking. Tidak menghakimi. Dan selalu menghargai seseorang, apa pun itu.