Entah apa yang terjadi, aku tak bisa melihat dengan pasti. Tasya melangkah mundur, tubuhnya bergetar. Sedangkan Vina, gadis itu tersungkur di lantai dengan pisau yang menancap di perutnya. Ya, tanpa sengaja pisau itu menusuk Vina. Genangan darah kini mulai membasahi lantai yang kotor, perlahan tapi pasti Vina mulai menutup matanya.
"Ti-tidak, aku ... aku bukan pembunuh. Aku tidak membunuhnya," teriak Tasya histeris.
Aku tersenyum melihat itu semua. "Kau telah membunuhnya."
"Tidak, itu tidak benar!"
"Kau membunuhnya!" teriakku. "Dan sekarang ... kau akan bernasib sama seperti mereka, hahaha."
Tasya menelan ludah, lalu dia berlari. Tapi tidak, aku tidak akan membiarkan itu. Karena pendosa tak pantas hidup.