Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Horor

Hantu Mantan dan Mami Lurah

29 September 2024   00:19 Diperbarui: 29 September 2024   00:46 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com.

"Mami Lurah, lepaskan! Papi Lurah hampir pingsan. Mami mau membunuh Papi?" Omel Rozy, sang sekretaris desa yang seefisien robot Artificial Intelligence (AI). Ia berusaha mengurai pelukan berbisa tersebut. Walaupun berusia jauh lebih muda, Rozy memang pemberani. Rozy tak rela jika Pak Lurah tewas di tangan istrinya sendiri, maka penggantinya ialah sang wakil, Bu Nafisa yang kerjanya hanya bersolek. Mendengar kecemburuan Bu Lurah, kecurigaan Rozy selama ini terbukti nyata. Bu Nafisa yang cantik jelita memang main api dengan Pak Lurah. Kinerja Bu Nafisa begitu buruk, tapi ia selalu dipuji oleh Pak Lurah.

Bu Lurah tersadar. Ia segera melepaskan rangkulannya.

Pak Lurah terbatuk-batuk. Paru-parunya berusaha merengkuh oksigen dengan rakus. Dengan wajah merengut, ia bertanya, "Mami mau Papi jadi almarhum? Nggak kira-kira meluknya. Papi mau bilang bahwa Papi nggak bisa napas. Mengapa Mami malah ribut mengenai Nafisa?"

Bu Lurah tersenyum malu. "Maaf, Pi. Tadi Mami emosi. Habis Papi juga sih!" Kemudian, ia teringat kembali masalah yang membuatnya panik. Dengan bibir bergetar hebat, ia terisak, "Mami dilecehkan, Pi. Mami dilecehkan."

Pak Lurah yang masih jengkel dengan kejadian naas yang hampir membuat dirinya berpindah ke alam lain, mendengus tak percaya. Mana mungkin ada orang yang berani melecehkan Ida Sulistyowati, Bu Lurah yang perkasa? Dibanding dibully, istrinya lebih cocok menjadi pembully. Sungguh kejam pandangan Pak Lurah, padahal Bu Lurah sangat mencintainya. Memang pria yang sedang tergila-gila dengan perempuan lain, cenderung melupakan kebaikan sang istri.

Dengan sendu, Bu Lurah menatap lekat kedua mata suaminya. "Papi Lurah sudah nggak peduli. Papi Lurah nggak cinta Mami lagi. HUEEE! Mami mau pulang ke rumah orangtua Mami di Malang. Mami mengalah agar Papi Lurah puas. Biar Papi Lurah bebas berpacaran dengan Nafisa."

Begitu mendengar ancaman tersebut, keringat dingin di pelipis Pak Lurah langsung mengucur deras. Ini level 'Awas' gunung berapi yang hendak muntah. Mana berani Pak Lurah menghadap Gusti Tuanku Yang Mulia Mertua. Ia sungguh merasa dirinya sekecil partikel nano jika berhadapan dengan kedua mertuanya yang mentereng. Mereka berdua ningrat yang kaya raya. Pak Lurah juga berhasil mencapai kedudukannya berkat sokongan finansial mertuanya. Ia teringat kalimat pedas sang mertua yang walaupun renta, tetap segarang macan tutul, "Kuberikan Ida, anak kesayanganku. Begitu kau sakiti hatinya, akan kutarik semua harta yang telah kuberikan. Akan kubuat hidupmu dalam neraka. Ingat itu!"

Secepat kilat, Pak Lurah mengubah strateginya. Dengan suara selembut sutera, ia pun membujuk istrinya yang berurai air mata. Jemarinya yang mulai keriput, mengusap lembut pipi bakpao istrinya. "Mana mungkin Papi nggak cinta Mami. Papi sangat cinta Mami. Apalah artinya Nafisa dibandingkan Mami yang selalu ada untuk Papi?"

Tanpa sepengetahuan Pak Lurah, Nafisa baru saja datang. Nafisa memang selalu terlambat di rapat yang diadakan setiap Hari Sabtu jam 5 sore karena itu jadwal ia melakukan facial di salon kesayangannya. Siapa suruh Pak Lurah memaksa mereka rapat di hari libur? Walaupun demikian, Nafisa tak pernah absen karena rapat ini memang modus Pak Lurah. Setelah selesai rapat, biasanya Pak Lurah mengajaknya makan satai di dekat kantor kelurahan. Yah, Nafisa tahu Pak Lurah sudah punya istri. Dan siapa yang tidak? Tapi, Nafisa senang ditraktir dan diajak jalan-jalan keliling kota. Walaupun jabatannya sebagai wakil Pak Lurah, uang Nafisa pas-pasan akibat gaya hidup sosialita yang dijalaninya. Oleh karena itu, Pak Lurah yang sering mentraktir dirinya yang sering kelaparan, ia anggap dewa penolong. Sayangnya, Bu Lurah sangat cemburuan.

Nafisa terbelalak melihat adegan cinta antara Pak Lurah dan Bu Lurah. Bibirnya yang dipulas liptint merah manyala, mengetat. Ia pun segera menutup kembali pintu rapat tanpa mempedulikan lambaian tangan super panik Pak Lurah. Ah, tak mau ia terjebak situasi berbahaya dengan Bu Lurah yang tatapan matanya setajam pisau stiletto. Dengan sedih, ia meraba perutnya yang langsing dan sedatar papan. Kasihan kau, cacing-cacing perutku! Malam Minggu ini kalian harus berpuasa. 

"Terus saja tatap pintu itu hingga bolong. Berharap kekasih gelapmu itu akan kembali," gerutu Bu Lurah. Bibirnya mencibir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun