BAB IIÂ
Gambaran Umum DesaÂ
Desa Bana adalah desa terpencil yang ada di Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone. Pada awalnya daerah tersebut hanya dihuni oleh satu keluarga yang memiliki 12 orang anak yang masing-masing sudah keluarga juga. Kemudian wilayah tersebut dibagi menjadi 12 bagian, dan dijuluki sebagai "Lari Tanah". awalnya Desa Bana terdiri dari 3 dusun saja, Akan tetapi seiring dengan bertambahnya penduduk dan begitu luasnya daerah Bana maka, dusun Cippaga kemudian dimekarkan menjadi 3 Dusun yaitu Dusun Paku, Cippaga dan Pao serta di dusun bana dimekarkan juga menjadi 2 dusun yaitu dusun bana dan dusun bana Tengah, sehingga Desa Bana menjadi 6 dusun. Desa bana terletak 12 km ibukota Kecamatan dan 132 km dari ibukota Kabupaten Bone.Â
Desa Bana memiliki iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Inilah faktor utama yang menjadikan Desa Bana sebagai daerah yang sangat potensial dalam bidang pertanian. Secara umum penggunaan wilayah Desa Bana sebagian besar untuk lahan pertanian berupa persawahan dan perkebunan, lokasi perumahan masyarakat, sarana dan prasarana pemerintahan, pendidikan, keagamaan dan perkuburan. Jumlah dari keseluruhan penduduk yang ada di Desa Bana Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone sebanyak 2.705 jiwa yang terhimpun menjadi 684 KK.
Praktik Pemberian Hibah
Hibah adalah pemberian harta ketika seseorang masih hidup dan dilakukan secara sukarela tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Dalam Islam, hibah memiliki makna sebagai simbol untuk mempererat silaturahmi, membangun kekeluargaan yang baik, serta menjalin kerja sama sosial seperti tolong-menolong sesama. Oleh karena itu, hibah dianjurkan terutama kepada kerabat terdekat sebelum orang lain. Kerabat terdekat meliputi anak dan saudara. Jika telah memenuhi rukun dan syaratnya, hibah tersebut dianggap sah.
Perbedaan antara waris dan hibah sangat mendasar dalam hukum Islam. Hibah dapat diberikan kepada siapa saja selama pemberi masih hidup, sedangkan waris terjadi ketika harta dialihkan kepada ahli waris setelah pewaris meninggal dunia. Dalam Pasal 211 Kompilasi Hukum Islam (KHI), disebutkan bahwa "hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan." Penjabaran unsur Pasal tersebut merupakan salah satu alternatif yang dapat diambil untuk menghindari sengketa waris.
Dalam perspektif Sunnah Nabi, hibah memiliki keabsahan dan dapat dijadikan hujjah. Rasulullah sangat menganjurkan hibah dan menentang paksaan dalam hal ini. Beliau bahkan mengutuk orang yang mencabut kembali hibah yang telah diberikan serta mengambil hak orang lain secara paksa. Di sisi lain, Nabi juga menganjurkan agar umatnya saling memberi dan menerima hadiah. Semua ini menunjukkan pentingnya sikap murah hati dan saling berbagi dalam Islam.
Hibah di kalangan masyarakat Desa Bana, Kecamatan Bontocani, bukanlah hal baru, terutama hibah yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Tradisi ini telah berlangsung secara turun-temurun dan menjadi bagian dari budaya. Orang tua memilih memberikan harta kepada anak-anak mereka melalui hibah. Rasulullah pernah menekankan bahwa orang tua sebaiknya adil ketika memberikan hibah kepada anak-anak. Artinya, pemberian hibah antara sanak yang satu dengan anak yang lain harus seimbang.
Desa Bana, yang mayoritas penduduknya bertani, menganggap tanah sebagai aspek terpenting dalam kehidupan mereka. Sejak lama, mata pencaharian mereka bergantung pada kondisi tanah, termasuk bertani, berkebun, beternak, dan berdagang. Oleh karena itu, masyarakat Desa Bana memiliki kebiasaan mewarisi tanah dari orang tua kepada anak-anak mereka. Orang tua merasa berkewajiban memberikan rumah atau lahan kepada anak-anak yang sudah menikah. Penguasaan tanah, lahan, kebun, dan sawah sangat vital bagi mereka. Perkembangan dunia yang semakin maju, termasuk era globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi, juga berdampak pada persoalan hukum. Sebagai bagian dari dunia, masyarakat Islam tidak dapat menghindari keterlibatan dalam persoalan hukum yang relevan.
Hukum waris adat memungkinkan proses pewarisan harta dilakukan baik ketika orang tua masih hidup maupun setelah mereka meninggal dunia. Setiap anak memiliki kehidupan dan keturunan masing-masing, dan proses ini terus berjalan tanpa memperhitungkan asal harta, harta bawaan, atau gono-gini. Di masyarakat Desa Bana, kebiasaan mewarisi tanah dilakukan ketika orang tua masih hidup.Â