Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku
Semilir angin yang bisu, tataplah mataku biar noda tak bercela, ikatlah sukmaku[*]
Ā
*
Ā
Zzzzpppp.
Ā
Kembali aku diselimuti gelap. Lebih pekat. Dingin menusuk. Aku terduduk, meringkuk. Sungguh, aku tak kuat menahan hawa seperti ini. Aku biarkan udara menerbangkanku ke mana ia mau. Aku lelah.
Sebuah tangan menarik lenganku. Tangan itu terasa kekar. Kasar. Aku tak mampu melihat wajahnya dalam gulita. Dalam hitungan detik, lorong ini benderang. Entah ini cahaya apa.
Wajah itu nampak asing. Ada aroma akar dan rempah menyeruak, berganti dengan wewangian bunga, beraneka. Ia menatap ke depan, terus menarikku tanpa satu pun kata terucap.