"Kenapa? Bukankah kau juga menginginkannya?"
"Iya, tapi ... Revi ...." Kulihat Tasya melirik ke arahku.
"Gadis naif seperti dia juga harus dimusnahkan. Dia terlalu lemah hidup di dunia ini, hingga tak mampu membela sahabatnya sendiri."
Bagai ditampar tanpa disentuh aku tertunduk. Ya, aku pengecut, hingga tak mampu membela sahabatku sendiri.
Tanpa aba-aba Vina menarikku ke belakang, menghempaskan tubuhku hingga menabrak dinding dan aku terduduk di lantai. Aku menggerang kesakitan, rasanya tulang punggungku seperti patah karenanya. Belum sempat aku berdiri, tangan kurus tapi kuat itu mencekram leherku dengan kuat, menarik tubuhku kembali berdiri.
Cengkraman di leher semakin menguat, tat kala tubuhku memberontak. Aku hampir tak bisa bernapas, dadaku begitu sesak.
"Kau harus membayarnya!" teriak Vina.
"Lepaskan, dia!" teriak Tasya.
Vina hanya menganggap ucapan Tasya hanya angin lalu. Gadis itu tak perduli, kuinjak kaki gadis itu ketika dia lengah hingga cekikan di leher terlepas.
Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya yang aku bisa, napasku tersenggal-senggal, keringat dingin bercucuran.
"Kurang ajar!" teriaknya marah. Mataku membelalak ketika sebuah pisau berada dalam genggaman gadis itu. Benda pipih tajam itu terangkat ke atas dan siap mendarat. Namun, Tasya tiba-tiba datang dan menghalaunya. Gadis itu mencoba merebut pisau dalam genggaman Vina. Terjadilah aksi tarik-menarik antara keduanya.