"Ayo, Nduk. Teman Ibu sudah datang dan menunggu bersama calonmu," katanya.
"Ibu yakin pada pilihan Ibu?"
"Yakin, Ibu mengenalnya sejak lama. Tetapi karena pindah, lama tidak pernah ketemu. Tetapi Ibu sering telpon ibunya. Sahabat Ibu waktu sekolah. Pasti kamu cocok. Ibu tahu seleramu."
Ibu mengerdipkan mata menggoda pada Surti. Ia yakin putrinya pasti bahagia.
Surti teringat Ibu sering bercerita dulu memiliki sahabat, namanya Tante Hesti. Ia belum pernah ketemu, kecuali mendengar ibunya berbincang di telpon. Itupun tak sering.
Surti keluar berbarengan dengan Ibunya menuju ruang tamu.
"Kamu?"
Surti kaget dan marah, lalu hendak lari menuju kamar kembali. Ia tidak bisa menerima kenyataan ini. Mengapa harus dia?
"Kalian saling kenal?"
Putra teman Ibu mengejar Surti dan memegang bahunya.
"Dik, tunggu. Jangan salah paham. Aku mengerti kamu sakit hati. Tetapi inilah kenyataan yang kita hadapi saat ini. Ternyata kita berjodoh."
"Siapa bilang? Bukankah dulu kamu menolakku, Mas?"