Mohon tunggu...
Sigit Nugroho
Sigit Nugroho Mohon Tunggu... Guru - Peminat Sejarah

Berlatar belakang bahasa Inggris, berminat sejarah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Tertinggal

29 September 2016   08:27 Diperbarui: 29 September 2016   19:22 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepiluan menghias hatiku kala melihatnya beserta segala pesona yang tak berakhir itu. Perasaanku serasa teriris-iris mengingat aku akan kehilangan dia paling tidak selama dua tahun. Itu pun jika masih ada kemungkinan bagiku untuk melihatnya lagi sepulangku dari ranah Eropa, karena bisa saja ia pindah domisili dan tak mengabariku.

Wanita yang sedang kubicarakan itu tengah berbicara dengan Jessica Parker, seorang native speaker di Fakultas Ilmu Bahasa dan Sastra di universitas kebanggaan kami ini. Asyik sekali kelihatannya. Pesona perempuan itu tak kalah mentereng dari bule itu. Seimbang. Bahkan perempuan itu jauh lebih indah menurutku. Tentu saja, karena aku menaruh hati padanya.

Telah berulang kali aku ungkapkan perasaanku padanya, bahwa aku selalu merindukan dia dalam tiap kesunyian maupun keramaian hatiku. Bahwa aku telah mantap semantap-mantapnya dengan keputusanku bahwa aku memang mencintainya lahir batin, tak peduli seberapa keras dinding hatinya yang dipagari dengan baja. Aku akan tetap menempatkannya di tempat paling spesial, VIP dalam penjara hatiku. Ia tak akan ke mana-mana. Ia terkunci rapat di hatiku. Hanya dia. Tak ada lagi yang bisa masuk atau bahkan menggantikannya. Tidak. Tak akan. Pintu itu telah kukunci rapat-rapat dan kuncinya pun telah kubuang entah di mana, aku lupa.

Aku belum pernah merasakan sulitnya bukan main seperti ini untuk meruntuhkan the great wall dalam lubuk hatinya. Aku terkunci di luar dan tak bisa masuk. Ia telah menutup pintu gerbang terluar itu serta tak lupa menguncinya hingga aku bahkan tak bisa melihat apa-apa yang tersimpan di dalamnya. Dari luar sana aku hanya bisa memandangi kemegahan dan keanggunannya sebagai sosok wanita. Mawar merah. Ia tak lain sekuntum mawar merah nan indah dan semerbak wangi tapi sayang, durinya menusukku berkali-kali.

Telah jatuh bangun aku dibuatnya. Sakit, perih, rontok, luluh lantak tanpa daya, semuanya telah kukecap semenjak jatuh cinta kepadanya. Ia menolakku dengan alasan tak punya sedikit pun perasaan padaku. Mungkin aku ini bukan tipe lelaki idamannya. Entah ada alasan lain atau apa, aku sendiri tak begitu tahu karena ia juga tak mau mengatakan sejujurnya. Meskipun begitu, keyakinanku akan perasaanku padanya tak pernah tumbang. Ia tetap berdiri tegak dan kokoh bak la toure Eiffel yang tak pernah bosan berdiri angkuh di jantung kota Paris menaungi para wisatawan.

Awalnya aku tak begitu tertarik pada sosok wanita yang membuatku gila setengah mati itu. Dulu sama sekali tak kupedulikan pesonanya. Tak ada waktu bagiku untuk memikirkan hal semacam itu, karena aku terus fokus pada kuliah. Tapi takdir berkata lain. Pada akhirnya aku harus membelah konsentrasi kuliahku dengan perasaan sayang padanya. Sikap dan perilakunya yang teramat dewasa disertai parasnya yang elok bukan main itu telah membiusku, membawaku ke alam bawah sadar. Jauh di luar alam logika. Aku mati akal dibuatnya. Ia mengisi tiap sudut-sudut hatiku yang terkadang kosong. Lama-lama hatiku dijajah, direnggut pelan-pelan, dan anehnya, aku pasrah menyerahkan nyaris seluruh hatiku.

Semenjak itu hatiku sering merasa tak menentu, kangen bukan kepalang, dan semuanya serasa kacau. Bunga tidurku selalu tentang dia. Tiap kekosongan yang tersisa dalam pikiran dan hatiku selalu ia tempati dengan mudah. Benar-benar aku telah dikuasai oleh perasan aneh itu. Aku sering tak punya daya untuk resist. Kerinduan yang tak terbalas sering menyayat-nyayatku tanpa henti, menimbulkan luka yang tak tahu betapa dalamnya. Fokus belajarku sering buyar, perhatianku terpecah dua. Aku tak bisa menggunakan otakku sepenuhnya.

Tak sepenuhnya jatuh hati menimbulkan efek negatif.momen indah ketika jatuh cinta adalah kala kita bisa melihat sosok terkagumi secara langsung, face to face. Bunga-bunga bermekaran dalam dada, baunya semerbak harum bukan main, segalanya menjadi indah, bahkan tempat sampah sekalipun tiba-tiba menjelma vas yang tak ternilai harganya. Semangat hidupku berlipat ganda tiap kali melihatnya. Semua itu kualami semenjak tahun kedua mengenyam pendidikan di universitas hingga hari ini, tepatnya di saat kelulusanku di mana aku melihatnya mungkin untuk kali yang terakhir.

Di balik sifat tak acuhnya itu, wanita impianku itu sesungguhnya berhati emas. Hatinya yang putih kemilau ditunjukkan oleh keanggunan sikapnya yang lemah lembut. Aku yakin beribu persen, cinta yang tersimpan nun jauh di dasar hatinya sana benar-benar indah dan menyejukkan hati siapa pun yang bisa meraihnya. Barangkali keyakinan itulah yang bisa membuatku tetap bertahan dengan harapan yang berjuta persen rasanya amat musykil mendapatkan cinta itu.

***

Oktober yang kelabu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun