Fahmi mengaduh. Sikap Kia yang cuek bebek, selalu saja mengejutkan dirinya.
      Tak disangka kedua polisi yang tadinya berekspresi keras, tiba-tiba melunak. Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Bahkan, polisi yang bernama Imran, menepuk bahu Fahmi dengan ramah. "Aduh, Pak. Kita ini masih sekolega. Mengapa Bapak melarikan diri seperti itu? Kami berdua kan jadi curiga apakah kalian ini penjahat? Padahal kalian hanya pacaran."
      Fahmi bergeming. Wajahnya merah padam.
      "Mengapa pacaran di tepi jalan tol? Apa yang bisa dilihat di area jalan tol? Kurang romantis," tukas Polisi Eko dengan nada suara menggoda. Wajah Fahmi pun bertambah merah.
      "Jawabannya mudah saja, Pak. Kami harus pacaran di mana lagi selain di tepi jalan tol? Mungkin Bapak bisa menyarankan tempat pacaran yang tidak digerebeg warga? Larut malam begini bingung mau pacaran di mana? Sementara waktu luang Fahmi hanya larut malam," ujar Kia dengan polos.
      Tingkah Kia yang semau gue, sukses membuat kedua polisi tersebut tertawa berderai.
      "HUSH. Masa bertanya seperti itu?" Larang Fahmi. Ia sungguh merasa malu dijadikan bahan bercandaan.
      Suasana genting di antara mereka sudah lenyap. Bahkan, Polisi Eko masih sempat menggoda mereka berdua, "Jangan diulangi lagi! Jangan pacaran di tepi jalan tol! Nanti tertangkap kami lagi. Ingatlah pesan Nenek! Jangan pacaran di tempat gelap, nanti bertiga bareng setan!"
      Fahmi mengerang. Saat itu. Detik itu. Ia sungguh ingin masuk ke dalam lubang tikus. Tidak, lubang semut lebih baik.
      Kia balas melambaikan tangan pada kedua polisi yang sibuk melambaikan tangan dengan penuh semangat. Tingkah Kia tersebut tak luput dari perhatian Fahmi. Ia begitu luwes menghadapi masalah ini.
      "Kia, kau menyembunyikan suatu hal padaku," ujar Fahmi.