Mengapa dia harus tinggal di sana? Bukankah ada ratusan panti lain di kota ini. Kenapa dia dulu diantarkan ke panti menyebalkan itu.
Ananta buru-buru membawa brankas itu ke salah satu pojokan terminal. Susah sekali membuka brankas itu. Â Berkali-kali dihantam dengan linggis kecil tetap saja brankas itu sulit dibuka. Setengah jam yang menyebalkan. Saat dia sudah pasrah, brankas itu terbuka justru oleh pukulan terakhirnya yang lemah. Menumpahkan isinya. Amarah nya makin memanas ketika melihat isi brangkas itu, setengah jam yang sia-sia. Hanya ini? Uang di dalam brankas itu hanya belasan ribu. Rehan menyumpah-nyumpah. Dia pikir akan ada ratusan ribu, malah jutaan, ternyata hanya ini. Memang tak tahu diuntung Ananta ini, sudah mencuri dan malah marah menyumpah para penjaga panti.
Uang belasan ribu itu Ananta belikan lotre. Entah ini akan menjadi pertanda baik atau buruk baginya. Nomor-nomor itu penjual lotre sebut dan benar saja keberuntungan bagi Ananta hari ini. Sorak sorai para pemain lainnya pecah. Ananta senang, sangat senang malah. Dia bisa berpesta pora sendirian malam ini, membeli banyak makanan dan minuman. Membawanya ke pojok terminal.
Sementara, penjaga yang melihat ruang kerjanya seperti kapal pecah mengamuk.
"SIAPA YANG MELAKUKAN INI SEMUA?!" Matanya melotot, menghantamkan bilah rotan ke atas meja.
Mengumpulkan lima belas anak, semua anak tertunduk ketakutan. Terutama Januar, Dia mendesah resah, tertunduk. Badannya gemetar, bibirnya terkunci rapat. Penjaga panti sebenarnya tahu siapa lagi yang berani melakukannya, jelas saja Ananta. Penjaga panti sangat mengamuk selama berminggu-minggu. Mengingat Ananta sepanjang minggu tak kunjung datang juga, maka lima belas anak lainnya yang menjadi sasaran kemarahan.
Sementara, Aruni bergeming. Lagi-lagi di atas ayunan favoritnya, memikirkan kemana perginya sang Kakak tercinta. Mana janji tinkerbell yang akan dia bawakan, dongeng kancil yang sudah satu minggu ini belum terdengar ditelinganya membuat dirinya semakin terlarut dalam kesedihan.
"Aruni sayang, kenapa kamu sedih" Lala bertanya lembut, dia tak mau hal yang lalu terulang sama. Ketika dia tidak sengaja membentak Aruni. Aruni marah selama berminggu-minggu, tidak mau bermain dan belajar bersama teman-temannya.
Aruni hanya diam. mendongak, matanya berkaca-kaca. Menahan tangis rupanya.
Melihat hal itu, lala memeluk Aruni dengan erat. Aruni menangis dalam pelukan lala, beberapa kali merengek menyebutkan Ayah-Bunda lalu kemudian Ananta.
Â