Mohon tunggu...
Siti Dewani
Siti Dewani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi - Universitas Mercu Buana

Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si. Ak., Nama: Siti Dewani, NIM: 55522120009, Mata Kuliah: Manajemen Pajak, Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kuis 07_Manajemen Pajak

27 Oktober 2023   00:36 Diperbarui: 27 Oktober 2023   00:39 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuis 07_Diskursus Penyelesaian Ketidakpatuhan Administrasi Perpajakan

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Undang - Undang No. 28, 2007). Kewajiban perpajakan akan terlaksana dengan baik jika wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Jika dilihat dari sudut pandang pemerintah sebagai penerima pajak apabila wajib pajak lebih kecil membayar pajaknya, maka pendapatan negara dari sektor pajak tentunya berkurang dan sebaliknya dari sisi pengusaha atau wajib pajak sebagai sumber pungutan pajak apabila lebih besar membayar pajak dari yang semestinya, maka akan mengakibatkan kerugian. Mengingat pajak adalah sumber utama pendapatan Negara, namun tidak semua Masyarakat dapat dengan sadar dan sukarela dalam memenuhi kewajban pajaknya.

Untuk mencapai target penerimaan negara dalam aspek perpajakan, Pemerintah berupaya memperbaiki terus sistem dan regulasi perpajakan agar masyarakat sadar dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sehingga dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban perpajakannya yang berdampak positif pada penerimaan negara. Sistem administrasi perpajakan yang kompleks dapat menyulitkan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga masyarakat akan malas atau enggan dalam melakukan kewajiban pajaknya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim bahwa rasio kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2023 masih mengalami penurunan. Bila melihat jumlah wajib pajak hingga 31 Maret 2023, tercatat sebanyak 19,4 juta orang, termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan. Berangkat dari capaian Wajib Pajak yang melaporkan pajak pada 2023 sebanyak 12,5 juta Wajib Pajak, artinya rasio kepatuhan penyampaian SPT 2023 sebesar 64,43 persen. Rasio tersebut lebih rendah dari capaian rasio penyampaian SPT Pajak Penghasilan tahun 2022 yang berada di level 83,2 persen. Hal ini dapat dipandang bahwa rasio kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya masih rendah.

Mengapa rasio kepatuhan di Indonesia masih rendah?

Merujuk pada Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 bahwa Kepatuhan Wajib Pajak adalah kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan tepat waktu. Direktur Jenderal Pajak mengidentifikasi alasan dari rendahnya kesadaran wajib pajak untuk membayar pajaknaya yaitu:

1. Masyarakat tidak taat pada undang-undang perpajakan.

2. Kurang rasa percaya pada aparat pajak.

3. Masih ada masyarakat yang mencoba-coba untuk membayar pajak.

4. Pajak masih belum menjadi budaya dilingkungan Masyarakat.

5. Masyarakat masih mempertanyakan uang pajak digunakan untuk apa? Dan hal ini masih banyak masyarakat belum paham. Jadi semestinya kementerian lembaga lebih gencar dalam melakukan sosialisasi perpajakan.

6. Memandang adanya sistem bebas pajak dari beberapa negara.

7. Masih sulitnya untuk melakukan pelaporan perpajakan. Sehingga dibutuhkan akses teknologi pada sektor pepajakan di Indonesia.

Wajib pajak akan cenderung patuh untuk memenuhi seluruh kewajibannya jika mereka mengetahui haknya - yang dilindungi dengan Undang-Undang dan mendapat perlakuan adil dari otoritas pajak. Terjaminnya hak wajib pajak akan mengubah pola hubungan otoritas dengan wajib pajak. Karena pola relasi otoritas dan wajib pajak pada saat ini berada dalam nuansa konfrontasi karena banyak berhubungan dengan denda dan penalti pajak yang dapat merugikan negara. Untuk itu agar masyarakat "sadar pajak" maka prosesnya tidak perlu menyakitkan bagi wajib pajak. Dengan demikian, masyarakat tidak merasa terbebani ketika membayar pajak.

Apa sajakah indikator yang menyebabkan ketidakpatuhan wajib pajak dalam administrasi perpajakan?

Berdasarkan Surat Edaran Nomor: SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan, berikut adalah indikator-indikator yang menyebabkan ketidakpatuhan wajib pajak yaitu :

1. Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT, yaitu terlambat dalam melakukan pembayaran pajak dan pelaporan SPT Bulanan dan/atau Tahunan

2. Belum pernah diperiksa (all taxes) selama tiga tahun terakhir, sehingga berpotensi adanya praktek ketidakpatuhan pajak yang belum terdeteksi

3. Analisa CTTOR, GPM dan NPWP lebih tinggi 20% dibandingkan benchmarking terkait,

 - CTTOR = Rasio Pajak Penghasilan Terutang Terhadap Penjualan,

 - GPM = Rasio Tingkat Laba Kotor,

 - NPM = Rasio Tingkat Laba Bersih.

Ketiga rasio tersebut dibandingkan dengan usaha/perusahaan yang sejenis secara umum. Apabila selisih lebih dari 20% maka terdapat indikasi ketidakpatuhan yang tinggi

4. Ketidaksesuaian profil SPT dengan profil ekonomi (usaha dan kekayaan) sesungguhnya berdasarkan fakta lapangan

5. Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, terutama pihak berkedudukan di Luar Negeri yang memiliki tarif pajak lebih rendah dari tarif pajak di Indonesia

6. Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri (intra-group) transaction dengan nilai transaksi lebih dari 50% dari total transaksi

7. Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang memiliki kompensasi kerugian

8. Wajib Pajak menerbitkan faktur pajak dengan kode 000 lebih dari 25% dari total faktur yang diterbitkan dalam satu masa pajak

9. Terdapat hasil analisi IDLP dan/atau CTA, yaitu

  - IDLP (Informasi, Data, Laporan, Pengaduan),

  - CTA (Centre for Tax Analysis). CTA merupakan unit khusus di Direktorat Jenderal Pajak yang melakukan analisa dalam bidang perpajakan diantaranya fungsinya adalah memberikan dukungan data dalam rangka penggalian potensi perpajakan. Lebih detail diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-62/PJ/2015 Tentang Pelaksanaan Operasional TIM Pusat Analis Perpajakan (Center for Tax Analysis)

Bagaimanakah upaya penyelesaian terhadap tindakan ketidakpatuhan administrasi perpajakan?

Pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan undang -- undang perpajakan yang berlaku akan menimbulkan sengketa diantara fiskus dan wajib pajak (UU No. 14 tahun 2002). Upaya administratif dalam penyelesaian dari sengketa itu sendiri seperti: Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP) dan yang terakhir adalah Keberatan dimana Tata Cara Pembayaran dan Penyetorannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014. Adapun pengertian upaya administratif adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam lingkungan administrasi pemerintah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan dan atau tindakan yang merugikan. Sedangkan yang dimaksud dengan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa.

Upaya-upaya Hukum yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

a. Keberatan, dikategorikan keberatan apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa ketetapan jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya. Wajib Pajak dapat mengajukan Keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu penerimaan dari:

 - Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SPKB)

 - Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SPKBT)

 - Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

 - Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

 - Pemotongan pajak oleh pihak ketiga sesuai Peraturan

Surat Keberatan oleh wajib pajak dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langusng melalui kurir pos atau online ke laman resmi DJP atau penyedia jasa aplikasi perpajakan resmi.

b. Banding, upaya hukum yang dimiliki oleh Wajib Pajak sesuai peraturan perundangan atas ketidakpuasan terhadap keputusan dari Direktur Jenderal Pajak adalah permohonan banding kepada pengadilan pajak.

Ruang Lingkup Banding yaitu apabila Wajib Pajak tetap tidak setuju dengan materi nilai pajak dalam Surat Keputusan Keberatan, wajib pak hanya dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada pengadilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan yang berlaku.

c. Gugatan, merupakan upaya hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan pajak yang ditagih atau terhadap keputusan yang dapat diajukan.

Berbeda dengan prosedur keberatan, Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Pajak yaitu Badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagian Wajib Pajak pencari keadilan terhadap sengketa pajak. Pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutuskan perkara sengketa pajak. Maka dari itu putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau Badan Peradilan lain. Kecuali putusan yang berupa "tidak dapat diterima" menyangkut kewenangan.

Wajib pajak dapat mengajukan gugatan terhadap:

- Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang

 - Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak

- Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan

d. Peninjauan Kembali, Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali hanya satu kali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.

Permohonan dapat diajukan dengan alasan:

 - Putusan pengadilan didasarkan pada suatu kebohongan pihak lawan berdasarkan bukti-bukti yang kemudian dinyatakan palsu oleh hakim pidana

 - Bukti tertulis baru yang dapat menghasilkan putusan berbeda

 - Bagian dari tuntutan yang belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya

 - Putusan yang senyatanya tidak sesuai peraturan perundangan

e. Pengurangan Atau Pembatalan Objek Gugatan

Kewenangan pada Direktur jenderal pajak berdasarkan permohonan wajib pajak dapat:

 - Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan Pajak yang tidak

 - Mengurangkan atau membatalkan surat tagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 undang-undang kup yang tidak benar atau

 - Membatalkan surat ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun