Ia malah tertawa. Membuat aku semakin bingung harus memperlakukannya seperti apa.
"Hahaha. Kau memang tak pandai berbohong. Lihat saja dari lengkungan matamu yang menghitam. Sudah seminggu ini kau menangis tersedu-sedu. Malah kau tutupi dengan make up tebal itu," jawabnya dengan nada tersedak karena tak kuat menahan tawa.
Rupanya perempuan itu ahli pembaca aura. Buktinya ia berhasil memberikan beberapa fakta tentang diriku.
Sadar tawanya tidak membuatku nyaman. Ia buru-buru menghentikan tawa jeleknya itu.
"Maaf, maaf. Kau begitu lucu. Membuatku tak bisa menahan tawa. Begini saja, sebagai permintaan maaf, kau boleh mengajukan tiga pertanyaan. Tapi ada syaratnya, kau tidak boleh banyak protes dengan jawabanku!" katanya menawarkan kesepakatan.
Penumpang di sampingku memang sangat ajaib. Setelah menertawakan aku, kini malah menawarkan diri untuk ditanya. Nyaris seperti tukang ramal dadakan di pasar malam.
"Bagaimana?" tanyanya lagi untuk memastikan kesepakatan.
Tanpa mengiyakan, langsung saja ku lontarkan satu pertanyaan pertama.
"Mengapa saya ditakdirkan sebagai perempuan?"
Perempuan itu menarik napas panjang. Bersiap mengeluarkan seluruh teori yang ia punya.
"Kau terlahir menjadi perempuan karena sudah digariskan oleh Tuhan. Tuhan memilihmu menjadi perempuan karena kamu punya kekuatan istimewa, yaitu kuat."