"Paman menertawakanmu bukan karena kamu pacaran dengan seorang pria, tapi tingkahmu begitu lucu. Bukan salahmu jika Adelia berbohong. Jadi, kamu tak perlu segan."
"Tapi, aku merasa bodoh sekali.Aku tertipu begitu saja. Aku juga takut diriku berubah menjadi tak normal."
"Vino, kau tahu apa yang salah dengan dirimu?"
Vino menggelengkan kepala.
"Kamu seringkali berpikir terlampau jauh. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Jadikan hal ini sebagai pengalaman berharga dalam hidupmu bahwa cinta itu jangan hanya memandang fisik."
Vino tercenung mendengar nasehat Paman Malik. Tapi, petuah berharga itu ternodai senyum nakal dan ledakan kata-kata Paman Malik, "Tidak semua pria seberuntung dirimu, yaitu berpacaran dengan hermafrodit."
"Ah, Paman. Sebenarnya, Paman senang ya aku susah seperti ini," seru Vino kesal.
***
"VINO...VINO. ANAK NAKAL. GANTI PANCIKU!" Jerit Bu Ida.
"IYA, BENAR. PANCI APA INI? BOCOR!" Timpal Bu Donna.
"KAMI MINTA GANTI RUGI. GANTI RUGI. GANTI RUGI," teriak para ibu yang kompak berbaris di halaman rumah, tepat di bawah jendela kamar Vino. Pemandangan garang para ibu berdaster dengan berbagai motif dan mengacungkan panci berwarna-warni sungguh mencekam hati.