Meskipun sebenarnya harta warisan dibagikan setelah orang tua meninggal, di Desa Bana lebih umum terjadi sebelum kematian, yang disebut sebagai hibah. Anak-anak menerima harta seperti tanah, kebun, dan sawah dari orang tua melalui hibah. Pembagian harta diatur agar anak-anak tidak saling berebut. pembagian harta dari orang tua ke anak dilakukan dengan mengumpulkan anak-anak di kediaman orang tua. Proses ini biasanya terjadi setelah anak menikah, dewasa, dan mampu bekerja, sehingga mereka memiliki bekal untuk kehidupan. Pemberian harta bersifat mutlak dan bukan perjanjian jual beli, melainkan penerusan harta dalam lingkungan keluarga.
Hibah bukan hanya pemberian harta orang tua kepada anak untuk melanjutkan kehidupan mereka. Hibah juga merupakan wujud cinta, kebahagiaan, dan rasa syukur orang tua terhadap anak-anaknya. Ketika anak-anak sudah dewasa, mampu bekerja, atau akan menikah, orang tua memberikan harta sebagai hadiah, sebagai ungkapan rasa sayang dan syukur. Selain itu, orang tua merasa lega dan bebas dari tanggung jawab setelah anak-anak menikah dan menerima harta untuk digunakan bersama keluarga kecil mereka, baik sebagai modal maupun sumber kehidupan.
Pemberian harta melalui hibah memiliki dampak positif bagi penerima, yaitu anak. Rasa sayang dan hormat anak terhadap orang tua tidak berkurang, malah semakin besar. Anak merasa bahwa orang tua tidak melepaskan mereka begitu saja setelah dewasa atau menikah. Sebaliknya, orang tua memberikan bekal dan modal agar anak dapat menafkahi diri dan bertanggung jawab terhadap keluarga yang telah mereka nikahi.
Dalam pembagian harta, umumnya jika jumlah anak sedikit atau jumlah harta yang akan dibagi terbatas, maka pembagian dilakukan secara sama rata baik untuk laki-laki maupun perempuan. Meskipun seharusnya jumlah anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan, dalam praktiknya, laki-laki mendapatkan satu bagian dan perempuan setengah bagian saja.
Namun, terdapat perbedaan dalam harta yang diberikan kepada anak-anak yang telah menempuh pendidikan dengan anak-anak yang tidak memiliki pendidikan. Salah satu narasumber menegaskan bahwa pemberian hibah dari orang tua kepada anak sangat efektif. Mengapa? Karena sebagai penerima hibah, kami, sebagai anak, tidak perlu khawatir tentang perselisihan di masa depan. Harta yang kami terima berasal dari pemberian orang tua saat mereka masih hidup, dan pemberian ini didasarkan pada kesepakatan bersama. Sebagai contoh, saya sendiri telah menempuh pendidikan hingga ke bangku perkuliahan, yang tentu memerlukan biaya yang cukup besar. Ironisnya, saya bahkan harus menjual tanah untuk membiayai pendidikan tersebut. Orang tua saya yang membiayai perjalanan pendidikan saya hingga kuliah. Oleh karena itu, saat pemberian harta, bagian yang saya terima lebih sedikit dibandingkan dengan saudara-saudara saya yang tidak menempuh pendidikan. Mereka, sebagai petani, mencari nafkah dari harta yang diberikan orang tua, sedangkan saya memiliki pekerjaan tetap hasil dari usaha orang tua saya. Dengan demikian, saya mencari nafkah tidak hanya dengan bertani semata.Â
Setelah semua anak dewasa atau sudah berkeluarga, harta orang tua telah terbagi, sehingga orang tua tidak khawatir akan perselisihan di masa depan. Meskipun semua anak telah menerima bagian mereka, orang tua tetap menyisihkan sebagian harta untuk diri mereka sendiri, sebagai tabungan untuk keperluan khusus di kemudian hari. Salah satu narasumber menegaskan bahwa semua anaknya telah menerima bagian mereka, dan dia hanya menyimpan sedikit harta sebagai tabungan. Jika harta yang disimpan tidak diganggu sampai dia meninggal, itu tidak akan menjadi objek persengketaan bagi anak-anaknya. Karena harta peninggalannya tidak banyak, dan dia telah memberikan bagiannya kepada masing-masing anak.
Pembagian harta peninggalan dalam Islam merupakan proses yang melibatkan nilai-nilai syariah dan prinsip-prinsip keadilan. Dalam kondisi keluarga yang damai dan rukun, pembagian harta dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama. Meskipun hukum waris Islam belum sepenuhnya diterapkan di Desa Bana, masyarakat di sana tetap menjunjung tinggi rasa kekeluargaan. Mereka hidup dengan tentram dan damai, membangun hubungan baik sesama manusia, menghormati orang tua yang dituakan, serta menghindari perselisihan.
Praktek pemberian hibah dari orang tua kepada anak adalah alternatif untuk mencegah perselisihan dalam pembagian harta warisan di masa depan. Penelitian di Desa Bana menunjukkan bahwa hampir seluruh masyarakat di sana membagikan hartanya melalui hibah. Pertimbangan ini berdampak positif bagi pemberi hibah (orang tua) dan penerima hibah (anak). Proses pemberian hibah ini juga sesuai dengan hukum dan syariat Islam.
Dengan demikian, pembagian harta selalu berlangsung dengan rukun, damai, dan berujung pada kesepakatan. Anak-anak sudah mengetahui hak-hak mereka dan memahami kondisi satu sama lain. Orang tua juga mengajarkan agar tidak melanggar hukum, sehingga mereka enggan terlibat dalam perselisihan hukum.
Dampak yang Ditimbulkan
Dalam ajaran Islam, pembagian harta warisanmemiliki aturan yang jelas dan tegas.Â