           Menurut dia, "menjadi negara berkembang menyiratkan mencapai lebih dari akhir tetapi mengakhiri yang harus dicapai". Dari pandangan Gordon, berikut bahwa pembangunan sering dikaitkan dengan tujuan yang bermanfaat. Mungkin ada nilai-nilai yang berbeda yang oleh masyarakat yang berbeda dianggap berharga, mengingat sistem kepercayaan dan ontologis umum, epistemologis, etis, estetis dan orientasi spiritual mereka. Bahkan ketika para sarjana seperti Sen (1999) mengidentifikasi pengembangan dengan kebebasan, dapat dikatakan bahwa ada arti yang berbeda dan konsepsi kebebasan dan apa artinya kebebasan dalam tradisi pemikiran akan menentukan apa artinya pembangunan dalam konteks itu. Yang penting dalam arti kontemporer kebebasan adalah bahwa pembangunan menandakan perubahan kualitatif dari satu tingkat eksistensi manusia dan pengalaman yang lain. Jadi dalam hal sosial, pembangunan adalah proses di mana seluruh sistem sosial bisa menjauh dari kondisi kehidupan secara luas yang dianggap tidak memuaskan terhadap kondisi lain yang dianggap sebagai material, moral dan spiritual yang lebih baik.
           Teori perkembangan yang berbeda telah diidentifikasi oleh para sarjana. Misalnya, Martinussen (1997) mengidentifikasi teori-teori tersebut meliputi: pembangunan sebagai pertumbuhan ekonomi, pembangunan sebagai pembangunan manusia, pembangunan sebagai proses modernisasi, pembangunan sebagai penghapusan ketergantungan, pembangunan sebagai transformasi dialektis dan pengembangan sejarah. Para ahli teori pembangunan telah meterapkan teori-teori pembangunan untuk interpretasi tertentu dari pengalaman manusia. Bahkan ketika mungkin tidak ada bentuk pembangunan dalam istilah Platonis, ada hal-hal tertentu yang mana teori-teori pembangunan yang berbeda berhubungan dengan yang membuatnya relevan sebagai cara melalui mana manusia mengejar tujuan berharga. Dalam konteks tulisan ini, teori pembangunan yang memiliki relevansi langsung bagi kita adalah pembangunan sebagai transformasi dialektis. Maka karena itu jenis teori terbaik yang dapat menjelaskan kernel dari Tesis Tiga Warisan Nkrumah adalah ideologi pembangunan di masyarakat Africa.
     Menurut Martinussen, ide pembangunan sebagai transformasi dialektis berhubungan dengan sintesis aspek tradisional dan modern dari suatu masyarakat tertentu dalam upaya untuk menghasilkan sistem baru yang menggabungkan unsur-unsur yang baik dalam aspek lama dan baru dari masyarakat. Ini berarti bahwa unsur-unsur tradisional dan modern dari masyarakat saling melengkapi satu sama lain. Dalam hubungan ini bahwa orang dapat melihat interkoneksi teoripembangunan danfilosofi kesadaran Nkrumah, yang merupakan filsafat yang kemajuan tesis tiga warisan.
     Sifat dialektik dari kesadaran filosofis terlihat dalam posisi Nkrumah bagi pengembangan benua Afrika, pola pikirnya harus diarahkan pada penyatuan cita-cita tingg iyang mendasari masyarakat Afrika tradisional dengan tradisi modern yang diwariskan oleh kolonial bekas penjajah. Kita akan membaha sisi dari posisi ini dibagian berikutnya dari makalah ini. Untuk saat ini, itu sudah cukup untuk mengenali afinitas yangteori pembangunan dengan kesadaran filosofis Nkrumah.
Ideologi dan pemikiran sosial dan politik Afrika
Benua Afrika adalah salah satu masyarakat yang dianggap sebagaiDunia Ketiga, di manarakyat mereka telah melakukan upaya yang bersemangat untuk menemukan kembali diri mereka sendiri setelah bertahun-tahun dalam perbudakan dan penjajahan. Untuk melakukan hal ini, mereka biasanya memulai menggunakan ideologi tertentu, yang mereka percayaakan mencapai tujuan kebebasan sosial, ekonomi dan politik. Yang lebih penting lagi, para pendukung ideologi inipercaya bahwapendapat dan ekspresi mereka sejajar dengan teoripolitik/filosofi yang dapat dikatakan memiliki nilai prediktif dan preskriptif masing-masing.
Namun, penulis tertentu telah mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan status ideologi tersebut. Clapham(1970) telah menyarankan bahwa ada kebutuhan untuk memeriksa secara kritis berbagai pendapatdan ekspresi praktisi politik Afrika dalam rangka untuk mengetahui apakah mereka memang cocok dengan realitas di lapangan dinegara-negara Afrika. Setelah dianalisis penggunaan yang ideologi dimasukkan oleh para pemimpin Afrika, Clapham menyimpulkan bahwa pernyataand an opini politisi tidakmemenuhi standar apa yang dapat dianggap sebagai teori politik atau filsafat politik.
Dalam rangka membahas posisi ini, ia mengidentifikasi dua pandangan ideologi. Yang pertama adalah ideologi sebagaicetak biru,dan yang kedua, ideologi sebagaisikap. Ideologi sebagai cetak biru mewakili peta konseptualdengan yang mempertahankan keteraturan atas kebingungan pasca kemerdekaan, yang fungsinya sistematis untuk menjelaskan situasi negara-negara baru, dan untuk membimbingdan mengkoordinasikan pembangunan yang mereka direncanakan. Satu masalah penting dengan jenis ideologi ini adalah bahwa prinsip-prinsip dan ide-ide yang diteliti oleh para pemimpin ini tidak mencerminkan realitas di lapangan dan akibatnya, seseorang dapat mempertanyakan koherensi dan konsistensi posisi tersebut.
Salah satu alasan yang dikutip Clapham sebagai penunjang posisinya adalah bahwa sementara ideologi didasarkan pada fakta bahwa orang-orang Afrika membentuk kelompok yang homogen dan karenanya ada asumsi bahwa semua bangsa bersatu, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya dan akibatnya, ada kesenjangan antara teori dan praktek dan jika itu adalah salah satu niat ideologi untuk menghubungkan teori dengan praktek, ideologi sebagai cetak  biru akan gugur dalam hal ini.
Pandangan kedua ideologi, menurut Clapham, adalah ideologi sebagai sikap. Di sini, istilah'ideologi' digunakan untuk menunjukkan sekumpulan sikap politik daripada teori eksplisit dirumuskan. Keuntungan bahwa pandangan ideologi memiliki lebih dari yang pertama adalah bahwa hal itu memungkinka nteori ini berbeda dengan realitas, sehingga beban dari inkoherensi dan inkonsistensi terhadap ideologi sebagaicetak biru tidak berlaku. Tapi keuntungan ini ternyata menjadi kelemahan dalam pandangan inikarenasikap politik hampir tidak dapat disatukan untuk membentuk sebuah teori yang koheren dan konsisten yang dapat diandalkan untuk tindakan politik, mengingat fakta bahwa berbagai sikap politik masuk akal bagi segmen populasi yang berbeda. Dengan demikian, dalam kampanye, politisi ingin menjanjikan hal yang berbeda bagi orang yang berbeda pada waktu dan kesempatan yang berbeda dan seseorang hampir tidak dapat menemukan hubungan prinsip yang dapat diandalkan di antara semuajanji-janji.
Namun, yang harus diamati di sini bahwa apayang Clapham lakukan adalah untuk menilai atau mengevaluasi ide-ide politik pemimpin Afrika dalam hal standar teori politik Barat dan filsafat politik(bentuk dekadensi disiplin, ala Gordon). Baginya, cita-cita koherensi dan konsistensi tanda keluart eori politik dan filsafat politik dan karena ide-ide politik Afrika tidak menghormati cita-cita tersebut, mereka tidak dapat dianggap sebagai ide-ide yang dapat menghasilkan setiap impor jelas dan membenarkan. Akibatnya, Clapham menyarankan bahwa pernyataan dan pendapat dari pemimpin Afrika harus ditafsirkan dari perspektif yang berbeda. Perspektifyang disarankan olehnya adalah bahwa pernyataan-pernyataan dan opini harus dilihat sebagai tanggapan terhadap situasi tertentu yang dihadapi para pemimpin tersebut. Dengan kata lain,Clapham menunjukkan bahwa dugaan ideologi dari para pemimpin Afrika lebih reaktif daripada proaktif.