BAB 5
Sementara
Enam bulan Ananta tak menginjakkan kakinya di panti itu. Hidupnya kini berubah menjadi Ananta yang lebih bebas. Ternyata hidup di jalanan tidak sesederhana yang dia bayangkan. Hidup itu menyakitkan.
Ananta terbangun dari tidurnya, penjaga ruko berisik membuka teralis alumunium, meneriakinya agar segera bangun, mengusirnya. Mata Ananta memerah karena baru menjelang subuh dia bisa memejamkan mata. Pagi itu perutnya melilit ingin makan. Makan? Kemana dia harus mencari makan? Tak ada lagi uang yang tersisa.
Pada hari itu, Seseorang memanggil Ananta dari kejuahan. Sadar akan hal itu Ananta berlari menemui sumber suara. Ternyata hanya seorang preman baru di terminal dengan tubuh kekar, melihat Ananta yang paruh baya berniat untuk memalaknya. Apa daya Ananta tidak memilik apa-apa. Preman itu berdesis kesal.
Ananta terkapar lemas, Kepalanya sangat pusing. Preman itu dengan sigap membantu Ananta. Jangan salah preman juga manusia, dia juga bisa menolong siapapun. Walaupun perbuatan sehari-harinya lebih banyak membuat kejahatan.
Preman itu menyodorkan satu bungkus nasi, berisi lauk tahu tempe. Dengan satu gelas air mineral. Dilahapnya makanan itu sampai habis oleh Ananta.
"Sudah berapa lama kau tidak makan?" Tanya preman itu. Suaranya menggelegar, sama seperti tubuh nya yang besar dengan penuh tato di lengannya.
"Sudah satu malam" Ucap Ananta ragu-ragu. Sebenarnya Ananta tidak takut dengan siapapun. Termasuk preman ini, namun dia merasa malu telah ditolong orang yang sama sekali dia tidak kenal.
Setelah makanan habis, Preman itu mengintograsi Ananta. Membujuk Ananta untuk bergabung bersamanya. Ternyata preman itu sedang melakukan penyamaran, menguntit orang yang bos nya tugaskan. Ananta berpikir untuk menerima tawaran preman itu, karena ini mungkin sebuah kesempatan untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik.
Ananta sekarang hidup bersama para penyamar itu, disebuah markas yang terbilang cukup besar. Dari luar hanya terlihat seperti bangunan kosong. Padahal di dalam nya begitu banyak barang-barang rumah pada umumnya. Ada satu ruangan yang tidak boleh dia masuki, karena ruangan itu diisi dengan berbagai macam senjata yang berbahaya. Bayangkan saja Ananta yang masih berumur enam belas itu, sudah ikut-ikutan dalam urusan seperti ini.