"Ingat Nan,kuis tts itu bohong. Aku sudah berkali-kali mengisi semua jawaban dengan benar, Hasilnya nihil kita nggak pernah menang" Tegas Januar. Tangannya tak henti merapihkan uang-uang dua ribuan itu. Tersenyum kepada orang yang keluar-masuk toilet, memastikan tidak ada yang terlewat untuk membayar.
"Lihat dulu Jan!" Teriak Ananta. Ananta berdecis sebal.
Tubuh Januar tersungkur kaget, Seram dirasa jika Ananta berteriak. Perawakannya yang cukup besar membuat suaranya ikut membesar. Diambilnya potongan koran itu oleh Januar, lalu dia baca dari awal hingga akhir. Tak paham dengan isi koran itu dia mulai bertanya kepada Ananta.
"Maksudnya apa Nan? Kamu menemukan potongan koran ini dimana?" Mukanya berubah menjadi lebih serius, Januar mulai merasa penasaran.
"Ruangan penjaga dipojok lorong, aku juga nggak ngerti. Potongan itu ada di dalam file bertuliskan namaku" Jelas Ananta.
"Aku yakin bayi yang selamat itu kamu, Nan" Januar menepuk pundak Ananta meyakinkan.
BAB 4
Mengapa?
Sudah satu minggu Ananta tidur diluar, entah di depan teras panti atau menumpang di depan ruko terminal. Hukumannya tak kunjung usai, tidak ada makan siang atau malam. Hanya sarapan dengan satu lembar roti tawar, itupun Januar yang mengendap-endap ke dapur untuk mengambilnya. Ananta sudah tak dianggap di panti itu, secara tidak langsung penjaga itu mengusir Ananta secara halus dengan embel-embel hukuman yang terus berlanjut.
Lelah dirasa, Ananta memutuskan untuk meninggalkan panti itu. Hanya panti. Tidak dengan Aruni. Ananta akan hidup dijalanan seperti ide nya pada waktu itu. Ananta akan berkunjung menemui Aruni ketika semua orang di panti sibuk bekerja.
Sebelum kabur, Ananta harus melakukan sesuatu terlebih dahulu, kemudian dia ingat sejak dua bulan terakhir dia penasaran apa isi laci lemari paling bawah pada ruangan penjaga, yang dipasangi dua gembok besar, yang paling susah dibuka sepanjang tahun. Itulah satu-satu isi laci yang belum dicurinya. Ananta mengeluarkan linggis kecil. Hasil pinjaman dari bengkel dekat terminal. Diharap hari ini dia akan mendapatkan curian yang lebih besar. Karena dia memutuskan akan pergi selama-lamanya setelah membongkar laci itu, maka tidak peduli soal kehati-hatian, apalagi soal meninggalkan jejak, Ananta dengan kasar mulai membuka laci lemari. Dua gembok itu tidak bisa dibuka, tapi akhirnya terlepas dari rekahan kayu. Ananta tersenyum tipis. Menarik paksa. Laci itu kemudian terbuka. Menganga memperlihatkan isinya. Isinya brankas kecil. Tidak ada barang lain. Maka dengan cepat Ananta menyambar brankas berwarna hitam itu. Nanti saja membukanya. Yang pasti isinya penting dan berharga. Tidak mungkin digembok dua kali kalau isinya hanya surat-surat dan kertas. Sekejap dia sudah kembali ke kamarnya. Melompati daun jendela. Tanpa merasa perlu menutupnya lagi, dengan tenang melangkah ke jalan besar. Sekarang, dia bisa pergi semaunya. Pergi dari Panti menyebalkan itu. Pergi dari tempat yang tidak bisa dimengerti olehnya, tempat yang meninggalkan pertanyaan sama setiap hari sepanjang tahun selama tinggal di sana.