Mohon tunggu...
Sinta apriani
Sinta apriani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Sunny side up

Delicious life without burden

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Occurens

20 Februari 2020   20:08 Diperbarui: 20 Februari 2020   20:12 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlalu sering menyimpan rasa sakit hingga malas rasanya untuk sekedar mengungkapkan. Muak mendengarkan begitu banyak kata 'maaf' yang diucap. Pantaskah jika seseorang memberi kesempatan yang justru dianggap remeh!

Setidaknya gunakanlah sebuah kesempatan sebaik-baiknya, jangan sampai kesempatan yang diberikan dijadikan untuk melakukan kesalahan kembali. Alih-alih menyadari kesalahan, kesempatan yang berulang kesalahanpun justru terulang. Lucu rasanya hingga ingin mencincang mulutnya hingga sampai menyerupai kornet ayam. Tidak, tidak itu terlalu kejam. Menjadi manusia harus bersikap dewasa seperti kebanyakan orang inginkan.

"hahh". Terdengar suara helaan nafas yang bernada penyesalan berasal dari mulut seorang wanita. Ya penyesalan. Menyesal karena telah memberi kesempatan pada orang yang benar-benar salah.

Sebuah kedai yang tidak terlalu ramai diikuti dengan suara dentingan gelas yang beradu dengan botol berwarna hijau cukup terang. Tidak. Si wanita tidak sedang minum apalagi mabuk. Dia payah dalam hal semacam itu. Itu berasal dari pelanggan yang lain. Ia hanya sedang memakan camilan serta mata yang menatap datar kepada lawan bicaranya.

"Maafkan aku anna. Sungguh dengarkan dulu penjelasanku". Seorang pria bersurai hitam dengan gaya rambut yang dibelah dibagian keningnya sedang memohon dengan kedua tangan yang saling dirapatkan di depan dada. Tatapannya sendu yang mungkin hampir menangis disertai alis yang menyatu. Duduk disebrang sang wanita yang diberi jarak oleh sebuah meja.

"Aku pun bersungguh-sungguh Jim. Tinggalkan aku oke. Aku dapat melihatmu lebih bahagia dengan perempuan itu dibanding denganku ". Ujar si wanita dengan ucapan sedikit merendah menahan tangisan beserta bola mata yang dirotasikan yang membuat si pria lawan bicaranya mendadak bungkam. Kini si wanita mulai memasukan ponsel yang sempat ia simpan diatas meja kedalam tas miliknya. Bersiap-siap untuk meninggalkan kedai tersebut.

"Baiklah. Ku harap jangan sampai kau menyesal Anna" . Ucap Jimin disertai seringaian yang tipis yang belum tentu terlihat oleh Anna. Ia yakin bahwa nanti annalah yang akan menyesali keputusannya. Lelaki itu sangat percaya diri dengan apa yang ada dipikirannya tentang kehidupan anna selanjutnya. 'lihat saja nanti' batinnya. Hatinya masih siaga untuk mendapatkannya kembali.

"Selamat malam Park Jimin". Anna bergegas mengambil tas selempangnya berlalu keluar dari kedai. Meninggalkan pria bermarga Park itu sendirian yang masih merasa tidak percaya bahwa dirinya telah dicampakkan oleh wanita yang sudah menjadi kekasihnya selama dua tahun. Sungguh ia kagum dengan mantan pacarnya. Selama dua puluh empat tahun hidup, tidak pernah sekalipun seorang Park Jimin mendapatkan seorang wanita yang berani meninggalkannya terlebih dulu.

"Bi, aku ingin dua botol soju". Perintah Jimin pada wanita paruh baya pemilik kedai.

"Baiklah tuan". Balas si bibi segera meletakkan minuman tersebut pada meja dihadapan Jimin. Minuman yang bisa membuat pria tersebut meracau tidak jelas sendirian tanpa ditemani seseorang.
"iya kau benar Anna. Kau terlalu jual mahal untuk dirimu yang tidak seberapa, cantik". Racau jimin yang sudah mulai sedikit mabuk pada tenggakkan ketujuh dari seloki minumannya.
***
Udara Seoul begitu dingin di malam hari meskipun masih pertengahan musim panas. Di dinginnya malam ini, seorang wanita berpakaian baju kantor dengan atasan blouse berwarna peach rok seatas lutut berwarna putih disertai tas dan sepatu berwarna hitam yang senada sedang berjalan gontai sesekali menghentakkan kakinya pada jalan trotoar karena kekesalan yang sedang dirasakannya.

Kepala menunduk, tangan memegang tas begitu erat kadang-kadang keluar beberapa umpatan dari bibirnya. Obsidiannya hanya terpaku pada tatapan kosong kebawah. Tidak peduli akan rasa dinginnya angin yang menerpa kulit putihnya. Hidung yang sedikit memerah, juga timbul cairan yang menyumbat hidung dalamnya terabaikan begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun