Usai bersalaman dengan mempelai dan kedua orang tua masing-masing, tetiba petugas event organizer mendekati kami dan mengarahkan untuk duduk di lingkaran meja tamu VIP. Di sana terhidang beberapa meja prasmanan, lengkap segala menu. Termasuk menu Kambing Guling yang menggoda selera.
Namun suami saya menolak dengan halus dan mohon izin pada petugas untuk duduk di area tamu biasa agar kami bisa berbaur dengan tamu undangan lain --rekan sejawat satu kantor.
Terlihat ada menu kambing guling di area menu makanan di luar VIP, tetapi pramusaji baru memulai menguliti dagingnya dari  besi panggangan, belum dipotong-potong dadu apalagi dimasak di atas wajan datar.
Saya hanya mengambil nasi putih, menuang kuah sop tanpa sayur (karena sudah siang dan persedian sayur habis), lalu menunggu di meja saji kambing guling.
Melihat saya berdiri menunggu sambil membawa piring, tetiba pramusaji lainnya menghampiri. "Ibu, mari saya amtar saja ke meja VIP, ambil kambing guling di sana saja."
Saya menurut, mengikuti langkahnya. Ya, di tempat VIP, kambing guling sudah siap untuk disantap. Mereka melayani saya dan para tamu undangan dengan ramah. Pramusaji menuangkan potongan daging ke piring yang saya bawa. Jadilah saya menikmati nasi kuah sup dengan lauk daging kambing guling. No sambal, no kecap, no saus kacang. Tetap lezat!
***
Tapi bukan menu kambing guling yang saya maksud untuk tulisan artikel ini. Melainkan menu yang saya temukan di hajatan resepsi pernikahan yang kedua.
Saat memasuki area resepsi kedua, sebenarnya acara tepat usai sesuai jam undangan. Namun masih ada beberapa tamu yang baru saja hadir dan memberikan salam selamat kepada mempelai, juga tamu-tamu dari para kerabat. Termasuk saya dan suami.